NUWUN SEWU

Foto saya
banyuwangi, jawa timur, Indonesia
Kena cepet ning aja ndhisiki, kena pinter ning aja ngguroni,kena takon ning aja ngrusuhi

Rabu, 29 Februari 2012

KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU MISKAWAIH


by manshur musthofa
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan bernafaskan Islam atau yang disebut pendidikan Islam bukanlah sekedar pembentukan manusia semata, tetapi ia juga berlandaskan Islam yang mencakup pendidikan agama, akal, kecerdasan dan jiwa, yaitu pembentukan manusia seutuhnya dalam rangka pembentukan manusia yang berakhlaq mulia sebagai tujuan utama pengutusan Nabi Muhammad saw melaksanakan perintah Allah SWT dan mengenal perintah agama secara teori dan praktis
Pada dasarnya tujuan pendidikan adalah untuk mencapai perubahan-perubahan kepada keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Jika sasarannya adalah pada perbaikan akhlaq, maka metode pendidikan disini berkaitan dengan metode pendidikan ahlaq. Dalam kaitan ini menurut ibnu miskawaih bahwa masalah perbaikan akhlaq bukanlah merupakan bawaan atau warisan, karena jika demikian keadaannya tidak diperlukan adanya pendidikan, akhlaq seseorang dapat diusahakan atau menerima perubahan  yang diusahakan, jika demikian halnya, maka usaha-usaha untuk mengubahnya diperlukan adanya cara-cara efektif .
B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi ibnu miskawaih serta karya-karyanya.?
2.      Bagaimana konsep pemikiran pendidikan Ibnu Miskawaih.?


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Riwayat Hidup Ibnu Miskawaih
Nama lengkapnya adalah ahmad ibnu Muhammad ibn ya’qub ibn miskawaih. Ia lahir pada tahun 320H/932M. di ray, dan meninggal di isfahan pada tahun 412H/1030M. ibnu miskawaih hidup pada masa pemerintahan Dinasti Buwaihi (320-450H/932-1062M) yang sebagian besar pemukannya bermazhab Syi’ah.
Dari segi latar belakang pendidikannya tidak dijumpai data sejarah yang rinci. Namun dijumpai keterangan bahwa ia mempelajari sejarah dari Abu Bakr Ahmad Ibn Kamil al Qadi; mempelajari filsafat dari Ibn al-Akhmar, dan mempelajari kimia dari Abu Thayyib.
Dalam bidang pekerjaan, tercatat bahwa pekerjaan utama ibnu miskawaih adalah Bendaharawan, Sekertaris, Pustakawan dan pendidik anak para pemuka dinasti Buwaihi. Selain akrab dengan penguasa, ia juga banyak bergaul dengan para ilmuan seperti Abu Hayyan at-Tauhidi, Yahya Ibnu Adi dan Ibnu Sina, selain itu Ibnu Miskawaih juga dikenal sebagai sejarawan besar yang kemasyhurannya, melebihi pendahulunya, at-Thabari w.310 H./923 M).  selanjutnya ia juga dikenal sebagai dokter, penyair dan ahli bahasa. Keahlian ibnu Miskawaih dalam berbagai bidang ilmu tersebut antara lain dibuktikan dengan karya tulisnya berupa buku dan artikel.[1]
Ada beberapa prediksi yang dilekatkan pada ibnu Miskawaih, yaitu ahli bahasa dan sastra, penyair, intelektual profsional, seorang hakim yang bijak, sejarawan, filosof etika dan sastra, dan sufi. Tidak salah bila abu Hayyan al Tauhidi (400H)) mengatakan “Miskawaih adalah pribadi yang memiliki bahasa sastra yang indah, gagasan-gagasan yang segar, halus budi, mudah dipahami, ulet dan tidak banyak mengeluh, hati-hati dalam mendidik. Juga abu manshur al-tsalabi (421H) menerangkan bahwa ibnu miskawaih adalah pribadi mulia yang penuh keutaman, ahli sastra, ahli Balagoh dan penyair.[2]
Selanjutnya ibn Miskawaih juga seorang penganut syi’ah. Indikasi ini didasarkan pada pengabdiannya kepada sultan dan wazir-wazir syi’ah dalam masa pemerintahan bani Buwaihi (320-448H). ketika sultan ahmad  Adhud al-Daulah memegang tampuk pemerintahan, ia menduduki jabatan yang penting, seperti ia diangkat menjadi Khazin, penjaga perpustakaan yang besar dan bendahara Negara.[3]
  1. Karya Ibnu Miskawaih
Ibn Miskawaih dikenal sebagai filosof etika dalam Islam. Karenanya, karya-karya yang dihasilkan adalah kebanyakan bercerita masalah pendidikan, pengajaran, etika yang utama, dan metode-metode yang baik semua masalah tersebut. Adapun karya-karyanya:
  1. Tahdzib al-akhlaq wa tathir al-a’raq, sebuah kitab yang mendeskripsikan  etika dan filsafat social masyarakat terdahulu. Suatu bentuk pemilihan antara perilaku yang sesuai dengan syari’at  dan perilaku yang menyimpang,  beberapa pengalaman hidup yang dilaluinya, dan jalan metodologis kearah etika yang baik.
  2. Kitab al-Sa’adah, sebuah kitab filsafat etika yang menjadi orientasi semua manusia. Kitab ini disusun sebagai hadiah bagi ibn al-Amid, gurunya di ray.
  3. Kitab fawz al shagir, sebuah kitab pegangan untuk mmperoleh “keuntungan” yang besar dalam sekolah kehidupan
  4. Kitab fawz al-shagir, sebuah kitab pengangan untuk kehidupan sehari-hari.
  5. Kitab Jawidan khard, sebuah kitab Persia yang berisi tentang hikmah hikmah dan sastra.
  6. Tajarib al-umam, sebuah kitab sejarah.
  7. Kitab uns al-farid, sebuah kitab ringkasan yang didalamnya dibahas kisah-kisah,syair-syair, hikmah-hikmah, dan perumpamaan-perumpamaan.
  8. Kitab al Sayr,  sebuah kitab sejarah perjalanan seseorang dan pelbagai problematika yang dihadapinya, serta dibubuhkan pula jalan keluarnya.
  9. Kitab al mustwfa, sebuah kitab berisi syair-syair pilihan
  10. Kitab al-adwiyah al-mufrodah, al asy ribah, fi tarqibal-bajat min al-ath’imah, semuanya berbicara mengenai kedokteran, kesehatan dan giziyang baik untuk manusia.[4]
  1.  Pemikiran Pendidikan Ibn Miskawaih
Pemikiran pendidikan ibn Miskawaih tidak dapat dilepaskan dari konsepnya tentang manusia dan akhlaq. Untuk kedua masalah ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.      Dasar Pemikiran Ibnu Miskawaih,
Terdapat sejumlah pemikiran yang mendasari ibn miskawaih dalam bidang pendidikan. Pemikiran tersebut antara lain:
a.       Konsep Manusia
Sebagaimana para filosof lainnya ibn miskawaih memandang manusia sebagai mahluk yang memiliki macam-macam daya. Menurutnya dalam diri manusia ada tiga daya yaitu: (1) daya bernafsu sebagai daya terendah, (2) daya berani sebagai daya pertengahan (3) daya berfikir sebagai daya tertinggi. Ketiga daya ini merupakan unsur rohani manusia yang asal kejadiannya berbeda.[5]
b.      Konsep Akhlaq
Akhlaq menurut konsep ibnu miskawaih, ialah suatu sikap mental atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa pikir dan pertimbangan. Sementara tingkah laku manusia terbagi menjadi dua unsur, yakni unsur watak naluriah dan unsur lewat kebiasaan dan latihan.[6]
Pemikiran ibn miskawaih dalam bidang akhlaq termasuk salah satu yang mendasari konsepnya dalam bidang pendidikan, konsep akhlaq yang ditawarkan beradasar pada doktrin jalan tengah.
Doktrin jalan tengah (al-wasath) yang dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah the doktrin of the mean atau the golden ternyata sudah dikenal para filosof sebelum ibn miskawah, filosof china,mencius (551-479) memiliki paham tentang doktrin jalan tengah. Filosof yunani seperti Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM) dan filosof muslim seperti Alkhindi dan ibnu Sina juga didapati memiliki paham demikian.
Ibn miskawaih secara umum memberi pengertian pertengahan (jalan tengah) tersebut antara lain dengan keseimbangan,moderat, harmoni, utama, mulia, atau posisi tengah antara dua ekstrem. Akan tetapi ia tampak cenderung berpendapat bahwa keutamaan akhlaq secara umum diartikan sebagai posisi tengah antara ekstrem kelebihan dan ekstrem kekurangan masing-masing jiwa manusia. Dari sini terlihat ibnu miskawaih memberi tekanan yang lebih untuk pertama kali buat pribadi. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, jiwa manusia ada tiga, yaitu: jiwa albahimiyah, alghadabiyah dan an natiqiyah. Menurut ibnu miskawaih posisi tengah jiwa al bahimiyah adalah al Iffah yaitu menjaga diri dari berbuatan   dosa dan maksiat, selanjutnya posisi tengah jiwa al Ghadabiyah adalah as-Saja’ah atau perwira, yaitu keberanian yang diperhitungkan dengan masak untung ruginya. Sedangkan posisi tengah jiwa an Natiqiyah adalah al-hikmah, yaitu kebijaksanaan. Adapun perpaduan dari ketiga posisi tengah tersebut adalah keadilan dan keseimbangan.
Keempat keutamaan akhlaq tersebut (al-iffah,as-saja’ah, al hikmah, dan al adalah) merupakan pokok atau induk akhlaq yang mulia. Akhlaq-akhlaq mulia yang lainnya seperti jujur, ihlas, kasih sayang, hemat dan sebagainya merupakan cabang dari keempat induk tersebut. [7]
Ibnu miskawaih menolak pandangan orang-orang yunani yang mengatakan bahwa akhlaq manusia tidak dapat berubah, bagi ibnu Miskawaih akhlaq yang tercela bisa berubah menjadi ahlaq yang terpuji dengan jalan pendidikan (tarbiyah al-akhlaq) dan latihan-latihan. Pemikiran seperti ini jelas sejalan dengan ajaran Islam karena kandungan ajaran Islam secara eksplisit telah mengisyaratkan kearah ini dan pada hakikatnya syari’at agama bertujuan untuk mengokohkan dan memperbaiki akhlaq manusia.[8]
  1. Konsep pendidikan
Bertolak dari dasar pemikiran tersebut, Ibnu Miskawaih membangun konsep pendidikan yang bertumpu pada pendidikan akhlaq. Disini terlihat dengan jelas bahwa Karena dasar pemikiran Ibnu Miskawaih  dalam bidang akhlaq, maka konsep pendidikan yang dibangunnya pun adalah pendidikan akhlaq. konsep pendidikan akhlaq dari ibnu Miskawaih ini selengkapnya dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.      Tujuan Pendidikan Akhlaq
Tujuan pendidikan akhlaq yang dirumuskan oleh Ibn Miskawaih  adalah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna. Dengan alasan ini, maka ahmad abd al-hamid as-sya’ir dan Muhammad yusuf musa menggolongkan Ibn Miskawaih sebagai filosof yang bermadhab as-Sa’adat di bidang akhlaq. al Sa’adat memang merupakan persoalan utama dan mendasar bagi hidup manusia dan sekaligus bagi pendidikan akhlaq, makna as-Sa’adat sebagaimana dinyatakan M.abd Hak Anshari tidak mungkin dapat dicari padanan katanya dalam bahasa inggris walaupun secara umum diartikan Happiness  menurutnya as-Sa’adah merupakan konsep komprehensif yang di dalamnya terkandung unsur kebahagiaan (happiness) kemakmuran (prosperity) keberhasilan ((success), kesempurnaan (perfection) kesenangan (blesednes) dan kecantikan (beautitude).
Berdasarkan uraian diatas maka tujuan pendidikan yang ingin dicapai ibn miskawaih bersifat menyeluruh, yakni mencakup kebahagiaan  hidup manusia  dalam arti yang seluas-luasnya.
2.      Materi pendidikan akhlaq
Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, ibn miskawaih menyebutkan beberapa hal yang perlu dipelajari, diajarkan atau dipraktekkan. Sesuai dengan konsepnya tentang manusia. Secara umum ibn miskawaih menghendaki agar semua sisi kemanusiaan mendapat materi didikan  yang memberi jalan bagi tercapainya tujuan pendidikan. Materi-materi dimaksud oleh ibn Miskawaih diabdikan pula sebagai bentuk pengabdian kepada allah SWT.
Sejalan dengan uraian tersebut diatas  ibn miskawaih menyebutkan tiga hal pokok tersebut adalah: (1) hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh manusia, (2) hal-hal yang wajib bagi jiwa, dan (3) hal-hal yang wajib bagi hubungannya dengan sesama manusia. Ketiga pokok materi tersebut menurut ibn miskawaih dapat diperoleh dari ilmu-ilmu yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pemikiran yang selanjutnya disebut al-ulum al-fikriyah, dan kedua, ilmu-ilmu yang berkaitan dengan indera yang selanjutnya disebut al-ulum alhissiyat.
Ibn miskawaih tidak memperinci materi pendidikan yang wajib bagi kebutuhan manusia secara detail, materi tersebut diantaranya adalah shalat, puasa, sa’i. materi pendidikan akhlaq yang wajib dipelajari bagi keperluan jiwa dicontohkan oleh ibn Miskawaih dengan pembahasan tentang aqidah yang benar, mengesakan Allah dengan segala kebesaranNya, serta motifasi untuk senang terhadap ilmu. Adapun materi yang terkait dengan keperluan manusia terhadap manusia lain  dicontohkan dengan materi dalam ilmu Muamalat, Pertanian Perkawinan,Saling menasehati
Selanjutnya karena materi-materi tersebut selalu dikaitkan dengan pengabdian kepada Tuhan, maka apapun materi yang terdapat dalam suatu ilmu yang ada, asal semuanya tidak lepas dari tujuan pengabdian kepada Tuhan, misalnya ilmu Nahwu dalam rangka pendidikan Akhlaq, ibn miskawaih sangat mementingkan materi yang ada dalam ilmu ini, karena materi dalam ilmu ini membantu manusia untuk lurus dalam berbicara, demikian pula materi  yang ada dalam ilmu Mantiq akan membantu manusia untuk lurus dalam berfikir
3. Pendidik dan Anak Didik
Kedua aspek pendidikan (pendidik dan anak didik) ini mendapat perhatian khusus dari ibn Miskawaih. Menurutnya orang tua tetap merupakan pendidik yang mula-mula bagi anak-anaknya dengan syari’at sebagai acuan utama materi pendidikannya. Karena peran yang demikian besar dari orang tua dalam pendidikan, maka perlu adanya hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak yang didasarkan  pada cinta kasih.
Pendidik sejati yang dimaksudkan ibn miskawaih adalah manusia ideal  seperti yang terdapat pada konsepsinya tentang manusia yang ideal. Hal demikian terlihat jelas karena ia mensejajarkan posisi mereka sama dengan posisi Nabi, terutama dalam hal cinta kasih . cinta kasih anak didik terhadap pendidiknya menempati urutan kedua setelah cinta kasih terhadap allah.
4.Lingkungan pendidikan
Ibn Miskawaih berpendapat bahwa usaha mencapai kebahagiaan (as-sa’adah) tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi harus bersaha atas dasar saling menolong dan saling melengkapi, kondisi demikian akan tercipta apabila manusia saling mencintai, setiap pribadi merasa bahwa kesempurnaan dirinya akan terwujud karma kesempurnaan yang lain.
Untuk mencapai keadaan lingkungan yang demikian itu, menurut ibn Miskawaih terkait dengan politik pemerintahan. Kepala Negara berikut aparatnya mempunyai kewajiban untuk menciptakannya, karena itu, ibn Miskawaih berpendapat bahwa Agama dan Negara ibarat dua saudara yang saling melengkapi. Satu dengan yang lainnya saling menyempurnakan. Cinta kasih kepala Negara terhadap rakyatnya semisal cinta kasih orang tua terhadap anak-anaknya, terhadap pemimpin demikian, rakyat juga wajib mencintainya semisal cinta anak terhadap orang tua.

5.Metodologi Pendidikan
Metodologi pendidikan dapat dapat diartikan sebagai cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan, yaitu perubahan-perubahan kepada keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian metode ini terkait dengan perubahan atau perbaikan. Jika sasarannya adalah perbaikan akhlaq maka metode pendidikan disini berkaitan dengan metode pendidikan akhlaq. dalam kaitan ini ibn Miskawaih berpendirian bahwa masalah perbaikan akhlaq bukanlah merupakan bawaan atau warisan, karena jika demikian keadaannya tidak diperlukan adanya pendidikan. Ibn miskawaih berpendirian bahwa akhlaq seseorang dapat diusahakan atau menerima perubahan yang diusahakan. Jika demikian halnya maka usaha-usaha untuk mengubahnya diperlukan adanya cara-cara yang efektif yang selanjutnya dikenal dengan istilah Metodologi.
Terdapat beberapa metode yang diajukan ibn Miskawaih dalam mencapai akhlaq yang baik. Pertama, adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk berlatih terus menerus dan menahan diri (al-adat wa al-jihad) untuk memperoleh keutamaan dan kesopanan yang sebenarnya sesuai dengan keutamaan jiwa, latihan ini terutama diarahkan agar manusia tidak memperturutkan kemauannya jiwa al-syahwaniyat dan alghadabiyyat. Karena kedua jiwa ini sangat terkait dengan alat tubuh, maka wujud latihan dan menahan diri dapat dilakukan antara lain dengan tidak makan dengan tidak minum yang membawa kerusakan tubuh, atau dengan melakukan puasa, apabila kemalasan muncul maka latihan yang patut dilakukan antara lain adalah bekerja yang didalamnya mengandung unsur yang berat; seperti mengerjakan sholat lima waktu, atau melakukan sebagian pekerjaan  baik yang didalamnya mengandung unsur yang melelahkan. Latihan yang sungguh sungguh semacam ini diumpamakan oleh ibn Miskawaih seperti kesiapan raja sebelum berhadapan dengan musuh. Kesiapan dimaksud mengandung pengertian harus dilakukan secara dini, terus menerus dan tidak menunggu waktu, metode semacam ini ditemukan pula dalam karya etika para filosof lain seperti halnya yang dilakukan imam al-Ghazali,ibn Arabi, ibn Sina. Metode semacam ini termasuk metode yang paling efektif  untuk memperoleh keutamaan jiwa.
Kedua, dengan menjadikan semua pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin bagi dirinya, adapun pengetahuan dan pengalaman yang dimaksud dalam pernyataan ini adalah pengetahuan dan pengalaman yang berkenaan dengan hukum-hukum akhlaq yang berlaku bagi sebab munculnya kebaikan dan keburukan bagi manusia. Dengan cara ini seseorang tidak akan hanyut kedalam perbuatan yang tidak baik, karena ia bercermin pada perbuatan buruk dan akibatnya yang di alami orang lain.manakala ia mengukur kejelekan atau keburukan orang lain, ia kemudian mencurigai dirinya, bahwa dirinya juga sedikit banyak memiliki kekurangan seperti orang tersebut, lalu menyelidiki dirinya. Dengan demikian, maka setiap malam dan siang ia akan selalu meninjau kembali semua perbuatannya, sehingga tidak satupun perbuatannya terhindar dari perhatiaannya
























BAB III
KESIMPULAN
Ada beberapa prediksi yang dilekatkan pada ibnu Miskawaih, yaitu ahli bahasa dan sastra, penyair, intelektual profsional, seorang hakim yang bijak, sejarawan, filosof etika dan sastra, dan sufi
Ibn Miskawaih dikenal sebagai filosof etika dalam Islam. Karenanya, karya-karya yang dihasilkan adalah kebanyakan bercerita masalah pendidikan, pengajaran, etika yang utama.
Terdapat sejumlah pemikiran yang mendasari konsep ibn miskawaih dalam bidang pendidikan. Konsep Manusia Menurutnya dalam diri manusia ada tiga daya yaitu: daya bernafsu sebagai daya terendah, daya berani sebagai daya pertengahan daya berfikir sebagai daya tertinggi. Konsep akhlaq yang ditawarkan beradasar pada doktrin jalan tengah
Secara global ibnu miskawaih membagi materi pendidikan akhlaq sebagai berikut: a. hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh manusia, b. hal-hal yang wajib bagi jiwa, dan c. hal-hal yang wajib bagi hubungannya dengan sesama manusia.
metode yang diajukan ibn Miskawaih dalam mencapai akhlaq yang baik. Pertama, adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk berlatih terus menerus dan menahan diri (al-adat wa al-jihad) untuk memperoleh keutamaan dan kesopanan yang sebenarnya sesuai dengan keutamaan jiwa. Kedua, dengan menjadikan semua pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin bagi dirinya, adapun pengetahuan dan pengalaman yang dimaksud dalam pernyataan ini adalah pengetahuan dan pengalaman yang berkenaan dengan hukum-hukum akhlaq yang berlaku bagi sebab munculnya kebaikan dan keburukan bagi manusia.








DAFTAR PUSTAKA
Zar. Sirajudin.2009.Filsafat Islam Filosof Dan Filsafatnya. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.
Tolkhah. Imam dan Barizi. Imam. 2004. Membuka Jendela Pendidikan (Mengurai Akar Tradisi Dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nata. Abudin.2003. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Majid,fahri.1986. Sejarah Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka Jaya.
Ahmad daudy, 1986. Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang


[1] Lihat Nata, Abudin. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam hal 5-6
[2] Lihat Tholhah.Imam “Membuka Jendela Pendidikan hal 240
[3] Lihat Majid,fahri, sejarah filsafat islam,terj.mulyadi kartanegara,(Jakarta:pustaka jaya,1989),hal 265
[4] lihat Tholhah.Imam hal 240-241
[5] Lihat Nata.Abudin. hal 6-7
[6] Lihat  Ahmad daudy,kuliah filsafat islam, jakatra bulan bintang1986) hal 61
[7] Lihat Nata.Abudin. hal 8
[8] Lihat sirajudin Dar. Filsafat Islam Filosof Dan Filsafatnya. Hal 135

Tidak ada komentar:

Posting Komentar