NUWUN SEWU

Foto saya
banyuwangi, jawa timur, Indonesia
Kena cepet ning aja ndhisiki, kena pinter ning aja ngguroni,kena takon ning aja ngrusuhi

Senin, 02 April 2012

MLM PERSPEKTIF ISLAM


Akhir-akhir ini banyak masyarakat yang menanyakan hukum melakukan transaksi jual beli dengan system MLM (Multi Level Marketing). Tulisan di bawah ini mudah-mudahan bisa menjawab pertanyaan tersebut:  
Pengertian MLM
MLM adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. Sistem penjualan ini menggunakan beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang dagangannya.
Promotor (upline) adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan terlebih dahulu, sedangkan bawahan (downline) adalah anggota baru yang mendaftar atau direkrut oleh promotor. Akan tetapi, pada beberapa sistem tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubah-ubah sesuai dengan syarat pembayaran atau pembelian tertentu.
Komisi yang diberikan dalam pemasaran berjenjang dihitung berdasarkan banyaknya jasa distribusi yang otomatis terjadi jika bawahan melakukan pembelian barang. Promotor akan mendapatkan bagian komisi tertentu sebagai bentuk balas jasa atas perekrutan bawahan.
Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi. (http://id.wikipedia.org)
Untuk menjadi keanggotaan MLM, seseorang biasanya diharuskan mengisi formulir dan membayar uang dalam jumlah tertentu dan kadang diharuskan membeli produk tertentu dari perusahaan MLM tersebut, tetapi kadang ada yang tidak mensyaratkan untuk membeli produk tersebut. Pembayaran dan pembelian produk tersebut sebagai syarat untuk mendapatkan point tertentu.
Kadang point bisa didapatkan oleh anggota jika ada pembelian langsung dari produk yang dipasarkan, maupun melalui pembelian tidak langsung melalui jaringan keanggotaan. Tetapi kadang point bisa diperoleh tanpa pembelian produk, namun dilihat dari banyak dan sedikitnya anggota yang bisa direkrut oleh orang tersebut, yang sering disebut dengan pemakelaran.
Transaksi jual beli dengan menggunakan sistem MLM hukumnya haram. Alasan-alasannya adalah sebagai berikut :
Alasan Pertama: Di dalam transaksi dengan metode MLM, seorang anggota mempunyai dua kedudukan: Kedudukan pertama,  sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk secara langsung dari perusahaan atau distributor. Pada setiap pembelian, biasanya dia akan mendapatkan bonus berupa potongan harga.
Kedudukan kedua, sebagai makelar, karena selain membeli produk tersebut, dia harus berusaha merekrut anggota baru. Setiap perekrutan dia mendapatkan bonus juga.
Pertanyaannya adalah bagaimana hukum melakukan satu akad dengan menghasilkan dua akad sekaligus, yaitu sebagai pembeli dan makelar?
Dalam Islam hal itu dilarang, ini berdasarkan hadist-hadist di bawah ini:
1. Hadits abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ
 “Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian.”( HR Tirmidzi, Nasai dan Ahmad. Berkata Imam Tirmidzi : Hadist Abu Hurairah adalah hadist Hasan Shahih dan bisa menjadi pedoman amal menurut para ulama)
Imam Syafi’i rahimahullah berkata tentang hadist ini, sebagaimana dinukil Imam Tirmidzi,  “Yaitu jika seseorang mengatakan, ’Aku menjual rumahku kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu kepadaku dengan harga sekian. Jika budakmu sudah menjadi milikku berarti rumahku juga menjadi milikmu’.” (Sunan Tirmidzi, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz : 3, hlm. 533)
Kesimpulannya bahwa melakukan dua macam akad dalam satu transaksi yang mengikat satu dengan yang lainnya adalah haram berdasarkan hadist di atas.
2. Hadist Abdullah bin Amr, bahwasanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :
 لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلَا رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
"Tidak halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan hutangan, dua syarat dalam satu transaksi, keuntungan menjual sesuatu yang belum engkau jamin, serta menjual sesuatu yang bukan milikmu." (HR. Abu Daud)
Hadits di atas juga menerangkan tentang keharaman melakukan dua transaksi dalam satu akad, seperti melakukan akad utang piutang dan jual beli, satu dengan yang lainnya saling mengikat. Contohnya: Seseorang berkata kepada temannya, “Saya akan jual rumah ini kepadamu dengan syarat kamu meminjamkan mobilmu kepada saya selama satu bulan.” Alasan diharamkan transaksi seperti ini adalah tidak jelasnya harga barang dan menggantungkan suatu transaksi kepada syarat yang belum tentu terjadi. (Al Mubarkufuri, Tuhfadh al Ahwadzi,  Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz : 4, hlm. 358, asy Syaukani, Nailul Author, Riyadh, Dar an Nafais, juz : 5, hlm: 173)
Alasan Kedua: Di dalam MLM terdapat makelar berantai.  Sebenarnya makelar (samsarah) dibolehkan di dalam Islam, yaitu transaksi di mana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya memasarkan produk dan pertemukannya dengan pembelinya.
Adapun makelar di dalam MLM bukanlah memasarkan produk, tetapi memasarkan komisi. Maka, kita dapatkan setiap anggota MLM memasarkan produk kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya, sehingga terjadilah pemasaran berantai. Dan ini tidak dibolehkan karena akadnya mengandung gharar dan spekulatif.
Alasan Ketiga: Di dalam MLM terdapat unsur perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu produk yang ditawarkan, sebenarnya niatnya  bukan karena ingin memanfaatkan atau memakai produk tersebut, tetapi dia membelinya sekedar sebagai sarana untuk mendapatkan point yang nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang diharapkan tersebut belum tentu ia dapatkan.
Perjudian juga seperti itu, yaitu seseorang menaruh sejumlah uang di meja perjudian, dengan harapan untuk meraup keuntungan yang lebih banyak, padahal keuntungan tersebut belum tentu bisa ia dapatkan.  
Alasan Keempat: Di dalam MLM banyak terdapat unsur gharar  (spekulatif) atau sesuatu yang tidak ada kejelasan yang diharamkan Syariat, karena anggota yang sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak. Tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau malah merugi.
Dan Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri melarang setiap transaksi yang mengandung gharar, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata : 
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara al-hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur gharar (spekulatif).“ (HR. Muslim, no: 2783)
Alasan Kelima: Di dalam MLM terdapat hal-hal yang bertentangan dengan kaidah umum jual beli, seperti kaidah : Al Ghunmu bi al Ghurmi, yang artinya bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau resiko yang dihadapinya. Di dalam MLM ada pihak-pihak yang paling dirugikan yaitu mereka yang berada di level-level paling bawah, karena merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang yang berada pada level atas.
Merekalah yang terus menerus mendapatkan keuntungan-keuntungan tanpa bekerja, dan mereka bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Apalagi jika mereka kesulitan untuk  melakukan perekrutan, dikarenakan jumlah anggota sudah sangat banyak.
Alasan Keenam: Sebagian ulama mengatakan bahwa transaksi dengan sistem MLM mengandung riba riba fadhl, karena anggotanya membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya, seakan-akan ia menukar uang dengan uang dengan jumlah yang berbeda. Inilah yang disebut dengan riba fadhl (ada selisih seakan-akan ia menukar uang dengan uang dengan jumlah yang berbeda. Inilah yang disebut dengan riba fadhl (ada selisih nilai). Begitu juga termasuk dalam kategori riba nasi’ah, karena anggotanya mendapatkan uang penggantinya tidak secara cash.
Sementara produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanya sebagai sarana untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota, sehingga keberadaannya tidak berpengaruh dalam hukum transaksi ini.
Keharaman jual beli dengan sistem MLM ini, sebenarnya sudah difatwakan oleh sejumlah ulama di Timur Tengah, diantaranya adalah Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan yang dikeluarkan pada tanggal 17 Rabi’ul Akhir 1424 H, bertepatan dengan tanggal 17 Juni 2003 M pada majelis no. 3/24. Kemudian dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah Arab Saudi pada tanggal 14/3/1425 dengan nomor (22935). Wallahu A’lam


Sabtu, 31 Maret 2012

wakil rakyatku...tidak melek hukum

Wakil rakyat seharusnya merakyat..
jangan tidur waktu sidang soal rakyat''
lirik lagu bang iwan ini cukup menginspirasi skaligus sindiran bagi dinamika perpolitikan di negeri ini.
carut marut regulasi serta ketidak tahuan  tentang segala kebijakan adalah salah satu penyumbang faktor keruwetan negeri ini. contoh saja para pelawak artis penyanyi dll yang mestinya mereka melucu, berakting, bernyanyi di layar kaca di sulap jadi orang yang di anggap pintar yang duduk gagah di singgasana senayan.. apa yang bisa mereka perbuat? apakah dengan mengucapkan kata IYA, SETUJU,SEPAKAT sudah bisa di anggap mewakili rakyat..?
1 april pemerintah berencana menaikan harga BBM dengan berbagai argumentasinya, di sisi lain ada undang undang yang telah mengatur larangan menaikkan harga BBM bersubsidi.. padahal jelas pasal 7 ayat 6 UU APBN-P telah mengikat pemerintah untuk tidak menaikkan harga jual BBM bersubsidi..
 dan lebih penting lagi harga BBM tidak boleh diserahkan pada mekanisme pasar. Ini mengacu pada putusan MK terhadap pasal 28 UU Migas.
harga bbm tak perlu dinaikan solusinya sudahi korupsi agar pembangunan daerah bisa merata..

Kamis, 15 Maret 2012

INKARUS SUNNAH


BY: MANSHUR M
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
            Islam sebagai dinullah memiliki dua sumber utama  yaitu alqur’an dan as-sunnah. Sumber yang di sebut terahir sering pula dinamakan al-hadits, antara lain merupakan penjabaran dari sumber pertama , dan dalam kaitan ini fungsi al-hadits ternyata sangat strategis bagi kehidupan dan penghidupan umat.
            Dalam perkembangan kehidupan umat, ternyata posisi dan fungsi hadits ini tidak saja dipalsukan tetapi juga bahkan di ingkari oleh kalangan umat tertentu. Padahal mereka dalam menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, menunaikan ibadah haji dan lainnya  secara tidak disadari semua itu diperoleh dari rincian al-hadits.
            Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Bahkan Dari argumennya bahwa nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan alqurán kepada umatnya. Nabi Muhammad hanya bertugas untuk menerima wahyu dan menyampaikan wahyu itu kepada para pengikutnya; di luar hal tersebut nabi Muhammad tidak memiliki wewenang.
b. Rumusan Masalah
  1. Bagaimanakah Pengertian Ingkarus Sunnah?
  2. Bagaimanakah Kedudukan Sunnah Dalam Islam ?
  3. Sejarah Perkembangan Pengingkar Sunnah  Serta Upaya Pelestarian Sunnah Oleh Para Pembelanya?
 PEMBAHASAN
a. Pengertian Ingkar as-Sunnah
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun kseluruhan[1]
Penyebutan ingkar as-sunnah  tidak semata-mata berarti penolakan total terhadap sunnah. Penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk dalam kategori Inkar as-sunnah, termasuk didalamnya penolakan yang berawal dari sebuah konsep berfikir yang janggal atau metodologi khusus yang di ciptakan sendiri oleh segolongan orang baik masa lalu maupun masa sekarang, sedangkan konsep tersebut tidak dikenal dan di akui oleh ulama hadits dan fiqh.
Ada tiga jenis kelompok ingkar as-sunnah, pertama, kelompok yang menolak hadits Rasululloh SAW Secara keseluruhan. Kedua kelompok yang menolak hadits hadits yang tak disebutkan dalam al qurán secara tesurat maupun tersirat. Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang atau pereodenya,tidak mungkin mereka berdusta) dan menolah hadits hadits ahad (tidak mencapai derajat mutawatir walaupun shahih. Mereka beralasan dengan ayat QS An Najm ayat 28(...Sesungguhnya persangkaan itu tidak berguna sedikitpun terhadap kebenaran) mereka berhujjah dengan ayat tersebut dan tentu saja menurut penafsiran model mereka sendiri[2]
b. Kedudukan dan Fungsi Sunnah Dalam Islam
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits Rasul merupakan sumber dan dasar hukum Islam setelah al qurán, dan umat Islam diwajibkan mengikuti hadits  sebagaimana di wajibkan mengikuti alqur’an.[3]
Alqur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum syari’at Islam yang tetap, yang orang Islam tidak mungkin memahami syari’at Islam secara mendalam  dan lengkap dengan tanpa kembali dengan kedua sumber Islam tersebut.  seorang mujtahid dan seorang alim pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya. Banyak ayat alqur’an dan hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu merupakan sumber hukum Islam selain alqur,an dan wajib di ikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya [4]
Dalam al qurán banyak terdapat ayat yang menegaskan tentang kewajiban mengikuti Allah yang digandengkan dengan ketaatan mengikuti Rasul-Nya seperti firman Allah Q.S. ali imran ayat 32
قل اطىعواالله والرثول فان تولوا فان الله لا يحب الكفرين                        

Katakanlah, “ Taatilah Allah dan Rasulnya; jika kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang kafir” (Q.S ali imran 32)
Di samping itu banyak juga ayat ayat yang mewajibkan ketaatan kepada Rasul  secara khusus  dan terpisah karena  pada dasarnya ketatan kepada Rasul berarti ketaatan kepada Allah SWT yaitu: Q.S An-Nisa ayat 65 dan 80,Q.S ali imran ayat 31, Q.S An-Nur ayat 56,62 dan 63, Q.S Al-A’raf ayat 158.[5]
Dengan demikian dapat ditetapkan, bahwa apa yang benar yang datang dari Rasululloh  menjadi hujjah yang awajib di ikuti, jika Rasululloh wajib di ikuti dalam kapasitasnya sebagai seorang rasul, maka wajib pula mengikuti semua hukum hukum yang benar darinya.[6]
  c. Fungsi Sunnah Terhadap Alqur’an
Dalam hubungannya dengan alqur’an, Hadits berfungsi sebagai penafsir pensyarah, dan penjelas dari ayat ayat alqur’an tersebut. Apabila disimpulkan  tentang fungsi hadits dalam hubungan dengan Al qurán adalah sebagai berikut: 1). Bayan at-Tafsir, 2).bayan at-Taqrir, 3). Bayan an-Nash. 
 Bayan At-Tafsir adalah menerangkan ayat ayat yang sangat umum, mujmal, dan mustarak. Fungsi hadits dalam hal ini adalah memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat ayat al qurán yang masih mujmal, memberikan taqyid  ayat ayat yang masih mutlaq  dan memberikan takhshish ayat ayat yang masih umum.
Bayan At-taqrir atau sering juga disebut bayan at-Ta’kid dan bayan al isbat adalah hadits yang berfungsi untuk memperkokoh  dan memperkuat pernyataan al’quran. Dalam hal ini hadits hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan al qurán.
Bayan An-nasakh dalam hal ini dapat dipahami bahwa hadits sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat menghapus ketentuan ketentuan  atau isi al-qur’an yang datang kemudian.[7]
d. Sejarah Perkembangan Pengingkar Sunnah
            Sejak abad ketiga sampai abad keempat belas hijriyah, tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa dikalangan umat Islam terdapat pemikiran pemikiran untuk  menolak sunnah sebagai salah satu sumber syari’at Islam, baik secara perseorangan maupun kelompok. Pemikiran untuk menolak sunnah  yang muncul pada abad 1 hijriyah (inkar as-Sunnah klasik)  sudah lenyap ditelan masa pada ahir abad III hijriyah.
Pada abad ke empat belas hijriyah pemikiran seperti itu muncul kembali ke permukaan, dan kali ini dengan bentuk dan penampilan yang berbeda dari inkar as-sunnah klasik. Apabila inkar as-sunnah klasik muncul di basrah, irak akibat ketidaktahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan sunnah, inkar as-sunnah modern  muncul di kairo mesir akibat pengaruh pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam
Apabila para pengingkar sunnah pada masa klasik mencabut pendapatnya setelah mereka menyadari kekeliruannya, para pengingkar sunnah pada masa modern banyak yang bertahan pada pendiriannya, meskipun kepada mereka telah diterangkan urgensi sunnah dalam Islam bahkan diantara mereka ada yang tetap menyebarkan pemikirannya secara diam diam, meskipun  penguasa setempat mengeluarkan larangan resmi terhadap aliran tersebut.[8]   
Memang cukup banyak argumen yang telah dikemukakan oleh mereka yang berfaham  inkar as-sunnah, baik oleh mereka yang hidup pada zaman as syafi’I maupun yang hidup pada zaman sesudahnya. Dari berbagai argumen yang banyak jumlahnya itu ada yang berupa argumen argumen naqli dan non naqli.
Yang dimaksud dengan argumen naqli tidak hanya berupa ayat ayat al qurán saja, tetapi juga berupa sunnah atau hadits nabi. Memang agak ironis juga bahwa mereka yang berpaham inkar as-sunah ternyata telah mengajukan sunnah sebagai argumen membela paham mereka. Cukup banyak argumen yang mereka naqli yang mereka ajukan diantaranya al qurán surah an-nahl 89:
ونزلناعليك الكتب تبينالكل ثيء
….dan  kami turunkan kepadamu alkitab (al qurán untuk menjelaskan segala sesuatu..
Surah al an’am 38
مافرطنافى الكتب من ثىء
            …tiadalah kami alpakan sesuatu pun di dalam alkitab…
Menurut para pengingkar sunnah, kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Alqur’án telah mncakup segala sesuatu berkenaan dengan ketentuan agama. Dengan demikian tidak diperlukan adanya keterangan lain, misalkan dari sunnah. Menurut mereka shalat lima waktu sehari semalam yang wajib didirikan dan yang sehubungan dengannya, dasarnya bukanlah sunnah atau hadits, melainkan ayat al qurán misalnya (al-baqarah 238, hud 144, al-isra’ 78 dan 110, taha 130, al hajj:77, an-nur 58,  ar-rum: 17-18)[9]
Dalam kaitannya dengan tatacara shalat, kasim ahmad pengingkar sunnah dari malaysia menyatakan dalam bahasa Malaysia” kita telah membuktikan bahwa perintah sembayang telah diberi oleh tuhan kepada nabi ibrahim dan kaumnya, dan amalan ini telah diperturunkan, generasi demi generasi hingga kepada nabi Muhammad  dan ummat nya.
Dengan demikian menurut pengingkar sunnah tatacara shalat tidaklah penting, jumlah rakaat,cara duduk, cara sujud, ayat dan bacaan yang dibaca diserahkan kepada masing masing  pelaku shalat. Jadi,  ibadah sholat boleh aja dilakukan dengan bahasa daerah.
Dari argumen diatas dapat dipahami bahwa para pengingkar sunnah  yang mengajukan argumen itu adalah orang orang yang berpendapat bahwa nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan alqurán kepada umatnya. Nabi Muhammad hanya bertugas untuk menerima wahyu dan menympaikan wahyu itu kepada para pengikutnya; di luar hal tersebut nabi Muhammad tidak memiliki wewenang.  Dalam alqurán dinyatakan bahwa orang orang yang beriman diperintahkan untuk patuh kepada Rasulluloh. Hal itu menurut para pengingkar sunnah  hanyalah berlaku tatkala Rasulluloh masih hidup, yakni tatkala jabatan sebagai ulul amri berada di tangan beliau, setelah beliau wafat maka jabatan ulul amri berpindah kepada orang lain ; dan karenanya, kewajiban patuh menjadi gugur
Menurut pengingkar sunnah  sesuatu yang zhann  (sangkaan) tidak dapat dijadikan hujjah, hadits pada umumnya berstatus zhann dan hanya sedikit saja yang berstatus qath’I, kalau agama didasarkan pada sesuatu yang zhann maka berarti agama berdiri diatas dasar yang tidak pasti. Hal itu tidak boleh terjadi. Karenanya  hadits atau sunnah bukan sumber ajaran agama Islam. Sumber ajaran Islam haruslah berstatus pasti (qath’i) saja yakni al-quran.[10]        
Yang dimaksud dengan argumen non naqli adalah argumen yang berupa ayat al qurán atau hadits. Walaupun sebagian  dari argumen argumen  itu ada yang menyinggung  sisi tertentu dari ayat al qurán  ataupun hadits, namun karena yang dibahasnya bukan lah ayat ataupun matan haditsnya secara khusus, maka argumen argumennya non naqli juga. Diantaranya:
  1. al qurán diwahyukan oleh Allah kepada nabi Muhammad  melalui malaikat jibril dalam bahasa arab. Orang orang yang memiliki pengetahian bahasa arab mampu memahami al qurán secara langsung, tanpa bantuan penjelasan  dari hadits nabi. Dengan demikian hadits nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk al qurán.
  2. Dalam sejarah, umat Islam telah mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena terpecah pecah, perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang kepada hadits nabi jadi menurut para pengingkar sunnah hadits nabi merupakan sumber kemunduran umat Islam
  3. Asal mula hadits nabi yang di himpun dalam kitab kitab hadits adalah dongeng dongeng semata
  4. Menurut dokter taufiq sidqi tiada satupun hadits nabi yang dicatat pada zaman nabi. Pencatatan hadits terjadi setelah nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadits tersebut manusia berpeluang untuk mempermainkan  dan merusak hadits sebagai mana yang telah terjadi
  5. Menurut pengingkar sunnah  kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadits sangat lemah untuk mencantumkan kesahihan hadits dengan alasan pertama, dasar kritik sanad itu yang dalam ilmu hadits dikenal denga ilmu jarh wa at-ta’dil baru muncul setelah satu setengah abad  nabi wafat, dengan demikian, para periwayat generasi sahabat nabi, at-tabi’in dan atba’at-tabi’in tidak dapat ditemui dan diperiksa lagi. Kedua, seluruh sahabat nabi sebagai periwayat hadits pada generasi pertama di nilai adil oleh para ulama hadits pada ahir abad ketiga dan awal abad keempat hijriyah. [11]
d. Bantahan Terhadap Kaum Inkar As-Sunnah
Seluruh argumenasi yang diajukan dan menjadi dasar dari berbagai statemen yang dikedepankan oleh kelompok Inkar Al-Sunnah dinilai lemah oleh mayoritas muslim. Untuk para intelektual dari kalangan muhaddisin melakukan counter attact terhadap statemen dan argumenasi yang mereka ajukan tersebut.
Bantahan terhadap argumenasi yang didasarkan pada dalil-dalil naqli adalah;
a. Pandangan yang mengatakan sunnah Nabi zann, sedangkan kita dituntut untuk menggunakan yang yakin saja yaitu al-Qur’an. Padahal ayat al- Qur’an jika dilihat dari perspektif asbab al-nuzul-nya memang diakui qat’i datang dari Allah SWT, namun jika dilihat dari perspektif dalalahnya masih sangat banyak yang bernilai zanniyat al-dalalah dengan pengertian yang zann juga dan belum memberikan kepastian hukum
b. Hadits-hadits yang berstatus ahad memang bersifat zann, namun disisi lain juga didapati ayat-ayat yang dalam pengertiannya juga mengandung makna zhann. Sehingga jika ditilik dari perspektif pengertian dan makna, antara sebagian ayat al-Qur’an dengan hadits ahad tidak ada perbedaan yang signifikan[12].
c. Ayat-ayat al-Qur’an dalam menjelaskan hukum dan kewajiban tertentu sebagian masih bersifat general, yang menghendaki penjelasan (bayan), salah satunya dengan menggunakan sunnah Nabi.
d. Kelompok Inkar al-Sunnah trekesan sepotong-potong dalam mengambil ayat al-Qur’an, sehingga sangat terlihat kekurangan waktu untuk menelaah ayat-ayat tersebut. Misalnya mereka hanya berdalil dengan surat An-Nahl ayat: 89[13], Padahal dalam konteks yang lain Allah juga berfirman dalam surat An-Nahl ayat: 44[14], tapi tidak mereka jadikan hujjah.
e. Surat Al-An’am ayat 38, dalam pemahaman para ulama sangat berbeda dengan pemahaman kelompok Inkar al-Sunnah. Menurut para ulama, arti kata al-kitab dalam ayat tersebut adalah “segala sesuatu tidak ada yang dialpakan Allah SWT, semuanya telah termuat di lauh al-mahfud” Inilah pandangan sekaligus jawaban para pembela sunnah dalam membantah argumenasi yang diajukan dalam bentuk dalil naqli.
Adapun pandangan terhadap argumenasi yang berdasarkan logika adalah;
a. Orang yang memahami bahasa Arab secara baik dari segi tata bahasa demikian juga uslubnya yang dapat dikatakan sebagai pakar bahasa sekalipun tidak akan mampu memahami al-Qur’an secara keseluruhan. Karena kata-katanya masih banyak yang bervariasi, ada yang global ada pula yang masih mubham dan lain sebagainya yang dalam pemaknaan sangat membutuhkan intervensi dari sunnah Nabi.[15]
b. Realitas sejarah kemunduran umat Islam memang suatu kenyataan dan perpecahan menjadi salah satu penyebabnya, namun tidak tepat kalau menjadikan sunnah sebagai kambing hitamnya. Karena realitas histories juga telah membuktikan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sosio-kultural termotivasi oleh hadits nabi disamping al-Qur’an. Ini sebagai bukti kelompok Inkar Al-Qur’an;-sunnah tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam historiografi Islam dan Ilmu Hadits.
c. Dalam berbagai literatur dan dokumen historis telah ditemukan perhatian sahabat yang besar terhadap hadits, seperti Ibnu Abbas (w. 69 H) demikian juga Ibnu ‘Amr Ibnu ‘As (w. 65H), merupakan diantara sahabat yang sangat commited terhadap hadis dan sangat rajin membukukannya dari Nabi.
d. Pandangan Taufiq Sidiq sangat lemah dilihat dari perspektif historiografi, karena dalam beberapa hal dan keadaan cukup banyak para sahabat yang mempunyai koleksi hadits nabi walaupun masih dalam bentuk private collection (koleksi pribadi). Perjanjian Hudaibiyah, Piagam Madinah dan beberapa surat Nabi yang dikirim kepada para Raja merupakan bukti konkritnya[16].



KESIMPULAN
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa kedudukan hadits Rasul merupakan sumber dan dasar hukum Islam setelah al qurán, dan umat Islam diwajibkan mengikuti hadits  sebagaimana di wajibkan mengikuti alqur’an, Dalam hubungannya dengan alqur’an, hadits berfungsi sebagai penafsir pensyarah, dan penjelas dari ayat ayat alqur’an tersebut.
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah.
Beberapa argumenasi kaum inkar as-sunnah diantaranya:
  1. Alqur’an sudah lengkap, dan Hadits nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk al qurán.
  2. Hadits nabi merupakan sumber kemunduran umat Islam
  3. Asal mula hadits nabi yang di himpun dalam kitab kitab hadits adalah dongeng dongeng semata
  4. Pencatatan hadits terjadi setelah nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadits tersebut manusia berpeluang untuk mempermainkan  dan merusak hadits.
  5. Menurut pengingkar sunnah  kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadits sangat lemah untuk mencantumkan kesahihan hadits.
Menurut Kelompok pembela sunnah, Inkar al-Sunnah terkesan sepotong-potong dalam mengambil ayat al-Qur’an, sehingga sangat terlihat kekurangan waktu untuk menelaah ayat-ayat tersebut.
Realitas sejarah kemunduran umat Islam memang suatu kenyataan dan perpecahan menjadi salah satu penyebabnya, namun tidak tepat kalau menjadikan sunnah sebagai kambing hitamnya. Karena realitas histories juga telah membuktikan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sosio-kultural termotivasi oleh hadits nabi disamping al-Qur’an.
 DAFTAR PUSTAKA
Ali Mustofa Yaqub.2004. Kritik hadits.Jakarta: Pustaka Firdaus
Azami.M.2000. studies in early hadits literature, terj.Ali Mustofa Yaqub. Jakarta: Pustaka Firdaus
Ismail,Syuhudi.1995.Hadits Nabi Menurut Pembela Pengingkar Dan Pemalsunya. Jakarta: Gema Insani Press.
Qattan.Manna’.2009. pengantar study hadits.Jakarta: Pustaka al Kautsar
___________.1992.Metodologi Penelitian Hadis.Jakarta : Bulan Bintang.
Solahudin, Agus.2009.ulumul hadits. Bandung: Pustaka Setia
Suparta, Munzier.2010.ilmu hadits. Jakarta: Rajawali Press


[1] Daud rasyid dalam bukunya agus sholahudin.2009.ulumul hadits. Bandung:pustaka setia  hlm 207
[2] Ibid hlm 208
[3] Munzier suparta.2010. ilmu hadits rajawali press hlm.49
[4] Ibid hlm 49
[5] Agus solahudin 2009. ulumul hadits: Bandung pustaka setia. Hlm 74-75
[6] Qattan,manna’ 2009.pengantar study hadits. Jakarta. Pustaka alkautsar hlm 34
[7] Ibid hlm.84
[8] Ali mustofa yaqub.2004. Kritik hadits.jakarta: pustaka firdaus hlm 46
[9] Syuhudi ismail hadits nabi menurut pembela pengingkar dan pemalsunya. Jakarta:gema insani press.1995 hlm 15-16
[10] Ibid hlm 19
[11] Ibid hlm 20-22
[12] m.azami. studies in early hadits literature, terj.ali mustofa yaqub. Jakarta: pustaka firdaus.2000 hlm 58
[13] Ayat itu artinya; “dan Kami turunkan al-Qur’an kepadamu sebagai penjelas semua
masalah”
[14] Ayat tersebut artinya; ‘dan Kami turunkan al-Qur’an kepadamu agar kamu menjelaskan
kepada manusia tentang segala sesuatu yang diturunkan kepada mereka”.
[15] M.Azami hlm 59
[16] M.Syuhudi Ismail 1993, Metodologi Penelitian Hadis. Jakarta : bulan bintang  hlm.
13-96.

Rabu, 29 Februari 2012

SEJENAK NYANTAI NGOPI DI GUNUNG GUMITIR


TEORI DASAR STUDY ISLAM


BY: MANSHUR MUSTHOFA
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Ibarat spektrum cahaya, Islam itu terpancar menjadi beragam dimensi. Semua dimensi itu pada hakikatnya adalah satu yaitu Islam. Tidak semua muslim mampu menangkap seluruh dimensi yang dipancarkan oleh islam. Setiap muslim hanya mampu menangkap dimensi dimensi tertentu, sesuai dengan kemampuan  daya tangkap dan visinya masing-masing.
Studi Islam bukanlah tumbuh dan berkembang dari realitas historis yang hampa, ia hadir secara kronoligis dalam konteks ruang dan waktu yang jelas, hal ini terjadi sebagai respon sejarah atas sejumlah persoalan keagamaan yang dialami umat Islam.
Selanjutnya studi Islam juga merupakan bagian dari sebuah kajian keislaman dengan wilayah telaah materi ajaran agama dan fenomena kehidupan beragama. Pendekatan yang dilakukan biasanya melalui berbagai disiplin keilmuan, baik yang bersifat dokrinal-normative maupun histories–empiris. Secara metodologis kedua pendekatan tersebut merupakan elemen yang sangat penting dalam kajian keislaman semisal pendekatan tentang Islam dalam konteks normative keagamaan yang harus dijangkau oleh kaum muslimin dengan pendekatan tentang Islam yang merupakan lapangan kajian.
  1. Pokok Masalah
Dari latar belakang di atas maka dalam makalah ini akan disajikan beberapa pokok permasalahan yang perlu diketahui dalam konteks kajian  studi Islam, adapun pokok masalahnya adalah sebagai berikut:
1.          Definisi studi Islam.
2.          Pokok-pokok ajaran Islam sebagai dasar studi  Islam.
3.          Urgensi dan Signifikansi studi Islam

A.    Islam Sebagai Pengertian Yang Sebenarnya
Islam adalah agama yang ajaran-ajaranya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia, sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil aspek itu adalah Al-Qur’an dan hadits (Harun Nasution, 1985: 24).
Ajaran yang terpenting dari Islam adalah Tauhid yakni pengakuan tentang adanya Tuhan Yang Maha  Esa. Hal ini juga menjadi dasar kerasulan, wahyu, soal musyrik dan kafir, hubungan makhluk, surga neraka dan sebagainya yang mana kesemuanya ini dibahas dalam ilmu tauhid atau dalam istilah baratnya disebut Teologi. Aspek Teologi merupakan aspek yang paling penting sebagai dasar bagi Islam.
Salah satu ajaran dasar lain dalam agama Islam adalah bahwa manusia yang tersusun dari badan dan roh itu berasal dari Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tuhan adalah suci dan roh yang datang dari Tuhan juga suci kalau ia menjadi kotor dengan masuknya ia ke dalam tubuh manusia yang bersifat materi, ia tidak akan dapat kembali ke tempat asalnya. Oleh karena itu harus diusahakan supaya roh tetap suci dan manusia menjadi baik.
1.    Pengertian Studi Islam
Secara etimologi studi Islam merupakan terjemahan dari bahasa arab Dirasah Islamiyah sedangkan dalam kajian Islam di barat di sebut Islamic studies yang mempunyai arti kajian tentang hal-hal yang berkaitan dengan keislaman, sedangkan pengertian studi Islam secara terminologis adalah kajian secara sistematis dan terpadu untuk memahami dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam baik yang menyangkut sumber-sumber ajaran Islam, pokok ajaran Islam, sejarah Islam maupun realitas pelaksanaanya dalam kehidupan (IAIN Press, 2002: 1).
Sedangkan menurut Abudin Nata yang dimaksud dengan studi Islam adalah pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan manusia (2009: 152).
Selanjutnya Masdar Hilmy didalam bukunya Studi Islam juga menerangkan bahwa studi Islam (Islamologi) merupakan sebuah kajian yang mempelajari Islam hanya sebatas Islam sebagai ilmu pengetahuan. Dalam kaitan ini, Islam dikaji bukan untuk dipraktikkan dalam tataran normativitas melainkan hanya didorong oleh tuntutan profesionalisme kajian keislaman. (Masdar Hilmy,2005: 28).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa studi Islam merupakan sebuah kajian keislaman yang dirumuskan berdasarkan sumber ajaran Islam dan pokok ajaran Islam dalam tataran historisitas-empiris dan dipraktekkan dalam kehidupan manusia. Maka dari itu konsep dasar studi Islam mengacu pada pokok-pokok ajaran Islam dalam benteng sumber ajaran Islam.

B. Pokok-Pokok Ajaran Islam Sebagai Dasar Studi Islam
1. Akidah Sebagai Dasar Studi Islam
Akidah berasal dari bahasa Arab “aqada-ya’qidu-‘aqdan” yang artinya mengikat. Secara etimologi akidah bisa diartikan sebagai keimanan atau keyakinan, sedangkan secara terminologi akidah adalah ikatan hati seseorang kepada sesuatu yang diyakini dan diimaninya dan ikatan tersebut tidak boleh dilepaskan selama hidupnya (IAIN Press, 2002: 71).
Dengan demikian akidah merupakan sisi teoritis yang pertama kali harus diimani atau diyakini dengan keyakinan yang mantap tanpa keraguan sedikitpun. Terlebih hal ini dibuktikan dengan banyaknya nash-nash Al-Qur’an maupun hadits mutawatir yang secara eksplisit menjelaskan persoalan ini (enam rukun iman), disamping adanya dakwah-dakwah para ulama’ sejak pertama kali ajaran Islam di dakwahkan oleh Rasulullah. Dan perkara itulah yang menjadi inti ajaran Allah kepada para rasul sebelumnya.
Dalam hakikat dan maknanya, tauhid atau akidah berdiri diatas tiga kriteria yang talazum (simbiosis mutualisme), satu sama lain tak terpisahkan.terjadinya kesenjangan pada salah satu sendi diatas akan mengakibatkan kefatalan pada bagian yg lain, ketiga kriteria tersebut adalah (1) tauhid rububiyah, (2) tauhid uluhiyah, dan (3) tauhid hakimiyah. (daud rasyid, 1998:18)
Tauhid rububiyah adalah melekatnya semua sifat sifat ta’tsir(yang mengandung unsur dominasi atau pengaruh) pada allah SWT, umpamanya sifat pencipta, pemberi rizki,pengatur alam, yang menghidupkan, yang mematian,pemberi petunjuk dan sebagainya. Dari sini dapat diketahui bahwa makna rububiyah beserta segala konsekwensinya, tidak mungkin dimiliki secara sempurna dan hakiki oleh siapa pun, selain dari Allah SWT. dariNYA bersumber wujud (keberadaan) dan segala sifat sifat yang sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk.
Tauhid uluhiyah adalah bahwa hanya allah semata-mata yang berhak diperlakukan sebagai tempat khudhu’(tunduk merendah)oleh hambanya dalam beribadah dan taat. Dengan kata lain, tak ada yang berhak dipatuhi  secara mutlaq selain allah SWT. Semua manusia adalah hamba allah, hamba yang betul betul berlaku dan berpenampilan sebagai hamba. Bukan hamba yang berlagak sebagai raja. Manusia tidak berhak meperbudak manusia lainnya dengan alasan apapun
Tauhid al-hakimiyah yang mengandung arti hanya allah lah yang berhak membuat ketentuan,peraturan, dan hukum. Setiap muslim berkeharusan menaati perintah dan larangan allah.(daud rasyid,1998:17-22)  
2.    Syari’ah Sebagai Dasar Studi Islam
Kata syari’ah berarti jalan tempat keluarnya air untuk minum, kemudian bangsa Arab pada waktu itu menggunakan kata ini untuk konotasi jalan lurus. Sehingga ketika dipakai dalam pembahasan hukum maka syari’ah ini mempunyai makna segala sesuatu yang di syari’atkan Allah kepada hamba-hambanya sebagai jalan yang lurus untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. (IAIN Press, 2002: 101).
Selanjutnya Mahmud Shaltout memberikan pengertian yang jelas mengenai syari’ah yakni ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah atau hasil pemahaman atas dasar ketentuan tersebut untuk dijadikan pegangan oleh umat manusia baik hubungan dengan Tuhan, dengan manusia lain, dengan alam dan dalam menata kehidupan yang lain.
Aspek hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan di sebut ibadah, Aspek hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam dan lingkungan disebut muamalah. Selanjutnya disiplin ilmu yang membahas masalah syari’ah adalah Fiqh.( IAIN Press, 2002:102).

3.      Akhlak Sebagai Dasar Studi Islam
Secara etimologi kata akhlak mempunyai arti budi pekerti, peringai, tingkah laku atau tabiat. Sedangkan secara terminologi banyak pakar yang mencoba mendefinisikan akhlak salah satunya adalah Al-Ghazali. Akhlah menurut Al-Ghazali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. (IAIN Press, 2002: 103).
Dengan demikian akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa manusia dan ia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu serta tidak memerlukan adanya dorongan dari luar dirinya.
Dari ketiga pokok ajaran Islam di atas baik itu akidah, syari’ah dan akhlak merupakan dasar bagi pemikiran studi Islam yang melakukan kajian Ilmiah terhadap Islam. Pada umumnya Apabila konteks ajaran itu bersifat doktrinal normative maka ajaran itu dibangun, diramu, dibakukan, dan ditelaah lewat pendekatan doctrinal-teologis, sedang Apabila konteks ajaran itu bersifat historis-empiris maka studi Islam mempunyai peran untuk mengkaji konteks ajaran Islam ini secara paripurna, ditelaah lewat berbagai sudut pendekatan keilmuan social-keagamaan yang bersifat multi dan interdisipliner, baik lewat pendekatan histories, filosofis, psikologis, sosiologis, cultural maupun antropologis dengan mempertemukan dengan nilai agama yang bersumber pada wahyu maupun hadits.
Dengan demikian studi Islam dapat mempertegas dan memperjelas wilayah agama yang tidak bisa dianalisis dengan kajian empiris yang kebenaraanya bersifat relatif maupun sebaliknya terus melakukan kajian studi keislaman dalam tataran historisitas dengan tujuan menjadikan Islam sebagai agama yang menjadi sasaran studi, baik itu dalam segi doktrinal, sosial dan budaya demi mendapatkan kajian keislaman yang aktual.
Sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela.sebagaimana karakteristik keseluruhan ajaran islam, maka sumber islam adalah alquran dan hadist dan bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral.

C.Maksud Dan Tujuan Studi Islam
Merujuk pada sejarah Peradaban Islam untuk dapat menjelaskan motif-motif kesejarahan dalam normativitas Islam yakni dengan mengadakan studi terhadap Islam maka dinamika histories yang menjadi perwujudan dari ide – ide Islam mulai dari permulaan diturunkannya Islam hingga masa akhir akhir ini baik diwilayah yang menjadi tempat turunnya Islam maupun di wilayah-wilayah lain di berbagai belahan dunia menjadi sangat penting untuk dikaji baik itu dalam lingkungan majlis Ta’lim maupun lingkungan civitas akademika.
Studi ini bisa dilakukan melalui perangkat historis-kultural Yang mana dalam konteks ini menemukan signifikasinya sebagaimana dijelaskan melalui beberapa hal, pertama, pentingnya studi dilakukan sebagai bentuk pemenuhan terhadap motivasi imperative agama untuk meneladani rosul. Kedua, signifikansi dilakukannya studi Islam sebagai alat untuk menafsirkan dan memahami maksud teks-teks suci Al-qur’an . Hal ini karena memahami maksud teks tersebut harus lebih dulu memahami latar belakang sejarah turunnya, atau dalam bahasa teknis agama disebut dengan asbab al-nuzul. Ketiga, studi tersebut penting untuk mengetahui proses dialogis antara normativitas Islam dengan nilai nilai historisitas yang melingkupinya dalam praktis Islam di tengah tengah masyarakat. Hal ini karena pada tataran  historis-empiris, agama ternyata juga sarat dengan berbagai “kepentingan” social kemasyarakatan yang rumit untuk dipisahkan. Keempat, signifikansi dilakukannya kajian histories ini agar nilai perkembangan historis dapat dipergunakan sebagai pertimbangan untuk merekonsruksi disiplin disiplin studi Islam bagi kepentingan masa depan.
Dengan demikian, nilai positif dari kajian studi Islam ini implikasinya sangat jauh, meliputi kerangka teoritis maupun praktis sehingga kemudian menjadikan keterbukaan terhadap kajian keislaman  dan mampu melahirkan berbagai disiplin Ilmu baik itu sosiologi, antropologi, filsafat, sejarah, ilmu bahasa dan sebagainya.

  1. Urgensi Dan Signifikansi Studi Islam
Agama adalah ibarat manusia untuk mengetahui perihal manusia yang lain dan bisa dilakukan dengan dua cara : pertama, membaca ide dan pemikiran yang bersangkutan yang tertuang dalam berbagai karangan, pernyataan dan pekerjaannya, serta kedua, mempelajari biografi kehidupannya. Untuk mengenal agama, harus dilakukan dengan cara mempelajari ide-idenya serta membaca biografinya. Menurut Mukti Ali yang dikutip masdar Hilmy (2005: 20) ide-ide agama terpusat pada kitab sucinya, sedangkan biografi agama dapat ditemukan melalui sejarah yang dialaminya.
Dalam konteks Islam, untuk memahami agama bisa dilakukan penelitian atau studi dengan menggunakan 2 metode pertama mempelajari teks-teks suci Al-Qur’an yang merupakan himpunan dari ide dan out put ilmiah serta literature yang dikenal dalam Islam, kedua mempelajari dinamika histories yang menjadi perwujudan dari ide-ide Islam, mulai dari permulaaan diturunkannya misi Islam terutama masa Nabi Muhammad SAW  hingga masa akhir ini.
Islam yang telah mengalami proses dialogis  dengan masyarkat tidak bisa dihindarkan dari munculnya beragam wajah sebagai gambarannya. Keberagaman itu timbul karena persoalan ruang dan waktu. Perbedaaan ruang dan waktu itu melahirkan perbedaan pemahaman oleh masyarakat  bersangkutan sesuai dengan setting yang mereka hadapi, baik berupa tuntutan maupun tantangan salah satu contoh Islam yang ada di Indonesia berbeda dengan di timur tengah baik pada tataran kognitif maupun praktis social.
Atas dasar permasalahan diatas maka sangat urgen diperolehnya pemahaman Islam secara utuh dan tidak distortif. Argumentasinya adalah bahwa realitas perbedaan diatas bila tidak didekati secara tepat akan menimbulkan pemahaman yang pincang tehadap Islam karena Islam sebagai agama mempunyai dimensi normatif dan histories. Oleh karena itu dalam kaitan ini, memahmi ide-ide Islam yang ada dalam Al-Qur’an urgen sekali dilakukan. Hal ini tampak dari argumentasi bahwa ide-ide dalam kitab suci tersebut merupakan dasar normative dan pondasi dari ajaran-ajaran Islam yang ditawarkan kepada manusia. Al-Qur’an memegang landasan moral bagi gagasan-gagasan dalam praktek seperti ekonomi, politik dan social di tengah-tengah kehidupan manusia. Meski Al-Qur’an meliputi ide-ide normative Islam, teks-teksnya di turunkan kepada Nabi Muhammad saw tidak hanya dalam bentuk idenya semata, melainkan juga disampaikan secara verbal.
Pentingnya dilakukan studi terhadap ide-ide normatif Islam yang terhimpun dalam Al-Qur’an ini agar diperoleh pemahaman normative doctrinal yang cukup terhadap sumber dari teks suci Islam untuk menunjang pemahaman yang  kontekstual – histories sehingga didapatkan pandangan yang relative utuh terhadap Islam dengan berbagai atributnya. Hal yang demikian ini untuk menghindari terjadinya proses distorsi dan reduksi terhadap makna substantif Islam dan sekaligus kesalahan dalam mengambil kesimpulan tentangnya.
Kesalahan dan kegagalan para Ilmuwan Barat dalam mamahami masyarakat Muslim bukan terletak pada “Perspektif tentang kebenaran”  yang berbeda, melainkan  karena ketidaktahuan dan ketidak akuratan dalam memahami masyarakat Muslim. Itulah salah satu diantara penyebab ketidakakuratan adalah kurang diperankanya teks-teks normative Islam dalam kajian masing-masing sebagai landasan normative untuk melihat historisitas Islam.
 Untuk dapat menjelaskan motif-motif kesejarahan dalam normativitas Islam perlu dilakukan studi terhadap dinamika histories yang menjadi perwujudan dari ide – ide Islam, mulai dari permulaan diturunkannya Islam hingga masa akhir akhir ini baik diwilayah yang menjadi tempat turunnya Islam maupun di wilayah wilayah lain di berbagai belahan dunia.
Untuk menggambarkan  secara numerik dalam kerangka besar urgensi dan signifikansi studi Islam seperti tersebut diatas, maka menurut masdar Hilmy (2005: 24-27) dapat diuraikan sebagai berikut :
a.               Studi Islam diarahkan sebagai instrument untuk memahami dan mengetahui  proses sentrifugal dan sentripetal dari Islam dan masyarakat. Di dalam jantung tradisi studi tadi, terdapat al-Qur’an yang dalam proses legalisasinya memiliki kapasitas dan daya gerak keluar ( sentrifugal), merasuki dan berdialog dengan berbagai  asuhan budaya baru berusaha mendapatkan legalisasi dan legitimasi.
b.              Sebagai konsekuensi poin pertama, studi Islam secara metodologis memiliki urgensi dan signifikansi dalam konteks untuk memahami cara mendekati Islam, baik pada tataran realitas – empiric maupun normative doktrinal secara utuh dan tuntas. Hal demikian agar pemahaman terhadap Islam tidak pincang. Selama ini, beberapa ahli ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya  para orientalis, mendekati Islam dengan metode Ilmiah saja. Akibatnya, penelitian mereka  tidak bisa menjelaskan secara utuh obyek yang diteliti karena yang mereka hasilkan melalui penelitian itu hanyalah eksternalitas dari Islam semata.
c.               Studi Islam begerak dengan mengusung kepentingan untuk memperoleh pemahaman yang signifikan terhadap persoalan hubungan antara normativitas dan historisitas dalam rangka menangkap atau memahami esensi atau substansi dari ajaran yang nota bene sudah terlembagakan dalam bentuk aliran-aliran pemikiran (schools of thought).
d.              Studi Islam diselenggarakan untuk menghindari pemahaman yang bersifat campur aduk, tidak dapat menunjukkan distingsi antara wilayah agama dan wilayah tradisi atau budaya. Pencampuradukan itu pada urutannya akan dapat memunculkan pemahaman yang distortif terhadap konsep kebenaran, antara yang absolute dan relative.
BAB IV
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Islam adalah agama yang ajaran-ajaranya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia, sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil aspek itu adalah Al-Qur’an dan hadits.
Pembagian studi tentang Islam memang harus dilakukan karena untuk mengetahui informasi tentang kajian Islam yang harus dijangkau oleh kaum muslimin dengan data dan informasi tentang Islam yang merupakan lapangan kajian atau studi Islam yang dalam bahasan lain disebut Islamologi.
Islamologi mempelajari dan mengkaji Islam hanya sebatas Islam sebagai ilmu pengetahuan.Dalam kaitan ini, Islam dikaji bukan untuk dipraktikkan dalam tataran normativitas melainkan hanya didorong oleh tuntutan profesionalisme kajian keislaman.
Dengan demikian, nilai positif dari kajian studi Islam atau Islamologi ini implikasinya sangat jauh, meliputi kerangka teoritis maupun praktis sehingga kemudian menjadikan keterbukaan terhadap kajian keislaman  dan mampu melahirkan berbagai disiplin Ilmu baik itu sosiologi, antropologi, filsafat, sejarah, ilmu bahasa, ilmu hukum  dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Bandung : Diponegoro
Hilmy, Masdar, MA, Muzakki, Akh, M.Ag, 2005,  Studi Islam, Surabaya: Arkola
IAIN, Sunan Ampel. 2002. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Press.
Mudzhar Attho’ H, M, Dr. 2004. Pendekatan Studi Islam (dalam teori dan praktek). Jakarta : Pustaka Pelajar
Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai aspek. Jakarta: UI-Press
Nata, Abudin, Prof, Dr, 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rasyid,Daud,DR,MA,1998.Islam Dalam Berbagai Dimensi:Gema Insani Press.

PERAN SUPERVISOR DALAM MENGEVALUASI GURU


by: Manshur Musthofa
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Setiap manusia adalah unik maka tidak ada kondisi yang sama antara guru yang satu dengan guru yang lainnya. Kondisi tersebut diantaranya kemampuan umum, watak, bakat, dan kepribradian.
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus menerus. Karena pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi  serta mobilitas masyarakat. Itulah sebabnya ulasan  mengenai perlunya supervisi pendidikan itu bertolak dari keyakinan dasar bahwa guru adalah profesi.
Pada saat yang sama terdapat kesadaran diantara para guru, administrator dan supervisor bahwa evaluasi kinerja dibidang apapun adalah sulit. Subyek sensitive terhadap kesalahan kotor dan misjudgment. Tidak ada aspek pengajaran dapat lebih mengancam untuk guru dari pada evaluasi kinerja mereka. Tidak ada aspek administrasi yang lebih menyakitkan bagi seorang administrator yang cermat yaitu mengevaluasi guru. Administrator yang menegaskan bahwa mengevaluasi kinerja guru mudah, tidak mengancam dan rutinitas serius meremehkan kompleksitas dan dampak dari penilaian guru. Administrator dan bukti bukti sikap ini  merupakan salah satu yang telah lupa reaksinya  untuk evaluasi sebagai guru dan siapa yang tidak dikenakan sistematis, evaluasi formal sebagai administrator.
Sementara guru perlu untuk mengembangkan sikap menerima evaluasi sebagai sarana untuk memperbaiki diri dan profesi. System sekolah harus menemukan cara-cara untuk mengevaluasi guru yang layak, adil, manusiawi, dan seobjektif mungkin.
  1. Rumusan Masalah
Agar makalah ini dapat fokus dan tidak melenceng dari tema, maka perlu rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
    1. Bagaimana peran supervisor dalam membantu guru mengevaluasi diri?
    2. Bagaimana Teknik supervisor dalam membantu guru mengevaluasi diri?
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, pembinaan guru adalah hal yang tak terelakkan lagi, sebab guru adalah ‘dalang’ yang menjadi titik tumpu keberhasilan dalam mengantarkan peserta didik menuju kesuksesan dalam belajar. Perlu disadari bahwa guru merupakan sebuah profesi dan oleh karenanya harus terus berkembang kearah yang lebih positif dan lebih baik. Disinilah supervisi dianggap penting untuk dilakukan[1]
      Salah satu prinsip dalam supervisi adalah memberi kesempatan kepada supervisor  dan guru-guru untuk mengadakan ‘’self evaluation’. Hal ini dimaksudkan untuk memupuk kesadaran dari para guru agar mau meningkatkan kualitasnya dalam menjalankan profesi. Selain itu evaluasi juga dianggap sebagai proses untuk menetukan kualitas dari sesuatu atau sebuah pekerjaan[2]
      Dalam hal ini peran supervisor sangat penting, mengingat tidak semua guru bersikap professional pada profesinya. Namun demikian pelaksanaan supervisi harus tetap bijak dan berpegang pada prinsip-prinsip supervisi.
      Tulisan ini mencoba menampilkan ulang konsep yang ditawarkan oleh Peter F oliva tentang peran supervisor dalam membantu  guru untuk melakukan evaluasi pada dirinya. Dan agar dapat diambil nilai manfaat yang lebih berfungsi dicoba untuk dielaborasi  dengan konsep-konsep dari buku lain sehhingga menghasilkan konklusi yang mudah diterapkan dalam konteks kekinian dan keindonesiaan.
      Ringkasan Konsep
Seorang guru sebagai ujung tombak pengajaran selalu berhadapan dengan berbagai hal dimana dia tidak mungkin dapat menyelesaikan masalah keseluruhannya tanpa mendapatkan bantuan dari pihak lain khususnya kepala sekolah/supervisor. Guru selalu berhadapan dengan sesuatu yang selalu berbeda dan berubah, seperti kondisi siswa, kurikulum, tuntutan orang tua/masyarakat, kebutuhan hidupnya dan lain-lain. Dengan adanya pengawasan yang dilakukan oleh pengawas/supervisor akan menambahkan semangat dan motivasi kerja guru dengan cara memperbaiki segala jenis dan bentuk kekurangannya dalam proses belajar mengajar.[3]
Guru kadang-kadang harus merasa bahwa mereka adalah yang paling professional ditempat kerja dan ditempat tinggal mereka dan harus menghindari perilaku yang dianggap merugikan. Karena kinerja mereka selalu diperhatikan dan dinilai oleh siswa, guru-guru lain, pimpinan serta masyarakat umum. Untuk itu seorang guru harus mau dievaluasi kinerjanya agar profesionalisme  seorang guru dapat terjaga  untuk memperbaiki diri.
Evaluasi guru terdiri dari dua komponen. Pertama, evaluasi sumatif yaitu penilaian tahunan yang dilakukan oleh pimpinan. Hal ini tidak hanya untuk perbaikan mutu pembelajaran, tetapi juga pada layanan prima (misalnya keputusan, masa jabatan, jenjang karir dan honorarium) kedua, evaluasi formatif, yaitu penilaian yang dilakukan oleh supervisor secara berkesinambungan untuk mengetahui administrasi mengamati kelas dan melakukan komunikasi dengan guru yang bertujuan membantu mereka meningkatkan hasil pembelajaran.
Selain itu seorang guru harus dapat mengevaluasi dengan buku, dimana guru mengevaluasi diri mereka sendiri dengan sarana yang disediakan supervisor sehingga dapat membantu pelaksanaan system sekolah.
  1. kompetensi yang dievaluasi
Dalam evaluasi guru harus membuat kriteria system penilaian terlebih dahulu, kriteria penilaian terhadap kompetensi yang akan dibuat terdiri dari (1) instrumen keterampilan mengajar, (2) kepribadian dan (3) profesionalisme. Dengan menggunakan instrumen penilaian barulah dilakukan penilaian sesuai langkah-langkah yang telah dibuat. Dalam membuat rincian  penilaian seorang supervisor harus memasukkan rencana pengajaran, bahan-bahan kelas dan prosedur yang tepat; begitu juga evaluasi sikap-kepribaadian dan profesionalisme;walau terstandar secara sederhana. Ketika administrator dan supervisor memulai proses identifikasi kompetensi guru, prinsip, metode dan pengembangan, rencana evaluasi sejak awal adalah cara terbaik untuk menjaga komitmen guru guna proses evaluasi
a.      Evaluasi Keterampilan Mengajar
Untuk mengevaluasi keterampilan mengajar seorang supervisor dapat memasuki kelas guru tanpa pembicaraan dan tak terduga, duduk dibelakang ruangan, mengamati kinerja guru, membuat catatan mengajar sementara, menulis ringkasan dan menyerahkan kepada guru. Selain itu seorang pengawas dapat memberikan pelatihan kepada guru sehingga dapat membantu guru mengevaluasi kinerja mereka sendiri. Dalam menguji kompetensi guru supervisor dapat mengikuti pendekatan yang terdiri dari tiga tahap:
1)      pemeriksaan kinerja guru secara umum
2)      pemerikasaan kinerja guru didalam dan di luar kelas
3)      pemeriksaan performan guru itu sendiri
Dari ketiga pendapat ini dapat menghasilkan dua analisis yaitu:
1) analis eksternal yaitu menilai pembelajaran secara umum diluar kegiatan guru
2) analisis internal yaitu analis yang berfokus pada tindakan guru sendiri.
Tujuan dari kedua analisis tersebut adalah memberikan waktu bagi guru dan pengawas untuk membantu pola fikir positif terhadap evaluasi diri sendiri,dan mengembangkan rasa percaya diri.
Dalam melakukan evaluasi dapat menggunakan beberapa teknik; misalnya model yang diterapkan dalam pembelajaran. Model pembelajaran adalah pola yang diterapkan oleh guru dalam mengajar untuk merancang  bahan ajar bagi sinergi berbagai sumber belajar dalam aspek ini akan menitik beratkan  pada peran guru dalam pembelajaran.
Selanjutnya dapat dengan melihat skenario pembelajaran  (protocol materials). Dalam hal ini dapat diamati bagaimana proses pembelajaran berlangsung. Yang ingin dinilai adalah kepekaan guru dalam melaksanakan pembelajaran, kemampuan dalam memankfaatkan situasi dan kemampuan dalam mengontrol.
Alternatif lain adalah dengan memberikan petunjuk pelaksanaan dalam mengajar. Dalam menerapkan teknik ini supervisor pada ahirnya dapat mengevaluasi kinerja guru apakah sesuai dengan yang di targetkan apa belum, baik dari segi pelaksanaannya ataupun hasil.
Selain itu dapat juga dengan pendekatan laboratorium. Maksudnya adalah dengan menghadirkan sekelompok siswa kemudian guru yang akan diberi supervise diminta untuk demonstrasi mengajar. Dalam kegiatan evaluasi semacam ini apa yang tampak pada guru sebagai kekurangan dalam mengajar diberitahukan dan agar selanjutnya diperbaiki.
Dalam evaluasi kemampuan mengajar guru dapat juga dengan pendekatan observasi. Cara ini dilakukan dengan membuat instrumen observasi yang berupa seperangkat kriteria untuk guru, siswa atau kedua-duanya.
      b. Evaluasi Kepribadian Dan Profesionalisme
Dalam evaluasi guru terkait dengan kepribadian dan profesionalisme ternyata ada masalah tersendiri yang harus diselesaikan oleh supervisor, yaitu standart mana yang harus digunakan. Kriteria dan indikator sikap dan profesionalitas masih sangat terbatas. Belum lagi kalau ada perbedaan antara guru dan supervisor. Oleh karenanya supervisor harus menentukan dan membuat kesepakatan atau seolah-olah kesepakatan dengan guru; tentunya dengan cara yang bijak dan efektif.
      c. Penggunaan perangkat evaluasi
Perangkat- perangkat yang digunakan dalam evaluasi guru dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu evaluasi yang dilakukan oleh guru itu sendiri dan supervisor, penilaian siswa dengan memanfaatkan wali murid
      d. Evaluasi oleh guru dan supervisor
Evaluasi guru baik skill mengajar, kepribadian dan profesionalitas pada awalnya harus dilakukan oleh guru itu sendiri kemudian evaluasi oleh supervisor dengan menggunakan instrument yang sama. Setelah masing-masing melakukan evaluasi kemudian mendiskusikan hasil-hasil evaluasinya. Hasil dari diskusi itu adalah rencana perbaikan pada masa berikutnya yang pelaksanaannya masing-masing antara guru dan supervisor saling bekerjasama dalam monitoring
     e. Memanfaatkan siswa dalam evaluasi guru
Dalam mengajar guru harus berorientasi pada siswa. Dengan demikian siswa harus memiliki persepsi yang positif pada gurunya, sehingga merasa nyaman dalam mengajar. Dalam memenuhi kebutuhan ini harus ada manajemen yang menyediakan program penilaian guru oleh siswa dalam pembelajaran. Caranya adalah dengan memberikan instrumen penilaian agar di isi oleh siswa. Hal ini akan membantu dalam pengembangan skill mengajarnya dengan mempertimbangkan sudut pandang siswa.
f. Memanfaatkan orang tua dalam evaluasi guru
Memanfaatkan penilaian orang tua dalam evaluasi guru dimaksudkan menggali kepedulian orang tua tentang guru anaknya di sekolah. Apakah sekolah sudah menyediakan guru terbaik bagi anaknya
B. Teknik-teknik supervisi pendidikan
Usaha untuk membantu meningkatkan dan mengembangkanpotensi sumber daya guru dapat dilaksanakan dengan berbagai alat dan teknik supervisi.     
Umumnya alat dan teknik supervise dapat dibedakan menjadi dua macam alat/teknik, pertama, teknik yang bersifat individual,yaitu teknik yang dilaksanakan  untuk seorang guru secara individual, dan kedua, teknik secara kelompok, yaitu teknik yang dilakukan untuk melayani lebih dari satu orang.
Teknik yang bersifat individual diantaranya[4]:
a. perkunjungan kelas yaitu kepala sekolah atau supervisor datang kekelas untuk meluhat cara guru mengajar di kelas, tujuannya adalah untuk memperoleh data mengenai keadaan sebenarnya selama guru mengajar. Dengan data itu supervisor dapat berbincang-bincang dengan guru tentang kesulitan yang dihadapi guru. Pada kesempatan itu guru dapat mengemukakan pengalaman-pengalaman yang berhasil dan hambatan-hambatan yang dihadapi serta meminta bantuan,  hal ini berfungsi sebagai alat untuk mendorong guru agar meningkatkan cara mengajar guru dan cara belajar siswa. Perkunjungan ini dapat memberikan kesempatan guru-guru untuk mengungkap pengalamannya sekaligus sebagai usaha untuk memberikan rasa mampu pada guru. Karena guru dapat belajar dan memperoleh pengertian secara moral bagi pertumbuhan kariernya.
      b.observasi kelas
      Ada dua jenis yaitu observasi langsung dan tidak langsung. Observasi langsung yaitu dengan menggunakan alat observasi, supervisor mencatat absen yang dilihat pada saat guru sedang mengajar. Sedangkan observasi tidak langsung, orang yang diobservasi dibatasi oleh ruang kaca dimana murid murid tidak menghetahuinya (biasanya dilakukan dalam laboratorium untuk pengajaran mikro). Tujuan dari observasi kelas adalah untuk memperoleh data seobjektif mungkin sehingga bahan yang diperoleh dapat di gunakan untuk menganalisis kesulitan kesulitan yang dihadapi  guru-guru dalam usaha memperbaiki hal belajar mengajar, dan bagi guru sendiri data yang dianalilis akan dapat membantu untuk mengubah cara-cara mengajar kearah yang lebi baik.
     c.Percakapan Pribadi (individual conference)
yaitu percakapan pribadi antara seorang supervisor dengan seorang guru. Dalam percakapan itu kedua-duanya berusaha berjumpa dalam pengertian tentang mengajar yang baik. Yang dipercayakan adalah usaha-usaha untuk memecahkan problem yang dihadapi oleh guru. Adam dan Dickey mengatakan bahwa salah satu alat yang penting dalam supervise adalah individual conference, sebab seorang supervisor dapat bekerka secara individual dengan guru dalam memecahkan problema-problema pribadi yang berhubungan dengan jabatan mengajar misalnya pemilihan dan pemakaian alat-alat pelajaran tentang penentuan dan penggunaan metode mengajar dan sebagainya. Hal ini bertujuan memperbaiki kelemahan-kelemahan dan kekurangan yang sering dialami oleh seoran guru dalam melaksanakan tugasnya di sekolah, misalnya malas malas membua persiapan, kurang membaca buku yang terbaru, malas mengoreksi dan mengembalikan kertas ulangan muroid-murid.
   d. saling mengunjungi kelas (intervisitation)
Yang dimaksud dengan intervisitation adalah saling mengunjungi antara guru yang satu kepada guru yang lain yang sedang mengajar, hal ini dapat memberi ksempatan mengamati rekan lain  yang sedang memberi pelajaran, juga dapat membantu guru- guru yang ingin memperoleh pengalaman atau keterampilan tntang teknik atau metode mengajar serta berguna bagi guru-guru yang menghadapi kesulitan tertentu dalam mengajar. Hal ini juga dapat memberikan motivasi yang terarah terhadap aktifitas mengajar, karena rekan guru mudah belajar dari temannya sendiri karena keakrabannya.
   e. menilai diri sendiri (self evaluation checklist)
Salah satu tugas tersukar bagi guru-guru ialah melihat kemampuan diri sendiri dalam menyajikan bahan pelajaran. Untuk mengukur kemampuan mengajarnya, disamping menilai murid-muridnya, juga penilaian terhadap diri sendiri merupakan teknik yang dapat membantu guru dalam pertumbuhannya. Tipe dari alat ini yang dipergunakan antara lain berupa :
1.            Suatu daftar pandangan/pendapat yang disampaikan kepada murid-murid untuk menilai pekerjaan atau suatu aktifitas. Biasanya disusun dalam bentuk bertanya baik secara tertutup maupun secara terbuka dan tidak perlu memakai nama
2.            menganalisis tes-tes terhadap unit-unit kerja.
3.            Mencatat aktifitas murid-murid dalam suatu catatan(record) baik mereka bekerja perseorangan ataupun kelompok
Berikut ini adalah contoh self evaluation chek list yang di isi oleh guru sendiri tentang kegiatan-kegiatan guru yang mengajar. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengenai kegiatan yang dilakukan guru selama berlangsung proes belajar mengajar. Tujuannya adalah agar guru dapat melihat dirinya sendiri. Apakah ia melaksanakan kegiatan itu atau tidak.
Self Evaluation Check List
No
Kegiatan selama mengajar
Ya
tidak

Selama mengajar saya melaksanakan:


1
Mengajukan pertanyaan yang tepat.


2
Mengajukan pertanyaan tentang fakta-fakta.


3
Memancing pertanyaan dari murid


4
Menjelaskan dan membaca dari buku


5
Dan lain lain



Selanjutnya adalah Teknik kelompok[5]:
Teknik kelompok ialah: supervise yang dilakukan secara kelompok, beberapa kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:
a)      mengadakan pertemuan atau rapat
b)      mengadakan diskusi kelompok
c)      mengadakan penataran-penataran (inservice training) 
C. Peran Supervisor Dalam Membantu Guru Mengevaluasi Diri
            Seperti yang sudah dijelaskan di depan bahwa tugas yang tersukar bagi guru-guru ialah melihat kemampuan diri sendiri dalam menyajikan bahan pelajaran. Untuk mengukur kemampuan mengajarnya.
      Masalah masalah umum yang sering dihadapi guru dalam tugas mengajar dan  mendidik mencakup[6]:
  1. membantu guru dalam menterjemahkan kurikulum dari pusat kedalam bahasa belajar-mengajar
  2. membantu guru-guru dalam meningkatkan program belajar mengajar termasuk disini merancang program,melaksanakan serta membantu dalam menilai proses dan hasil belajar mengajar.
Konsistensi supervisor dalam melakukan self evaluation berkenaan dengan upaya membantu guru, merupakan hal yang perlu dilakukan. Program supervisi dikembangkan dengan mengkaji kebutuhan guru yang sebenarnya. Tujuan pengajaran bukan sekedar rumusan kalimat tetapi dapat menjawab permasalahan pokok yang terkait dengan konsep ideal yang menjadi tujuan dan pandangan hidup masyarakat.
Guru terkadang dalam proses pengajaran tidak memiliki tujuan yang jelas, mengajar berdasarkan buku paket, dan mungkin tujuan hanya satu domain (kognitif). Dihadapkan pada guru yang demikian, jelas mereka memerlukan bantuan supervisor dalam memperbaiki kualitas pengajarannya. Sehingga esensi kegiatan supervisi akan tercapai manakala terjadi peningkatan kualitas pengajaran yang dilakukan secara kontinu (berkelanjutan).
   A. Mengevaluasi Proses Pembelajaran
1.      Apakah siswa kita mengetahui tujuan setiap pembelajaran dari mata pelajaran yang ia pelajari?
2.      Apakah siswa kita mengetahui  mengapa suatu topik dipelajari dan apa aplikasinya dari setiap topik itu?
3.      Apakah guru telah memberi tahu siswanya  tentang kemampuan apa yang harus mereka miliki  setelah pembelajaran dilakukan?
4.      Apakah guru memberi tahu siswa bagaimana caranya memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk setiap topik?
5.      Apakah guru memberi tahu siswa sejak awal tentang tugas-tugas apa yang harus mereka selesaikan selama mengikuti suatu topik?
6.      Apakah guru sering memberikan stimulus dan motivasi pada siswa?
7.      Apakah siswa merasa aman untuk bertanya pada guru?
8.        Apakah guru memperlakukan secara adil kepada setiap siswanya?
9.      Apakah tugas-tugas yang diberikan kepada siswa sudah sewajarnya?
10.  Apakah guru senantiasa mengajak berpikir rasional berpendapat secara proporsional dan menyanggah secara logis?
11.  Apakah guru selalu menghargai sekecil apapun kinerja siswa?

     B. Mengevaluasi Faktor Pendukung Pembelajaran
  1. Apakah guru menggunakan material pembelajaran yang variatif?
  2. Dapatkah guru mengidentifikasi alat pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajarannya?
  3. Apakah guru memaksimalkan sarana fisik di sekolah untuk pembelajaran?
  4. Apakah guru telah menugaskan siswa mencari sesuatu dari perpustakaan?
  5. Apakah guru telah memanfaatkan sumber daya lingkungan di luar sekolah untuk kegiatan pembelajaran?
C. Mengevaluasi Minat dan Sikap Siswa Belajar
1.      Pernahkah guru menggunakan fasilitas psikotes bagi para siswanya?
2.      Pernahkah guru mengevaluasi pekerjaan siswa  berkaitan dengan minat dan sikapnya terhadap mata pelajaran yang dipelajari siswa?
3.      Pernahkah siswa diberikan tes diagnostik tentang minat dan sikap siswa terhadap suatu mata pelajaran?
4.      Apakah guru memberikan contoh konkrit tentang suatu konsep berkaitan dengan minat siswa?
5.      Apakah guru pernah mengobservasi kegiatan siswa di luar sekolah untuk mengidentifikasi  permasalahan belajarnya?
Beberapa pertanyaan di atas adalah pertanyaan minimal yang dapat diajukan untuk mengevaluasi diri tentang program, proses, faktor pendukung suatu pembelajaran yang dilaksanakan seorang guru.   Tentu saja, serangkaian pertanyaan lain yang dipandang perlu dan berkaitan dengan kegiatan mengevaluasi diri bisa ditambahkan ketika seorang guru melakukan evaluasi diri[7].







BAB III
KESIMPULAN

Demikianlah sekelumit tentang evaluasi diri yang bisa dikembangkan untuk kebutuhan guru mengajar dan kebutuhan siswa belajar.  Evaluasi diri akan terasa berat bila dalam pembelajaran tidak mulai dipraktekkan.  Seiring dengan era keterbukaan dan transparansi dalam berbagai sektor, maka sudah sewajarnya setiap pelaku pendidikan dalam mengakhiri kegiatan pembelajarannya dengan melakukan evaluasi diri.
Salah satu prinsip dalam supervisi adalah memberi kesempatan kepada supervisor  dan guru-guru untuk mengadakan ‘’self evaluation’. Hal ini dimaksudkan untuk memupuk kesadaran dari para guru agar mau meningkatkan kualitasnya dalam menjalankan profesi. Selain itu evaluasi juga dianggap sebagai proses untuk menetukan kualitas dari sesuatu atau sebuah pekerjaan
      Dalam hal ini peran supervisor sangat penting, mengingat tidak semua guru bersikap professional pada profesinya. Namun demikian pelaksanaan supervisi harus tetap bijak dan berpegang pada prinsip-prinsip supervisi.
Konsistensi supervisor dalam melakukan self evaluation berkenaan dengan upaya membantu guru, merupakan hal yang perlu dilakukan. Program supervisi dikembangkan dengan mengkaji kebutuhan guru yang sebenarnya meliputi Mengevaluasi Proses Pembelajaran, Mengevaluasi Faktor Pendukung Pembelajaran, Mengevaluasi Minat dan Sikap Siswa Belajar












DAFTAR PUSTAKA

Oliva, Peter. F. 1984. Supervison for Today’s School. New York: Longman.
Purwanto,Ngalim. 2008 Administrasi dan supervise pendidikan.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sahertian, Piet A. 2000. Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia.Jakarta: PT Rineka Cipta.
Gunawan, Ary H.1996  Adminidtrasi Sekolah Adminidtrasi Pendidikan Mikro. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Veitzal Rivai dan Silviana Murni. 2009. Education Management. Jakarta : Rajawali Press


[1] Lihat sahertian, piet A 2009 konsep dasar & teknik supervise pendidikan dalam rangka pengembangan SDM :hlm 1
[2] Lihat Nurkancana, wayan dan sumartana (2000) evaluasi pendidikan hlm 1 dan bandingkan dengan Arikunto, Suharsimi (1996) dasar dasar evaluasi pendidikan, hlm 2
[3]  Lihat Veithzal Rivai dan Sylviana Murni hal. 818.

[4] Lihat sahertian, piet A 2009 konsep dasar & teknik supervise pendidikan dalam rangka pengembangan SDM :hlm 52
[5] Lihat purwanto.ngalim 2008 administrasi dan supervise pendidikan :hlm 122
[6] Lihat sahertian, piet A. 2000, konsep dasar dan teknik supervise pendidikan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia hal 130
[7]Lihat  http://rbaryans.wordpress.com/2010/12/29mengevaluasi-efektifitas-pembelajaran-melalui-evaluasi-diri