NUWUN SEWU

Foto saya
banyuwangi, jawa timur, Indonesia
Kena cepet ning aja ndhisiki, kena pinter ning aja ngguroni,kena takon ning aja ngrusuhi

Jumat, 24 Februari 2012

ASBABUN NUJUL


BY: Manshur Musthofa
BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Mempelajari al-Quran akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan. Meningkatnya perspektif baru dan selalu menemui hal hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukkan maha besar Allah sebagai penciptanya.
Alquran diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia kearah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan nemegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada allah dan risalah Nya. Juga memberi tahukan hal yang lalu, serta berita-berita yang akan datang.
Alquran pada dasarnya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama rasulullah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan terjadi diantara mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada rasulullah untuk mengetahui hukum islam mengenai hal itu maka alquran turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu.
untuk lebih memahami alquran,perlu diketahui latar belakang turunnya atau sering disebut asbabun nuzulnya. Dengan dengan mengetahui asbabun nuzul ayat ayat alquran kita akan lebih memahami arti dn makna ayat-ayat itu dan akan menghilangkan keraguandalam menafsirkannya.
Betapa banyak ulama, yang menganggap penting pengetahuan asbabun nuzul ayat itu, dan berbagai usaha telah mereka lakukanuntuk meneliti dan mengumpulkan bahannya. Mereka itu diantaranya adalah imam al Wahidi, ibnu daqiqul’ied dan ibnu taimiyah
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian dan metode  mengetahui Asbabun Nuzul?
2.      Macam-macam Asbabun Nuzul?
3.      Beberapa pendapat ulama’ tentang asbabun nuzul?
4.      Faedah mengetahui asbabun nuzul?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Asbabun Nuzul
Pengertian Asbabun Nuzul Menurut Subhi Shalih  ialah: Sesuatu yang dengan sebabnya lah turun sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya peristiwa itu. Sedangkan menurut manna’khalil alqattan adalah sesuatu hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.
Di antara sekian banyak aspek yang banyak memberikan peran dalam menggali dan memahami makna-makna ayat al-Qur’an ialah mengetahui sebab turunnya. Oleh karena itu, mengetahui asbabun nuzul menjadi obyek perhatian para ulama. Bahkan segolongan diantara mereka ada yang mengklarifikasikan dalam suatu naskah, seperti Ali Al-Maidienie, guru besar imam Bukhari.Dari sekian banyak kitab dalam masalah ini, yang paling terkenal ialah: karangan Al-Wahidie, Ibnu Hajar dan As-Sayuthi. Dan As-Sayuthi telah menyusun dalam suatu kitab besar dengan judul Lubaabun Nuquul fie Asbabin Nuzuul.
Boleh dikata, untuk mengetahui secara mendetail tentang aneka corak ilmu-ilmu al-Quran serta pemahamannya, tidak mungkin dicapai tanpa mengetahui asbabun nuzul Akan tetapi dengan mengetahui sebab-sebab turunnya, akan jelas pengertian ayat ini, di mana ayat ini diturunkan bagi siapa yang sedang di tengah perjalanan dan tidak tahu mana arah kiblat. Maka ia harus berijtihad dan menyelidiki, kemudian sembahyang kemana saja ia menghadap, sahlah shalatnya. Dan tidak diwajibkan kepadanya bersembahyang lagi setelah bersembahyang apabila ternyata salah.


B.     Metode Mengetahui Azbabun Nuzul
Tidak ada bukti yang menyingkap kebenaran sunnatullah itu selain sejarah, demikian pula penerapannya dalam kehidupan. Seorang sejarahwan yang berpandangan tajam dan cermat mengambil kesimpulan, dia tidak akan sampai kepada fakta sejarah jika tidak mengetahui sebab-musabbab yang mendorong terjadinya peristiwa. Tapi tidak hanya sejarah yang menarik kesimpulan dari rentetan peristiwa yang mendahuluinya, tapi juga ilmu alam, ilmu sosial dan kesusastraan pun dalam pemahamanya memerlukan sebab-musabbab yang melahirkannya, di samping tentu saja pengetahuan tentang prinsip-prinsip serta maksud tujuannya.
Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui Asbabun Nuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah Saw atau dari sahabat. Itu disebutkan pemberitahuan seorang sahabat mengenai hal seperti ini, bila jelas, maka hal itu bukan sekedar pendapat, tetapi ia mempunyai hukum marfu’ (disandarkan pada Rasulullah. Al-Wahidie mengatakan,Tidak halal berpendapat mengenai asbabun Nuzul kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan membahasnya tentang pengertiannya serta bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Al-Wahidie telah menentang ulama-ulama zamannya atas kecerobohan mereka terhadap riwayat asbabun nuzul. Bahkan ia menuduh mereka pendusta dan mengingatkan mereka akan ancaman berat, dengan mengatakan. Sekarang setiap orang suka mengada-ngada dan berbuat dusta: ia menempatkan kedudukannya dalam kebodohan, tanpa memikirkan acaman berat bagi orang yang tidak mengetahui sebab turun
    C. Pendapat Para Ulama Tentang Asbabun Nuzul
Pendapat Para Ulama Tentang Beberapa Riwayat Mengenai (Asbabun Nuzul) Terkadang terdapat banyak riwayat mengenai sebab nuzul suatu ayat. Dalam keadaan demikian, sikap seorang mufasir kepadanya sebagai berikut:
1. Apabila bentuk-bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti: 'Ayat ini turun mengenai urusan ini', maka dalam hal ini tidak ada kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu; sebab meksud riwayat-riwayat tersebut adalah penafsiran dan penjelasan bahwa hal itu termasuk kedalam makna ayat dan disimpulkan darinya. Bukan menyebutkan sebab nuzul. Kecuali bila ada karinah atau indikasi pada salah satu riwayat bahwa maksudnya ialah penjelasan sebab nuzul.
2. Apa bila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya `Ayat ini turun mengenai urusan ini`, sedang riwayat yang lain menyebutkan sebab nuzul dengan tegas yang berbeda dengan menyebutkan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan sebab nuzul secara tegas, dan riwayat yang lain dipandang termasuk didalam hukum ayat.  Contohnya ialah riwayat tentang sebab nuzul firman Allah: `Isteri-isterimu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.` ( al-Baqarah : 223 )
     Dari Nafi' disebutkan : `
Pada suatu hari aku membaca ( isteri-isterimu adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok tanam ), maka kata Ibn Umar : ' Tahukah engkau mengenai apa ayat ini turun ' Aku menjawab : 'Tidak' Ia berkata : ` Ayat ini turun mengenai persoalan mendatangi isteri dari belakang.` bentuk redaksi riwayat dari Ibn Umar ini tidak dengan tegas menunujukkan sebab nuzul. Sementara itu terdapat riwayat yang secara tegas mnyebutkan sebab nuzul yang bertentangan dengan riwayat tersebut. Melalui Jabir dikatakan; 'Orang-orang yahudi berkata: `Apabila seorang laki-laki mendatangi isterinya dari belakang, maka anaknya nanti akan bermata juling, maka turunlah ayat ( isteri-isterimu itu adalah ibarat tanah kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kamu bercocok tanammu itu sebagaiman saja kamu kehendaki )`. Maka Jbir inilah yang dijadikan pegangan, karena ucapannya merupakan pernyataan tegas tentang sebab nuzul. Sedang ucapan Ibn Umar, tidaklah demikian, karena itulah ia dipandang sebagai kesimpulan atau penafsiran.
3. Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul, sedang salah satu riwayat diantaranya itu sahih, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang sahih. Misalnya apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan ahli hadis lainnya.
Dari Jundub al-Bajali : `Nabi menderita sakit hingga dua atau tiga malam, tidak bangun malam. Kemudian datanglah seorang perempuan kepadanya dan berkata: `Muhammad, kurasa setanmu sudah meninggalkanmu, selama dua tiga malam ini, sudah tidak mendekatimu lagi.` Maka Allah menurunkan firman ini ( Demi waktu Dhuha, dan demi malam apa bila telah sunyi; Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tidak benci kepadamu )`.
      Sementara itu Tabarani dan Ibn Syaibah meriwayatkan: dari Hafs bin Maisarah, dari ibunya, dari budak perempuannya pembantu Rasulullah : `Bahwa seekor anak anjing telah masuk kedalam rumah Nabi, lalu masuk kekolong tempat tidur dan mati. Karenanya selama empat hari tidak turun wahyu kepadanya. Nabi berkata ; 'Khaulah apa yang telah terjadi diruamah Rasulullah ini ' sehingga jibril tidak datang kepadaku ! Dalam hati aku berkata: 'Alangkah baiknya andai kata aku membenahi rumah ini dan menyapunya'. Lalu aku menyapu kolong tempat tidurnya, maka kukeluarkan seekor anak annjing. Lalu datanglah Nabi sedang janggutnya bergetar. Apa bila turun wahyu kepadanya ia tergetar. Maka Allah menurunkan ( Demi waktu Dhuha ) sampai dengan ( lalu hatimu menjadi puas ).' Ibn Hajar dalam syarah Bukahri berkata: `Kisah terlambatnya Jibril karena adanya anak anjing itu cukup masyhur, tetapi bahwa kisah itu dijadikan sebab turun ayat adalah suatu hal yang ganjil ( gharib ). Dalam isnad hadis itu terdapat orang yang tidak dikenal, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat dalam sahih Bukhari dan Muslim.
4.Apa bila riwayat-riwayat itu sama-sama sahiih namun terdapat segi yang memperkuat salah satunya. Sepertikehadiran perawi dalam kisah tersebut. Atau salah satu dari riwayat-riwayat itu lebih sahih. Maka riwyat yang ebih kauat itulah yang didahulukan. Contohnya ialah hadis yang diriwayatkan oleh Bukahari dari Ibn Mas'ud yang mengatakan: `Aku berjalan dengan Nabi dimadinah, ia berpegang pada tongkat dari pohon kurma, dan ketika melewati serombongan orang-orang yahudi, seseorang diantara mereka berkata: 'coba kamu tanyakan sesuatu kepadanya,' lalu mereka menanyakan: 'ceritaka kepada kami tentang roh,'Nabi berdiri sejenak dan mengangkat kepala. Aku tahu bahwa wahyu telah turun kepadanya, wahyu itu turun hingga selesai. Kemudian ia berkata: (`Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: `Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit`.) ( al-Israa: 85 ).
Diriwayatkan dan disahihkan oleh Tirmizi, dari Ibn Abbas yang mengatakan: `Orang Quraisy berkata kepada orang yahudi; berilah kami suatu persoalan untuk kami tenyakan kepada orang ini ( Muhammad ).'mereka menjawab: 'Tanyakan kepadanya tentang roh.' Lalu mereka tanyakan kepada Nabi. Maka Allah menurunkan: ( Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah roh itu termasuk urusan Tuhanku.`).
Riwayat ini memberi kesan bahwa ayat itu turun di mekkah, tempat adanya kaum Quraisy. Sedang riwayat pertama memberi kesan turun dimadinah. Riwayat pertama dikukuhkan karena Ibn Mas'ud hadir dalam atau menyaksikan kisah tersebut. Disamping itu umat juga telah terbiasa untuk lebih menerima hadis sahih Bukhari dan memandangnya labih kuat dari hadis sahih yang dinyatakan oleh yang lainnya. Zarkasyi berpendapat, contoh seperti ini termasuk kedalam bab ` banyak dan berulangnya nuzul`dengan demikian. Ayat diatas turun dua kali, sekali dimakkah dan sekali di madinah. Dan yang menjadi sandaran untuk hal itu ialah bahwa surah ' subhana' atau al-isra' adalah makki menurut kesepakatan.
Kami sendiri berpendapat, kalaupun surah itu makki sifatnya, namun tidak dapat ditolak apabila satu ayat atau lebih dari surat tersebut itu madani. Apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibn Mas'ud tersebut menunjukkan bahwa ayat ini ( Katakanlah: Roh itu termasuk ursan Tuhanku; dan kamu tidak diberi pengetahuan melainkan sedikit) adalah madani. Karena itu pendapat yang kami pilih, yaitu menguatkan ( tarjih ) riwayat Ibnu Mas'ud atas riwayat tirmizi dan Ibn Abba, lebih baik dari pada memvonis ayat tersebut dengan banyak dan berulangnya nuzul.
Sekiranya benar bahwa ayat tersebut makki dan diturunkan sebagai jawaban atas suatu pertanyaan, maka pengulangan pertanyaan yang sama dimadinah tidak menuntut penurunan wahyu dengan jawaban yang sama pula. Sekali lagi. Tetapi yang dituntut adalah agar Rasulullah SAW menjawabnya dengan jawaban yang telah urun sebelumnya.
5. Apabila riwayat-riwayat tersebut sama kuat. Maka riwayat-riwayat itu dipadukan atau dikompromikan bila mungkin; hingga dinyatakan bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktu diantara sebab-sebab itu berdekatan. Misalnya, ayat li'an ` Dan orang yang menuduh isterinya berbuat zina '.' ( an-nur 6-9 ).
Bukhari Tirmizi dan Ibn Majah meriwayatkan, dari Ibn Abbas bahwa ayat tersebut turun mengenai Hilal bin Umayah yang menuduh isterinya telah berbuat serong dengan Suraik bin Sahma. Dihadapan Nabi. Seperti telah kami sebutkan diatas.Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan yang lain, dari Sahl bin Sa'ad; Uwaimir datang kepada 'Asim bin 'Adi lalu berkata: ' Tanyakan kepada Rasulullah SAW tentang laki-laki yang mendapatkan isterinya dengan laki-laki lain; apakah ia harus membunuhnya sehingga ia diqisas atau apakah yang harus ia lakukan''` kedua riwayat ini bisa dipadukan, yaitu ketika peristiwa Hilal terjadi labih dahulu, dan kebetulan pula Uwaimir mengalami kejadian serupa, maka turun ayat yang berkenaan dengan urusan kedua orang itu sesudah terjadi dua peristiwa tersebut. Ibn Hajar berkata: 'banyaknya sebab nuzul itu tidak menjadi soal'.
6 .Bila riwayat-riwayat itu tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu antara sebab-sebab tersebut berjauhan. Maka hal yang demikian dibawa kepada atau dipandang sebagai banyak atau berulangnya nuzul. Misalnya apa yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dan al-Musayyab; ia berkata: `Ketika Abu Thalib dalam keadaan sekarat, Rasulullah SAW menemuinya. Dan disebelahnya ( Abu Thalib ) ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah. Maka kata Nabi: `Paman, ucapkanlah lailahaillallah. Karena dengan kalimat itu aku kelak aku dapat memintakan keringanan bagi paman disisi Allah. Abu jahal dan Abdullah berkata' Abu Thalib apakah engkau sudah tidak menyukai agama Abdul Muthalib'' kedua orang itu terus berbicara kepada Abu Thalib sehingga masing-masing mangatakan bahwa ia tetap dalam agama Abdul Muthalib. Maka kata Nabi: 'Aku akan tetap memintakan ampunan bagimu selama aku tidak dilarang berbuat demikian'. Maka turunlah ayat: Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang musyrik'.( at-Taubah: 113 ).
Tirmizi meriwayatkan dari Ali yang mengatakan` aku mendengar seorang laki-laki meminta ampunan untuk kedua orang tuanya, sedang keduanya itu musyrik. Lalu aku katakan kepadanya: 'Apakah engkau memintakan ampunan untuk kedua orang tuamu, sedang mereka itu musyrik..' ia menjawab: ' Ibrahim telah memintakan ampunan untuk ayahnya, sedang ayahnya juga musyrik,' lalu aku menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW , maka turunlah ayat tadi, diriwayatkan olah Hakim dan yang lain,dari Ibn Mas'ud, yang mengatakan: 'Pada suatu hari Rasulullah SAW pergi kekuburan, lalu duduk didekat salah satu makam. Ia bermunajat cukup lama, lalu menangis. Katanya: ` Makam ini dimana aku duduk disisihnya adalah makam ibuku, aku telah meminta izin kepada Tuhanku untuk mendoakannya, tetapi Dia tidak mengizinkan, lalu diturunkan wahyu kepadaku `(Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang musyrik.)`. Riwayat-riwayat ini dapat dikompromikan dengan ( dinyatakan sebagai ) berulang kalinya nuzul ( maksudnya kita memandang bahwa ayat itu diturunkan berulang kali.
Contoh lain ialah apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi berdiri disisi jenazah Hamzah yang mati syahid dengan dianiaya. Maka kata Nabi: ` Akan kuaniaya tujuh puluh orang dari mereka sebagai balasan untukmu`. Maka jibril turun dengan membawa akhir surah an-Nahl kepada Nabi sementara ia dalam keadaan berdiri: ( Jika kamu mengadakan pembalasan, maka balaslah dengan pembalasan yang sama dengan siksaan yang ditimpahkan kepadamu'.) ( an-Nahl : 126-128 )sampai akhir surah, riwayat ini menunjukkan bahwa ayat-ayat diatas turun diwaktu perang uhud.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ayat-ayat tersebut turun pada waktu penaklukan kota makkah . Padahal surah tersebut adalah makki. Maka pengompromian antar riwayat-riwayat itu ialah dengan menyatakan bahwa ayat-ayat turun dimekkah sebelum Hijrah, lalu diuhud dan kemudian turun lagi saat penaklukan kota mekkah. Tidak ada salahnya bagi hal yang demikian mengingat dalam ayat-ayat tersebut terdapat peringatan akan nikmat Allah kepada hamba-hambanya dengan adanya syariat.az-Zarkasyi dalam al-Burhan mengatakan: 'Terkadang sesuatu ayat turun dua kali sebagi penghormatan kebesaran dan peringatan yang menyebabkan nya, khawatir dan terlupakan. Sebagaimana terjadi pada surah Fatihah yang turun dua kali. Sekali di mekkah dan sekali di madinah.` Demikianlah pendapat dan sikap para ulama ahli dalam bidang ini mengenai riwayat-riwayat sebab nuzul suatu ayat, bahwa ayat itu diturunkan beberapa kali.
Ringkasnya, bila sebab nuzul sesuatu ayat itu banyak, maka terkadang semuanya tidak tegas, terkadang pula semuanya tegas. Dan terkadang sebagiannya tidak tegas sedang sebagian lainnya tegas dalam menunjukkan sebab. Apabila semuanya tidak tegas dalam menunjukkan sebab, maka tidak ada salahnya untuk membawanya kepada atau dipandang sebagai tafsir dan kandungan ayat. Apabila sebagian tidak tegas dan sebagian lain tegas maka yang menjadi pegangan adalah yang tegas. Apabila semuanya tegas, maka tidak terlepas dari kemungkinan bahwa salah satunya sahih atau semuanya sahih, apabila salah satunya sahih dan yang lainnya tidak, maka yang sahih itulah yang menjadi pegangan. Apabila semuanya sahih, maka dilakukan pentarjihan bila mungkin. Bila tidak mungkin dengan pilihan demikian, maka dipadukan bila mungkin. Bila tidak mungkin dipadukan, maka dipandanglah ayat itu, diturunkan beberapa kali dan berulang.





   D.Redaksi Asbab Hukum dan Tarjihnya
Bentuk redaksi yang menerangkan sebab nuzul itu terkadang berupa pernyataan tegas mengenai sebab dan terkadang pula pernyataan yang hanya mengandung kemungkinan mengenainya.
1. Bentuk pertama
Adalah jika perawi mengatkan : ` Sebab nuzul ayat ini adalah begini.` Atau menggunakan fa ta'qibiyah ( kira-kira sepeerti `maka` yang menunjukkan urutan peristiwa ) yang dirangkaikan dengan kata ` turunkan ayat`, sesudah ia menyebutkan peristiwa atau pertanyaan misalnya, ia mengatakan; `Telah terjadi peristiwa begini` atau ` Rasulullah ditanya tentang hal begini, maka turunlah ayat ini.`
Dengan demikian, kedua bentuk diatas merupakan pernyataan yang jelas tentang sebab, contoh-contoh untuk kedua hal ini akan kami jelaskan lebih lanjut.` Bentuk kedua yaitu, redaksi yang boleh jadi menerangkan sebab nuzul atau hanya sekedar menjelaskan kandungan hukum ayat ialah bila perawi mengatakan ` Ayat ini turun mengenai ini`. Yang dimaksud dengan ungkapan ( redaksi ) ini terkadang sebab nuzul ayat dan terkadang pula kandungan hukum ayat tersebut. Demikian juga bila ia mengatakan` Aku mengira ayat ini turun mengenai soal begini` atau ` Aku tidak mengira ayat ini turun kecuali mengenai hal yang begini` dengan bentuk redaksi demikian ini, perawi tidak memastikan sebab nuzul. Kedua bentuk redaksi tersebut mungkin menunjukkan sebab nuzul dan mungkin pula menunjukkan hal lain.
Contoh pertama ialah apa yang diriwayatkan dari Ibn Umar, yang mengatakan : ` Ayat ( isteri-isteri kamu adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok tanam) ( al-Baqarah: 223 ) turun ber hubungan dengan masalah menggauli isteri dari belakang.`
2. Bentuk Kedua
Contoh kedua ialah apa yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Zubair, bahwa Zubair mengajukan gugatan kepada seorang laki-laki dari kaum anhsar yang pernah ikut dalam perang Badar bersama Nabi, dihadapan Rasulullah SAW tentang saluran air yang mengalir dari tempat yang tinggi; keduanya mengairi kebun kurma masing-masing dari situ. Orang anshar berkata: `Biarkan airnya mengalir` tetapi Zubair menolak, maka kata Rasulullah SAW : `Airi kebunmu itu Zubair, kemudian biarkan air itu mengalir kekebun tetanggamu.`Orang Anshar itu marah katanya : `Rasulullah apa sudah waktunya anak bibimu itu berbuat demikian '`wajah Rasulullah menjadi merah. Kemudian ia berkata : 'Airi kebunmu Zubair, kemudian tahanlah air itu hingga memenuhi pematang; lalu biarkan ia mengalir kekebun tetanggamu.' Rasulullah SAW dengan keputusan ini telah memenuhi hak Zubair, padahal sebelum itu ia mengisyaratkan keputusan yang memberikan kelonggaran keduanya. Ketika Rasulullah SAW marah kepada orang anshar , ia memnuhi hak Zubair secara nyata. Maka kata Zubair: 'Aku tidak mengira ayat berikut ini turun kecuali mengenai urusan tersebut:
`Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan.` ( an-nisa' : 65 ).
Ibn Taimiah mengatakan `Ucapan mereka bahwa 'ayat turun mengenai urusan ini' terkadang dimaksudkan sebagai penjelasan mengenai sebab nuzul, dan terkadang dimaksudkan bahwa urusan itu termasuk dalam cakupan ayat walaupun tidak ada sebab nuzulnya, para ulama berselisih pendapat mengenai ucapan sahabat: 'ayat ini turun mengenai urusan ini'; apakah ucapan itu berlaku sebagai hadis musnad seperti kalau dia menyebutkan sesuatu sebab yang karenanya ayat diturunkan ataukah berlaku sebagai tafsir dari sahabat itu sendiri dan bukan musnad ' Bukhari memasukannya kedalam katergori hadis musnad. Sedang yang lain tidak memasukannya. Dan sebagian besar hadis musnad itu menurut istilah atau pengertian ini. Seperti musnad Ahmad dan lain-lain. Berbeda halnya bila para sahabat menyebutkan satu sesuatu sebab yang sesudahnya diturunkan ayat, bila demikian, maka mereka semua memasukkan pernyataan sepeti ini kedalam hadis musnad.`
Zarkasyi dalam al-Burhan menyebutkan : `Telah diketahui dari kebiasaan para sahabat dan Tabi'in bahwa apa bila salah seorang dari mereka berkata : 'Ayat ini turun mengenai urusan ini'. Maka yang dimaksud ialah bahwa ayat itu mengandung hukum urusan tersebut; bukannya urusan itu sebagai sebab penurunan ayat. Pendapat sahabat ini termasuk dalam jenis penyimpulan hukum dengan ayat, bukan jenis pemberitaan mengenai suatu kenyataan yang terjadi,`
Sedangkan Dilihat dari sudut pandang terbilangnya asbabun nuzul untuk satu    ayat atau terbilangnya ayat untuk satu sebab asbab an-nuzul.
a. Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat
b. Satu sebab yang melatarbelakangi turunnya beberapa ayat

E.     Manfaat Mengetahui Asbabun nuzul
Urgensi Asbabun Nuzul, seperti yang dikatakan oleh ulama salaf bahwa di antara kegunaan mempelajari asbabun nuzul adalah bisa untuk mengetahui aspek hikmah yang mendorong munculnya hukum di-tasyri’kan (diundangkan); mentakhsish hukum bagi mereka yang mempunyai pendapat bahwa yang menjadi pertimbangan adalah “sebab khusus”; terkadang ada kata yang umum dan ada dalil yang berfungsi mentakhsisnya. Pentingnya ilmu asbabun nuzul dalam ilmu Al-Qur’an, seperti yang dijelaskan oleh Abu Mujahid, adalah oleh guna mempertegas dan mempermudah dalam memahami ayat-ayatnya. Ilmu Asbabun Nuzul mempunyai pengaruh yang penting dalam memahami ayat, karenanya kebanyakan ulama begitu memperhatikan ilmu tentang Asbabun Nuzul bahkan ada yang menyusunnya secara khusus. Diantara tokoh (penyusunnya) antara lain Ali Ibnu al-Madiny guru Imam al-Bukhari r.a.Kitab yang terkenal dalam hal ini adalah kitab Asbabun Nuzul karangan al-Wahidy sebagaimana halnya judul yang telah dikarang oleh Syaikhul Islam Ibnu Hajar. Sedangkan as-Sayuthy juga telah menyusun sebuah kitab Oleh karena pentingnya ilmu asbabun nuzul dalam ilmu Al-Qur’an guna mempertegas dan mempermudah dalam memahami ayat-ayatnya, dapatlah kami katakan bahwa diantara ayat Al-Qur’an ada yang tidak mungkin dapat dipahami atau tidak mungkin diketahui ketentuannya/hukumnya tanpa ilmu Asbabun Nuzul.
1.      Penegasan bahwa al-Qur’an benar-benar dari Allah SWT
2.      Penegasan bahwa Allah benar-benar memberikan perhatian penuh pada rasulullah saw dalam menjalankan misi risalahnya.
3.      Penegasan bahwa Allah selalu bersama para hambanya dengan menghilangkan duka cita mereka
4.      Sarana memahami ayat secara tepat
5.      Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum
6.      Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam al-Qur’an
7.      Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunnya ayat al-Qur’an
8.      Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat serta untuk memantapkan wahyu di hati orang yang mendengarnya.
9.      Mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an.
10.  Seorang dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau umum dan dalam keadaan bagaimana ayat itu mesti diterapkan.











BAB III
KESIMPULAN
Asbabun Nuzul adalah sesuatu hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi baik berupa peristiwa maupun pertanyaan
Adapun Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui Asbabun Nuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah Saw atau dari sahabat.
 bila sebab nuzul sesuatu ayat itu banyak, maka terkadang semuanya tidak tegas, terkadang pula semuanya tegas. Dan terkadang sebagiannya tidak tegas sedang sebagian lainnya tegas dalam menunjukkan sebab. Apabila semuanya tidak tegas dalam menunjukkan sebab, maka tidak ada salahnya untuk membawanya kepada atau dipandang sebagai tafsir dan kandungan ayat. Apabila sebagian tidak tegas dan sebagian lain tegas maka yang menjadi pegangan adalah yang tegas. Apabila semuanya tegas, maka tidak terlepas dari kemungkinan bahwa salah satunya sahih atau semuanya sahih, apabila salah satunya sahih dan yang lainnya tidak, maka yang sahih itulah yang menjadi pegangan. Apabila semuanya sahih, maka dilakukan pentarjihan bila mungkin. Bila tidak mungkin dengan pilihan demikian, maka dipadukan bila mungkin. Bila tidak mungkin dipadukan, maka dipandanglah ayat itu, diturunkan beberapa kali dan berulang
Bentuk redaksi yang menerangkan sebab nuzul itu terkadang berupa pernyataan tegas mengenai sebab turunnya ayat seperti misalnya “Rasulullah ditanya tentang hal begini, maka turunlah ayat ini” dan terkadang pula pernyataan yang hanya mengandung kemungkinan mengenainya seperti misalnya “Aku mengira ayat ini turun mengenai soal begini”.
Hikmah dari mempelajari asbabun nuzul diantaranya adalah sebagai Sarana memahami ayat secara tepat, Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam al-Qur’an, Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunnya ayat al-Qur’an, Mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA
Zuhdi, masjfuk,1979, Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya: PT Bina Ilmu
As-Shalih, Subhi,membahas ilmu-ilmu alquran, Pustaka Firdaus
Al-qattan, manna’ khalil,1992, Study Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta: PT Pustaka Litera Antar Nusa
Saleh dan Dahlan,1994, Asbabun  Nuzul LatarBelakang Histories Turunnya Ayat-Ayat Al-Quran, Bandung: CV Diponegoro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar