BY: Manshur Musthofa
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Mempelajari al-Quran akan menambah perbendaharaan
baru, memperluas pandangan dan pengetahuan. Meningkatnya perspektif baru dan
selalu menemui hal hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi kita akan lebih yakin
akan keunikan isinya yang menunjukkan maha besar Allah sebagai penciptanya.
Alquran diturunkan untuk memberi petunjuk kepada
manusia kearah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan nemegakkan asas
kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada allah dan risalah Nya. Juga
memberi tahukan hal yang lalu, serta berita-berita yang akan datang.
Alquran pada dasarnya diturunkan untuk tujuan umum
ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama rasulullah menyaksikan banyak
peristiwa sejarah, bahkan terjadi diantara mereka peristiwa khusus yang
memerlukan penjelasan hukum allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka
bertanya kepada rasulullah untuk mengetahui hukum islam mengenai hal itu maka
alquran turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul
itu.
untuk lebih memahami alquran,perlu diketahui latar
belakang turunnya atau sering disebut asbabun nuzulnya. Dengan dengan
mengetahui asbabun nuzul ayat ayat alquran kita akan lebih memahami arti dn
makna ayat-ayat itu dan akan menghilangkan keraguandalam menafsirkannya.
Betapa banyak ulama, yang menganggap penting
pengetahuan asbabun nuzul ayat itu, dan berbagai usaha telah mereka
lakukanuntuk meneliti dan mengumpulkan bahannya. Mereka itu diantaranya adalah
imam al Wahidi, ibnu daqiqul’ied dan ibnu taimiyah
- Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian dan metode mengetahui Asbabun Nuzul?
2.
Macam-macam Asbabun Nuzul?
3.
Beberapa pendapat ulama’ tentang asbabun
nuzul?
4.
Faedah mengetahui asbabun nuzul?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asbabun Nuzul
Pengertian Asbabun Nuzul Menurut Subhi Shalih ialah: Sesuatu yang dengan sebabnya lah turun
sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban
tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya peristiwa
itu. Sedangkan menurut manna’khalil alqattan adalah sesuatu hal yang karenanya
al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu
terjadi baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.
Di antara sekian banyak aspek yang banyak memberikan peran
dalam menggali dan memahami makna-makna ayat al-Qur’an ialah mengetahui sebab
turunnya. Oleh karena itu, mengetahui asbabun nuzul menjadi obyek perhatian
para ulama. Bahkan segolongan diantara mereka ada yang mengklarifikasikan dalam
suatu naskah, seperti Ali Al-Maidienie, guru besar imam Bukhari.Dari sekian
banyak kitab dalam masalah ini, yang paling terkenal ialah: karangan
Al-Wahidie, Ibnu Hajar dan As-Sayuthi. Dan As-Sayuthi telah menyusun dalam
suatu kitab besar dengan judul Lubaabun Nuquul fie Asbabin Nuzuul.
Boleh dikata, untuk mengetahui secara mendetail tentang
aneka corak ilmu-ilmu al-Quran serta pemahamannya, tidak mungkin dicapai tanpa
mengetahui asbabun nuzul Akan tetapi dengan mengetahui sebab-sebab turunnya,
akan jelas pengertian ayat ini, di mana ayat ini diturunkan bagi siapa yang
sedang di tengah perjalanan dan tidak tahu mana arah kiblat. Maka ia harus
berijtihad dan menyelidiki, kemudian sembahyang kemana saja ia menghadap,
sahlah shalatnya. Dan tidak diwajibkan kepadanya bersembahyang lagi setelah
bersembahyang apabila ternyata salah.
B. Metode Mengetahui Azbabun Nuzul
Tidak
ada bukti yang menyingkap kebenaran sunnatullah itu selain sejarah, demikian
pula penerapannya dalam kehidupan. Seorang sejarahwan yang berpandangan tajam
dan cermat mengambil kesimpulan, dia tidak akan sampai kepada fakta sejarah
jika tidak mengetahui sebab-musabbab yang mendorong terjadinya peristiwa. Tapi
tidak hanya sejarah yang menarik kesimpulan dari rentetan peristiwa yang
mendahuluinya, tapi juga ilmu alam, ilmu sosial dan kesusastraan pun dalam
pemahamanya memerlukan sebab-musabbab yang melahirkannya, di samping tentu saja
pengetahuan tentang prinsip-prinsip serta maksud tujuannya.
Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui Asbabun Nuzul ialah
riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah Saw atau dari sahabat. Itu
disebutkan pemberitahuan seorang sahabat mengenai hal seperti ini, bila jelas,
maka hal itu bukan sekedar pendapat, tetapi ia mempunyai hukum marfu’
(disandarkan pada Rasulullah. Al-Wahidie mengatakan,Tidak halal berpendapat
mengenai asbabun Nuzul kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau mendengar
langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya
dan membahasnya tentang pengertiannya serta bersungguh-sungguh dalam
mencarinya. Al-Wahidie telah menentang ulama-ulama zamannya atas kecerobohan
mereka terhadap riwayat asbabun nuzul. Bahkan ia menuduh mereka pendusta dan
mengingatkan mereka akan ancaman berat, dengan mengatakan. Sekarang setiap
orang suka mengada-ngada dan berbuat dusta: ia menempatkan kedudukannya dalam
kebodohan, tanpa memikirkan acaman berat bagi orang yang tidak mengetahui sebab
turun
C. Pendapat Para Ulama
Tentang Asbabun Nuzul
Pendapat Para Ulama Tentang Beberapa Riwayat Mengenai (Asbabun
Nuzul) Terkadang terdapat banyak riwayat mengenai sebab nuzul suatu ayat. Dalam
keadaan demikian, sikap seorang mufasir kepadanya sebagai berikut:
1.
Apabila bentuk-bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti: 'Ayat ini turun
mengenai urusan ini', maka dalam hal ini tidak ada kontradiksi diantara
riwayat-riwayat itu; sebab meksud riwayat-riwayat tersebut adalah penafsiran
dan penjelasan bahwa hal itu termasuk kedalam makna ayat dan disimpulkan
darinya. Bukan menyebutkan sebab nuzul. Kecuali bila ada karinah atau indikasi
pada salah satu riwayat bahwa maksudnya ialah penjelasan sebab nuzul.
2.
Apa bila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya `Ayat ini
turun mengenai urusan ini`, sedang riwayat yang lain menyebutkan sebab nuzul
dengan tegas yang berbeda dengan menyebutkan riwayat pertama, maka yang menjadi
pegangan adalah riwayat yang menyebutkan sebab nuzul secara tegas, dan riwayat
yang lain dipandang termasuk didalam hukum ayat. Contohnya ialah riwayat tentang sebab nuzul
firman Allah: `Isteri-isterimu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.` (
al-Baqarah : 223 )
Dari Nafi'
disebutkan : `
Pada suatu hari aku membaca ( isteri-isterimu adalah ibarat tanah
tempat kamu bercocok tanam ), maka kata Ibn Umar : ' Tahukah engkau mengenai
apa ayat ini turun ' Aku menjawab : 'Tidak' Ia berkata : ` Ayat ini turun
mengenai persoalan mendatangi isteri dari belakang.` bentuk redaksi riwayat
dari Ibn Umar ini tidak dengan tegas menunujukkan sebab nuzul. Sementara itu
terdapat riwayat yang secara tegas mnyebutkan sebab nuzul yang bertentangan
dengan riwayat tersebut. Melalui Jabir dikatakan; 'Orang-orang yahudi berkata:
`Apabila seorang laki-laki mendatangi isterinya dari belakang, maka anaknya
nanti akan bermata juling, maka turunlah ayat ( isteri-isterimu itu adalah
ibarat tanah kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kamu bercocok
tanammu itu sebagaiman saja kamu kehendaki )`. Maka Jbir inilah yang dijadikan
pegangan, karena ucapannya merupakan pernyataan tegas tentang sebab nuzul.
Sedang ucapan Ibn Umar, tidaklah demikian, karena itulah ia dipandang sebagai
kesimpulan atau penafsiran.
3.
Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul, sedang salah
satu riwayat diantaranya itu sahih, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat
yang sahih. Misalnya apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan ahli hadis
lainnya.
Dari
Jundub al-Bajali : `Nabi menderita sakit hingga dua atau tiga malam, tidak
bangun malam. Kemudian datanglah seorang perempuan kepadanya dan berkata:
`Muhammad, kurasa setanmu sudah meninggalkanmu, selama dua tiga malam ini,
sudah tidak mendekatimu lagi.` Maka Allah menurunkan firman ini ( Demi waktu
Dhuha, dan demi malam apa bila telah sunyi; Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan
tidak benci kepadamu )`.
Sementara
itu Tabarani dan Ibn Syaibah meriwayatkan: dari Hafs bin Maisarah, dari ibunya,
dari budak perempuannya pembantu Rasulullah : `Bahwa seekor anak anjing telah
masuk kedalam rumah Nabi, lalu masuk kekolong tempat tidur dan mati. Karenanya
selama empat hari tidak turun wahyu kepadanya. Nabi berkata ; 'Khaulah apa yang
telah terjadi diruamah Rasulullah ini ' sehingga jibril tidak datang kepadaku !
Dalam hati aku berkata: 'Alangkah baiknya andai kata aku membenahi rumah ini
dan menyapunya'. Lalu aku menyapu kolong tempat tidurnya, maka kukeluarkan
seekor anak annjing. Lalu datanglah Nabi sedang janggutnya bergetar. Apa bila
turun wahyu kepadanya ia tergetar. Maka Allah menurunkan ( Demi waktu Dhuha )
sampai dengan ( lalu hatimu menjadi puas ).' Ibn Hajar dalam syarah Bukahri
berkata: `Kisah terlambatnya Jibril karena adanya anak anjing itu cukup
masyhur, tetapi bahwa kisah itu dijadikan sebab turun ayat adalah suatu hal
yang ganjil ( gharib ). Dalam isnad hadis itu terdapat orang yang tidak
dikenal, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat dalam sahih Bukhari dan
Muslim.
4.Apa
bila riwayat-riwayat itu sama-sama sahiih namun terdapat segi yang memperkuat
salah satunya. Sepertikehadiran perawi dalam kisah tersebut. Atau salah satu
dari riwayat-riwayat itu lebih sahih. Maka riwyat yang ebih kauat itulah yang
didahulukan. Contohnya ialah hadis yang diriwayatkan oleh Bukahari dari Ibn
Mas'ud yang mengatakan: `Aku berjalan dengan Nabi dimadinah, ia berpegang pada
tongkat dari pohon kurma, dan ketika melewati serombongan orang-orang yahudi,
seseorang diantara mereka berkata: 'coba kamu tanyakan sesuatu kepadanya,' lalu
mereka menanyakan: 'ceritaka kepada kami tentang roh,'Nabi berdiri sejenak dan
mengangkat kepala. Aku tahu bahwa wahyu telah turun kepadanya, wahyu itu turun
hingga selesai. Kemudian ia berkata: (`Dan mereka bertanya kepadamu tentang
roh. Katakanlah: `Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit`.) ( al-Israa: 85 ).
Diriwayatkan dan disahihkan oleh Tirmizi, dari Ibn Abbas yang
mengatakan: `Orang Quraisy berkata kepada orang yahudi; berilah kami suatu
persoalan untuk kami tenyakan kepada orang ini ( Muhammad ).'mereka menjawab:
'Tanyakan kepadanya tentang roh.' Lalu mereka tanyakan kepada Nabi. Maka Allah
menurunkan: ( Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah roh itu
termasuk urusan Tuhanku.`).
Riwayat ini memberi kesan bahwa ayat itu turun di mekkah, tempat
adanya kaum Quraisy. Sedang riwayat pertama memberi kesan turun dimadinah.
Riwayat pertama dikukuhkan karena Ibn Mas'ud hadir dalam atau menyaksikan kisah
tersebut. Disamping itu umat juga telah terbiasa untuk lebih menerima hadis
sahih Bukhari dan memandangnya labih kuat dari hadis sahih yang dinyatakan oleh
yang lainnya. Zarkasyi berpendapat, contoh seperti ini termasuk kedalam bab `
banyak dan berulangnya nuzul`dengan demikian. Ayat diatas turun dua kali, sekali
dimakkah dan sekali di madinah. Dan yang menjadi sandaran untuk hal itu ialah
bahwa surah ' subhana' atau al-isra' adalah makki menurut kesepakatan.
Kami sendiri berpendapat, kalaupun surah itu makki sifatnya, namun
tidak dapat ditolak apabila satu ayat atau lebih dari surat tersebut itu
madani. Apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibn Mas'ud tersebut menunjukkan
bahwa ayat ini ( Katakanlah: Roh itu termasuk ursan Tuhanku; dan kamu tidak
diberi pengetahuan melainkan sedikit) adalah madani. Karena itu pendapat yang
kami pilih, yaitu menguatkan ( tarjih ) riwayat Ibnu Mas'ud atas riwayat
tirmizi dan Ibn Abba, lebih baik dari pada memvonis ayat tersebut dengan banyak
dan berulangnya nuzul.
Sekiranya benar bahwa ayat tersebut makki dan diturunkan sebagai
jawaban atas suatu pertanyaan, maka pengulangan pertanyaan yang sama dimadinah
tidak menuntut penurunan wahyu dengan jawaban yang sama pula. Sekali lagi.
Tetapi yang dituntut adalah agar Rasulullah SAW menjawabnya dengan jawaban yang
telah urun sebelumnya.
5.
Apabila riwayat-riwayat tersebut sama kuat. Maka riwayat-riwayat itu dipadukan
atau dikompromikan bila mungkin; hingga dinyatakan bahwa ayat tersebut turun
sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktu diantara
sebab-sebab itu berdekatan. Misalnya, ayat li'an ` Dan orang yang menuduh
isterinya berbuat zina '.' ( an-nur 6-9 ).
Bukhari Tirmizi dan Ibn Majah meriwayatkan, dari Ibn Abbas bahwa
ayat tersebut turun mengenai Hilal bin Umayah yang menuduh isterinya telah
berbuat serong dengan Suraik bin Sahma. Dihadapan Nabi. Seperti telah kami
sebutkan diatas.Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan yang lain, dari Sahl bin
Sa'ad; Uwaimir datang kepada 'Asim bin 'Adi lalu berkata: ' Tanyakan kepada
Rasulullah SAW tentang laki-laki yang mendapatkan isterinya dengan laki-laki
lain; apakah ia harus membunuhnya sehingga ia diqisas atau apakah yang harus ia
lakukan''` kedua riwayat ini bisa dipadukan, yaitu ketika peristiwa Hilal
terjadi labih dahulu, dan kebetulan pula Uwaimir mengalami kejadian serupa,
maka turun ayat yang berkenaan dengan urusan kedua orang itu sesudah terjadi
dua peristiwa tersebut. Ibn Hajar berkata: 'banyaknya sebab nuzul itu tidak
menjadi soal'.
6
.Bila riwayat-riwayat itu tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu antara
sebab-sebab tersebut berjauhan. Maka hal yang demikian dibawa kepada atau
dipandang sebagai banyak atau berulangnya nuzul. Misalnya apa yang diriwayatkan
oleh Bukhari Muslim dan al-Musayyab; ia berkata: `Ketika Abu Thalib dalam
keadaan sekarat, Rasulullah SAW menemuinya. Dan disebelahnya ( Abu Thalib ) ada
Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah. Maka kata Nabi: `Paman, ucapkanlah
lailahaillallah. Karena dengan kalimat itu aku kelak aku dapat memintakan
keringanan bagi paman disisi Allah. Abu jahal dan Abdullah berkata' Abu Thalib
apakah engkau sudah tidak menyukai agama Abdul Muthalib'' kedua orang itu terus
berbicara kepada Abu Thalib sehingga masing-masing mangatakan bahwa ia tetap
dalam agama Abdul Muthalib. Maka kata Nabi: 'Aku akan tetap memintakan ampunan
bagimu selama aku tidak dilarang berbuat demikian'. Maka turunlah ayat: Tidak
sepatutnya bagi Nabi dan orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi
orang musyrik'.( at-Taubah: 113 ).
Tirmizi meriwayatkan dari Ali yang mengatakan` aku mendengar seorang
laki-laki meminta ampunan untuk kedua orang tuanya, sedang keduanya itu
musyrik. Lalu aku katakan kepadanya: 'Apakah engkau memintakan ampunan untuk
kedua orang tuamu, sedang mereka itu musyrik..' ia menjawab: ' Ibrahim telah
memintakan ampunan untuk ayahnya, sedang ayahnya juga musyrik,' lalu aku
menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW , maka turunlah ayat tadi,
diriwayatkan olah Hakim dan yang lain,dari Ibn Mas'ud, yang mengatakan: 'Pada
suatu hari Rasulullah SAW pergi kekuburan, lalu duduk didekat salah satu makam.
Ia bermunajat cukup lama, lalu menangis. Katanya: ` Makam ini dimana aku duduk
disisihnya adalah makam ibuku, aku telah meminta izin kepada Tuhanku untuk
mendoakannya, tetapi Dia tidak mengizinkan, lalu diturunkan wahyu kepadaku
`(Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang yang beriman memintakan ampun kepada
Allah bagi orang musyrik.)`. Riwayat-riwayat ini dapat dikompromikan dengan (
dinyatakan sebagai ) berulang kalinya nuzul ( maksudnya kita memandang bahwa
ayat itu diturunkan berulang kali.
Contoh lain ialah apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi
berdiri disisi jenazah Hamzah yang mati syahid dengan dianiaya. Maka kata Nabi:
` Akan kuaniaya tujuh puluh orang dari mereka sebagai balasan untukmu`. Maka
jibril turun dengan membawa akhir surah an-Nahl kepada Nabi sementara ia dalam
keadaan berdiri: ( Jika kamu mengadakan pembalasan, maka balaslah dengan
pembalasan yang sama dengan siksaan yang ditimpahkan kepadamu'.) ( an-Nahl :
126-128 )sampai akhir surah, riwayat ini menunjukkan bahwa ayat-ayat diatas
turun diwaktu perang uhud.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ayat-ayat tersebut turun pada
waktu penaklukan kota makkah . Padahal surah tersebut adalah makki. Maka
pengompromian antar riwayat-riwayat itu ialah dengan menyatakan bahwa ayat-ayat
turun dimekkah sebelum Hijrah, lalu diuhud dan kemudian turun lagi saat
penaklukan kota mekkah. Tidak ada salahnya bagi hal yang demikian mengingat
dalam ayat-ayat tersebut terdapat peringatan akan nikmat Allah kepada
hamba-hambanya dengan adanya syariat.az-Zarkasyi dalam al-Burhan mengatakan:
'Terkadang sesuatu ayat turun dua kali sebagi penghormatan kebesaran dan
peringatan yang menyebabkan nya, khawatir dan terlupakan. Sebagaimana terjadi
pada surah Fatihah yang turun dua kali. Sekali di mekkah dan sekali di
madinah.` Demikianlah pendapat dan sikap para ulama ahli dalam bidang ini
mengenai riwayat-riwayat sebab nuzul suatu ayat, bahwa ayat itu diturunkan
beberapa kali.
Ringkasnya, bila sebab nuzul sesuatu ayat itu banyak, maka terkadang
semuanya tidak tegas, terkadang pula semuanya tegas. Dan terkadang sebagiannya
tidak tegas sedang sebagian lainnya tegas dalam menunjukkan sebab. Apabila
semuanya tidak tegas dalam menunjukkan sebab, maka tidak ada salahnya untuk
membawanya kepada atau dipandang sebagai tafsir dan kandungan ayat. Apabila
sebagian tidak tegas dan sebagian lain tegas maka yang menjadi pegangan adalah
yang tegas. Apabila semuanya tegas, maka tidak terlepas dari kemungkinan bahwa
salah satunya sahih atau semuanya sahih, apabila salah satunya sahih dan yang
lainnya tidak, maka yang sahih itulah yang menjadi pegangan. Apabila semuanya
sahih, maka dilakukan pentarjihan bila mungkin. Bila tidak mungkin dengan
pilihan demikian, maka dipadukan bila mungkin. Bila tidak mungkin dipadukan,
maka dipandanglah ayat itu, diturunkan beberapa kali dan berulang.
D.Redaksi Asbab Hukum dan Tarjihnya
Bentuk redaksi yang menerangkan sebab nuzul itu terkadang berupa
pernyataan tegas mengenai sebab dan terkadang pula pernyataan yang hanya
mengandung kemungkinan mengenainya.
1. Bentuk pertama
Adalah jika perawi mengatkan : ` Sebab nuzul ayat ini adalah begini.`
Atau menggunakan fa ta'qibiyah ( kira-kira sepeerti `maka` yang menunjukkan
urutan peristiwa ) yang dirangkaikan dengan kata ` turunkan ayat`, sesudah ia
menyebutkan peristiwa atau pertanyaan misalnya, ia mengatakan; `Telah terjadi
peristiwa begini` atau ` Rasulullah ditanya tentang hal begini, maka turunlah
ayat ini.`
Dengan demikian, kedua bentuk diatas merupakan pernyataan yang jelas
tentang sebab, contoh-contoh untuk kedua hal ini akan kami jelaskan lebih
lanjut.` Bentuk kedua yaitu, redaksi yang boleh jadi menerangkan sebab nuzul
atau hanya sekedar menjelaskan kandungan hukum ayat ialah bila perawi
mengatakan ` Ayat ini turun mengenai ini`. Yang dimaksud dengan ungkapan (
redaksi ) ini terkadang sebab nuzul ayat dan terkadang pula kandungan hukum
ayat tersebut. Demikian juga bila ia mengatakan` Aku mengira ayat ini turun
mengenai soal begini` atau ` Aku tidak mengira ayat ini turun kecuali mengenai
hal yang begini` dengan bentuk redaksi demikian ini, perawi tidak memastikan
sebab nuzul. Kedua bentuk redaksi tersebut mungkin menunjukkan sebab nuzul dan
mungkin pula menunjukkan hal lain.
Contoh pertama ialah apa yang diriwayatkan dari Ibn Umar, yang
mengatakan : ` Ayat ( isteri-isteri kamu adalah ibarat tanah tempat kamu
bercocok tanam) ( al-Baqarah: 223 ) turun ber hubungan dengan masalah menggauli
isteri dari belakang.`
2. Bentuk Kedua
Contoh kedua ialah apa yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Zubair,
bahwa Zubair mengajukan gugatan kepada seorang laki-laki dari kaum anhsar yang
pernah ikut dalam perang Badar bersama Nabi, dihadapan Rasulullah SAW tentang
saluran air yang mengalir dari tempat yang tinggi; keduanya mengairi kebun
kurma masing-masing dari situ. Orang anshar berkata: `Biarkan airnya mengalir`
tetapi Zubair menolak, maka kata Rasulullah SAW : `Airi kebunmu itu Zubair,
kemudian biarkan air itu mengalir kekebun tetanggamu.`Orang Anshar itu marah
katanya : `Rasulullah apa sudah waktunya anak bibimu itu berbuat demikian
'`wajah Rasulullah menjadi merah. Kemudian ia berkata : 'Airi kebunmu Zubair,
kemudian tahanlah air itu hingga memenuhi pematang; lalu biarkan ia mengalir
kekebun tetanggamu.' Rasulullah SAW dengan keputusan ini telah memenuhi hak
Zubair, padahal sebelum itu ia mengisyaratkan keputusan yang memberikan
kelonggaran keduanya. Ketika Rasulullah SAW marah kepada orang anshar , ia
memnuhi hak Zubair secara nyata. Maka kata Zubair: 'Aku tidak mengira ayat
berikut ini turun kecuali mengenai urusan tersebut:
`Maka demi
Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap
perkara yang mereka perselisihkan.` ( an-nisa' : 65 ).
Ibn Taimiah mengatakan `Ucapan mereka bahwa 'ayat turun mengenai
urusan ini' terkadang dimaksudkan sebagai penjelasan mengenai sebab nuzul, dan
terkadang dimaksudkan bahwa urusan itu termasuk dalam cakupan ayat walaupun
tidak ada sebab nuzulnya, para ulama berselisih pendapat mengenai ucapan
sahabat: 'ayat ini turun mengenai urusan ini'; apakah ucapan itu berlaku
sebagai hadis musnad seperti kalau dia menyebutkan sesuatu sebab yang karenanya
ayat diturunkan ataukah berlaku sebagai tafsir dari sahabat itu sendiri dan
bukan musnad ' Bukhari memasukannya kedalam katergori hadis musnad. Sedang yang
lain tidak memasukannya. Dan sebagian besar hadis musnad itu menurut istilah
atau pengertian ini. Seperti musnad Ahmad dan lain-lain. Berbeda halnya bila
para sahabat menyebutkan satu sesuatu sebab yang sesudahnya diturunkan ayat,
bila demikian, maka mereka semua memasukkan pernyataan sepeti ini kedalam hadis
musnad.`
Zarkasyi dalam al-Burhan menyebutkan : `Telah diketahui dari
kebiasaan para sahabat dan Tabi'in bahwa apa bila salah seorang dari mereka
berkata : 'Ayat ini turun mengenai urusan ini'. Maka yang dimaksud ialah bahwa
ayat itu mengandung hukum urusan tersebut; bukannya urusan itu sebagai sebab
penurunan ayat. Pendapat sahabat ini termasuk dalam jenis penyimpulan hukum
dengan ayat, bukan jenis pemberitaan mengenai suatu kenyataan yang terjadi,`
Sedangkan Dilihat dari sudut
pandang terbilangnya asbabun nuzul untuk satu
ayat atau terbilangnya ayat untuk satu sebab asbab an-nuzul.
a. Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu
ayat
b. Satu sebab yang melatarbelakangi turunnya beberapa ayat
E. Manfaat Mengetahui Asbabun nuzul
Urgensi Asbabun Nuzul, seperti
yang dikatakan oleh ulama salaf bahwa di antara kegunaan mempelajari asbabun
nuzul adalah bisa untuk mengetahui aspek hikmah yang mendorong munculnya hukum
di-tasyri’kan (diundangkan); mentakhsish hukum bagi mereka yang mempunyai
pendapat bahwa yang menjadi pertimbangan adalah “sebab khusus”; terkadang ada
kata yang umum dan ada dalil yang berfungsi mentakhsisnya. Pentingnya ilmu
asbabun nuzul dalam ilmu Al-Qur’an, seperti yang dijelaskan oleh Abu Mujahid,
adalah oleh guna mempertegas dan mempermudah dalam memahami ayat-ayatnya. Ilmu
Asbabun Nuzul mempunyai pengaruh yang penting dalam memahami ayat, karenanya
kebanyakan ulama begitu memperhatikan ilmu tentang Asbabun Nuzul bahkan ada
yang menyusunnya secara khusus. Diantara tokoh (penyusunnya) antara lain Ali Ibnu
al-Madiny guru Imam al-Bukhari r.a.Kitab yang terkenal dalam hal ini adalah
kitab Asbabun Nuzul karangan al-Wahidy sebagaimana halnya judul yang telah
dikarang oleh Syaikhul Islam Ibnu Hajar. Sedangkan as-Sayuthy juga telah
menyusun sebuah kitab Oleh karena pentingnya ilmu asbabun nuzul dalam ilmu
Al-Qur’an guna mempertegas dan mempermudah dalam memahami ayat-ayatnya,
dapatlah kami katakan bahwa diantara ayat Al-Qur’an ada yang tidak mungkin
dapat dipahami atau tidak mungkin diketahui ketentuannya/hukumnya tanpa ilmu
Asbabun Nuzul.
1.
Penegasan bahwa al-Qur’an benar-benar dari Allah SWT
2.
Penegasan bahwa Allah benar-benar memberikan perhatian
penuh pada rasulullah saw dalam menjalankan misi risalahnya.
3.
Penegasan bahwa Allah selalu bersama para hambanya dengan
menghilangkan duka cita mereka
4. Sarana memahami
ayat secara tepat
5.
Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian
umum
6.
Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam al-Qur’an
7.
Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunnya ayat
al-Qur’an
8.
Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat serta untuk
memantapkan wahyu di hati orang yang mendengarnya.
9.
Mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang terkandung
dalam al-Qur’an.
10. Seorang dapat
menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau umum dan dalam keadaan
bagaimana ayat itu mesti diterapkan.
BAB III
KESIMPULAN
Asbabun Nuzul adalah sesuatu
hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada
masa hal itu terjadi baik berupa peristiwa maupun pertanyaan
Adapun Pedoman dasar para
ulama dalam mengetahui Asbabun Nuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari
Rasulullah Saw atau dari sahabat.
bila sebab
nuzul sesuatu ayat itu banyak, maka terkadang semuanya tidak tegas, terkadang
pula semuanya tegas. Dan terkadang sebagiannya tidak tegas sedang sebagian
lainnya tegas dalam menunjukkan sebab. Apabila semuanya tidak tegas dalam
menunjukkan sebab, maka tidak ada salahnya untuk membawanya kepada atau
dipandang sebagai tafsir dan kandungan ayat. Apabila sebagian tidak tegas dan
sebagian lain tegas maka yang menjadi pegangan adalah yang tegas. Apabila
semuanya tegas, maka tidak terlepas dari kemungkinan bahwa salah satunya sahih
atau semuanya sahih, apabila salah satunya sahih dan yang lainnya tidak, maka
yang sahih itulah yang menjadi pegangan. Apabila semuanya sahih, maka dilakukan
pentarjihan bila mungkin. Bila tidak mungkin dengan pilihan demikian, maka
dipadukan bila mungkin. Bila tidak mungkin dipadukan, maka dipandanglah ayat
itu, diturunkan beberapa kali dan berulang
Bentuk redaksi yang menerangkan sebab nuzul itu
terkadang berupa pernyataan tegas mengenai sebab turunnya ayat seperti misalnya
“Rasulullah ditanya tentang hal begini, maka turunlah ayat ini” dan terkadang
pula pernyataan yang hanya mengandung kemungkinan mengenainya seperti misalnya
“Aku mengira ayat ini turun mengenai soal begini”.
Hikmah dari mempelajari asbabun nuzul diantaranya
adalah sebagai Sarana
memahami ayat secara tepat, Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam al-Qur’an,
Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunnya ayat al-Qur’an, Mengetahui
makna serta rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhdi, masjfuk,1979, Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya:
PT Bina Ilmu
As-Shalih, Subhi,membahas ilmu-ilmu alquran, Pustaka
Firdaus
Al-qattan, manna’ khalil,1992, Study Ilmu-Ilmu
Qur’an, Jakarta: PT Pustaka Litera Antar Nusa
Saleh dan Dahlan,1994, Asbabun Nuzul LatarBelakang Histories Turunnya
Ayat-Ayat Al-Quran, Bandung: CV Diponegoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar