by manshur musthofa
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan bernafaskan Islam atau yang disebut
pendidikan Islam bukanlah sekedar pembentukan manusia semata, tetapi ia juga
berlandaskan Islam yang mencakup pendidikan agama, akal, kecerdasan dan jiwa,
yaitu pembentukan manusia seutuhnya dalam rangka pembentukan manusia yang
berakhlaq mulia sebagai tujuan utama pengutusan Nabi Muhammad saw melaksanakan
perintah Allah SWT dan mengenal perintah agama secara teori dan praktis
Pada dasarnya tujuan pendidikan adalah untuk mencapai perubahan-perubahan
kepada keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Jika sasarannya adalah pada
perbaikan akhlaq, maka metode pendidikan disini berkaitan dengan metode
pendidikan ahlaq. Dalam kaitan ini menurut ibnu miskawaih bahwa masalah
perbaikan akhlaq bukanlah merupakan bawaan atau warisan, karena jika demikian
keadaannya tidak diperlukan adanya pendidikan, akhlaq seseorang dapat
diusahakan atau menerima perubahan yang
diusahakan, jika demikian halnya, maka usaha-usaha untuk mengubahnya diperlukan
adanya cara-cara efektif .
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana biografi ibnu miskawaih serta
karya-karyanya.?
2.
Bagaimana konsep pemikiran pendidikan
Ibnu Miskawaih.?
BAB
II
PEMBAHASAN
- Riwayat Hidup Ibnu Miskawaih
Nama lengkapnya adalah ahmad ibnu Muhammad ibn ya’qub
ibn miskawaih. Ia lahir pada tahun 320H/932M. di ray, dan meninggal di isfahan
pada tahun 412H/1030M. ibnu miskawaih hidup pada masa pemerintahan Dinasti
Buwaihi (320-450H/932-1062M) yang sebagian besar pemukannya bermazhab Syi’ah.
Dari segi latar belakang pendidikannya tidak dijumpai
data sejarah yang rinci. Namun dijumpai keterangan bahwa ia mempelajari sejarah
dari Abu Bakr Ahmad Ibn Kamil al Qadi; mempelajari filsafat dari Ibn al-Akhmar,
dan mempelajari kimia dari Abu Thayyib.
Dalam bidang pekerjaan, tercatat bahwa pekerjaan utama
ibnu miskawaih adalah Bendaharawan, Sekertaris, Pustakawan dan pendidik anak
para pemuka dinasti Buwaihi. Selain akrab dengan penguasa, ia juga banyak
bergaul dengan para ilmuan seperti Abu Hayyan at-Tauhidi, Yahya Ibnu Adi dan Ibnu
Sina, selain itu Ibnu Miskawaih juga dikenal sebagai sejarawan besar yang
kemasyhurannya, melebihi pendahulunya, at-Thabari w.310 H./923 M). selanjutnya ia juga dikenal sebagai dokter,
penyair dan ahli bahasa. Keahlian ibnu Miskawaih dalam berbagai bidang ilmu
tersebut antara lain dibuktikan dengan karya tulisnya berupa buku dan artikel.[1]
Ada beberapa prediksi yang dilekatkan pada ibnu Miskawaih,
yaitu ahli bahasa dan sastra, penyair, intelektual profsional, seorang hakim
yang bijak, sejarawan, filosof etika dan sastra, dan sufi. Tidak salah bila abu
Hayyan al Tauhidi (400H)) mengatakan “Miskawaih adalah pribadi yang memiliki
bahasa sastra yang indah, gagasan-gagasan yang segar, halus budi, mudah
dipahami, ulet dan tidak banyak mengeluh, hati-hati dalam mendidik. Juga abu
manshur al-tsalabi (421H) menerangkan bahwa ibnu miskawaih adalah pribadi mulia
yang penuh keutaman, ahli sastra, ahli Balagoh dan penyair.[2]
Selanjutnya ibn Miskawaih juga seorang penganut
syi’ah. Indikasi ini didasarkan pada pengabdiannya kepada sultan dan
wazir-wazir syi’ah dalam masa pemerintahan bani Buwaihi (320-448H). ketika
sultan ahmad Adhud al-Daulah memegang
tampuk pemerintahan, ia menduduki jabatan yang penting, seperti ia diangkat
menjadi Khazin, penjaga perpustakaan yang besar dan bendahara Negara.[3]
- Karya Ibnu Miskawaih
Ibn Miskawaih dikenal sebagai filosof etika dalam Islam.
Karenanya, karya-karya yang dihasilkan adalah kebanyakan bercerita masalah
pendidikan, pengajaran, etika yang utama, dan metode-metode yang baik semua
masalah tersebut. Adapun karya-karyanya:
- Tahdzib al-akhlaq wa tathir al-a’raq, sebuah kitab yang mendeskripsikan etika dan filsafat social masyarakat terdahulu. Suatu bentuk pemilihan antara perilaku yang sesuai dengan syari’at dan perilaku yang menyimpang, beberapa pengalaman hidup yang dilaluinya, dan jalan metodologis kearah etika yang baik.
- Kitab al-Sa’adah, sebuah kitab filsafat etika yang menjadi orientasi semua manusia. Kitab ini disusun sebagai hadiah bagi ibn al-Amid, gurunya di ray.
- Kitab fawz al shagir, sebuah kitab pegangan untuk mmperoleh “keuntungan” yang besar dalam sekolah kehidupan
- Kitab fawz al-shagir, sebuah kitab pengangan untuk kehidupan sehari-hari.
- Kitab Jawidan khard, sebuah kitab Persia yang berisi tentang hikmah hikmah dan sastra.
- Tajarib al-umam, sebuah kitab sejarah.
- Kitab uns al-farid, sebuah kitab ringkasan yang didalamnya dibahas kisah-kisah,syair-syair, hikmah-hikmah, dan perumpamaan-perumpamaan.
- Kitab al Sayr, sebuah kitab sejarah perjalanan seseorang dan pelbagai problematika yang dihadapinya, serta dibubuhkan pula jalan keluarnya.
- Kitab al mustwfa, sebuah kitab berisi syair-syair pilihan
- Kitab al-adwiyah al-mufrodah, al asy ribah, fi tarqibal-bajat min al-ath’imah, semuanya berbicara mengenai kedokteran, kesehatan dan giziyang baik untuk manusia.[4]
- Pemikiran Pendidikan Ibn Miskawaih
Pemikiran pendidikan ibn Miskawaih tidak dapat
dilepaskan dari konsepnya tentang manusia dan akhlaq. Untuk kedua masalah ini
dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Dasar Pemikiran Ibnu Miskawaih,
Terdapat sejumlah pemikiran yang mendasari ibn miskawaih
dalam bidang pendidikan. Pemikiran tersebut antara lain:
a.
Konsep Manusia
Sebagaimana para filosof lainnya ibn miskawaih memandang manusia sebagai
mahluk yang memiliki macam-macam daya. Menurutnya dalam diri manusia ada tiga
daya yaitu: (1) daya bernafsu sebagai daya terendah, (2) daya berani sebagai
daya pertengahan (3) daya berfikir sebagai daya tertinggi. Ketiga daya ini
merupakan unsur rohani manusia yang asal kejadiannya berbeda.[5]
b.
Konsep Akhlaq
Akhlaq menurut konsep ibnu miskawaih, ialah suatu sikap mental atau
keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa pikir dan pertimbangan.
Sementara tingkah laku manusia terbagi menjadi dua unsur, yakni unsur watak
naluriah dan unsur lewat kebiasaan dan latihan.[6]
Pemikiran ibn miskawaih dalam bidang akhlaq termasuk salah satu yang
mendasari konsepnya dalam bidang pendidikan, konsep akhlaq yang ditawarkan
beradasar pada doktrin jalan tengah.
Doktrin jalan tengah (al-wasath) yang dalam bahasa inggris dikenal dengan
istilah the doktrin of the mean atau the golden ternyata sudah dikenal para
filosof sebelum ibn miskawah, filosof china,mencius (551-479) memiliki paham
tentang doktrin jalan tengah. Filosof yunani seperti Plato (427-347 SM), Aristoteles
(384-322 SM) dan filosof muslim seperti Alkhindi dan ibnu Sina juga didapati
memiliki paham demikian.
Ibn miskawaih secara umum memberi pengertian pertengahan (jalan tengah)
tersebut antara lain dengan keseimbangan,moderat, harmoni, utama, mulia, atau
posisi tengah antara dua ekstrem. Akan tetapi ia tampak cenderung berpendapat
bahwa keutamaan akhlaq secara umum diartikan sebagai posisi tengah antara
ekstrem kelebihan dan ekstrem kekurangan masing-masing jiwa manusia. Dari sini
terlihat ibnu miskawaih memberi tekanan yang lebih untuk pertama kali buat
pribadi. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, jiwa manusia ada tiga, yaitu:
jiwa albahimiyah, alghadabiyah dan an natiqiyah. Menurut ibnu miskawaih posisi
tengah jiwa al bahimiyah adalah al Iffah yaitu menjaga diri dari berbuatan dosa
dan maksiat, selanjutnya posisi tengah jiwa al Ghadabiyah adalah as-Saja’ah atau
perwira, yaitu keberanian yang diperhitungkan dengan masak untung ruginya.
Sedangkan posisi tengah jiwa an Natiqiyah adalah al-hikmah, yaitu kebijaksanaan.
Adapun perpaduan dari ketiga posisi tengah tersebut adalah keadilan dan
keseimbangan.
Keempat keutamaan akhlaq tersebut (al-iffah,as-saja’ah, al hikmah, dan al
adalah) merupakan pokok atau induk akhlaq yang mulia. Akhlaq-akhlaq mulia yang
lainnya seperti jujur, ihlas, kasih sayang, hemat dan sebagainya merupakan
cabang dari keempat induk tersebut. [7]
Ibnu miskawaih menolak pandangan orang-orang yunani yang mengatakan bahwa
akhlaq manusia tidak dapat berubah, bagi ibnu Miskawaih akhlaq yang tercela bisa
berubah menjadi ahlaq yang terpuji dengan jalan pendidikan (tarbiyah al-akhlaq)
dan latihan-latihan. Pemikiran seperti ini jelas sejalan dengan ajaran Islam karena
kandungan ajaran Islam secara eksplisit telah mengisyaratkan kearah ini dan
pada hakikatnya syari’at agama bertujuan untuk mengokohkan dan memperbaiki akhlaq
manusia.[8]
- Konsep pendidikan
Bertolak dari dasar pemikiran tersebut, Ibnu Miskawaih
membangun konsep pendidikan yang bertumpu pada pendidikan akhlaq. Disini
terlihat dengan jelas bahwa Karena dasar pemikiran Ibnu Miskawaih dalam bidang akhlaq, maka konsep pendidikan
yang dibangunnya pun adalah pendidikan akhlaq. konsep pendidikan akhlaq dari
ibnu Miskawaih ini selengkapnya dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Tujuan Pendidikan Akhlaq
Tujuan pendidikan akhlaq yang dirumuskan oleh Ibn
Miskawaih adalah terwujudnya sikap batin
yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang
bernilai baik sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati
dan sempurna. Dengan alasan ini, maka ahmad abd al-hamid as-sya’ir dan Muhammad
yusuf musa menggolongkan Ibn Miskawaih sebagai filosof yang bermadhab as-Sa’adat
di bidang akhlaq. al Sa’adat memang merupakan persoalan utama dan mendasar bagi
hidup manusia dan sekaligus bagi pendidikan akhlaq, makna as-Sa’adat sebagaimana
dinyatakan M.abd Hak Anshari tidak mungkin dapat dicari padanan katanya dalam
bahasa inggris walaupun secara umum diartikan Happiness menurutnya as-Sa’adah merupakan konsep komprehensif
yang di dalamnya terkandung unsur kebahagiaan (happiness) kemakmuran (prosperity)
keberhasilan ((success), kesempurnaan (perfection) kesenangan (blesednes)
dan kecantikan (beautitude).
Berdasarkan uraian diatas maka tujuan pendidikan yang
ingin dicapai ibn miskawaih bersifat menyeluruh, yakni mencakup
kebahagiaan hidup manusia dalam arti yang seluas-luasnya.
2.
Materi pendidikan akhlaq
Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, ibn
miskawaih menyebutkan beberapa hal yang perlu dipelajari, diajarkan atau
dipraktekkan. Sesuai dengan konsepnya tentang manusia. Secara umum ibn
miskawaih menghendaki agar semua sisi kemanusiaan mendapat materi didikan yang memberi jalan bagi tercapainya tujuan
pendidikan. Materi-materi dimaksud oleh ibn Miskawaih diabdikan pula sebagai
bentuk pengabdian kepada allah SWT.
Sejalan dengan uraian tersebut diatas ibn miskawaih menyebutkan tiga hal pokok
tersebut adalah: (1) hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh manusia, (2)
hal-hal yang wajib bagi jiwa, dan (3) hal-hal yang wajib bagi hubungannya dengan
sesama manusia. Ketiga pokok materi tersebut menurut ibn miskawaih dapat
diperoleh dari ilmu-ilmu yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi
dua. Pertama, ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pemikiran yang selanjutnya
disebut al-ulum al-fikriyah, dan kedua, ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan indera yang selanjutnya disebut al-ulum alhissiyat.
Ibn miskawaih tidak memperinci materi pendidikan yang
wajib bagi kebutuhan manusia secara detail, materi tersebut diantaranya adalah
shalat, puasa, sa’i. materi pendidikan akhlaq yang wajib dipelajari bagi
keperluan jiwa dicontohkan oleh ibn Miskawaih dengan pembahasan tentang aqidah
yang benar, mengesakan Allah dengan segala kebesaranNya, serta motifasi untuk
senang terhadap ilmu. Adapun materi yang terkait dengan keperluan manusia
terhadap manusia lain dicontohkan dengan
materi dalam ilmu Muamalat, Pertanian Perkawinan,Saling menasehati
Selanjutnya karena materi-materi tersebut selalu
dikaitkan dengan pengabdian kepada Tuhan, maka apapun materi yang terdapat
dalam suatu ilmu yang ada, asal semuanya tidak lepas dari tujuan pengabdian
kepada Tuhan, misalnya ilmu Nahwu dalam rangka pendidikan Akhlaq, ibn miskawaih
sangat mementingkan materi yang ada dalam ilmu ini, karena materi dalam ilmu
ini membantu manusia untuk lurus dalam berbicara, demikian pula materi yang ada dalam ilmu Mantiq akan membantu
manusia untuk lurus dalam berfikir
3. Pendidik dan Anak
Didik
Kedua aspek pendidikan (pendidik dan anak didik) ini
mendapat perhatian khusus dari ibn Miskawaih. Menurutnya orang tua tetap
merupakan pendidik yang mula-mula bagi anak-anaknya dengan syari’at sebagai
acuan utama materi pendidikannya. Karena peran yang demikian besar dari orang
tua dalam pendidikan, maka perlu adanya hubungan yang harmonis antara orang tua
dan anak yang didasarkan pada cinta
kasih.
Pendidik sejati yang dimaksudkan ibn miskawaih adalah
manusia ideal seperti yang terdapat pada
konsepsinya tentang manusia yang ideal. Hal demikian terlihat jelas karena ia
mensejajarkan posisi mereka sama dengan posisi Nabi, terutama dalam hal cinta
kasih . cinta kasih anak didik terhadap pendidiknya menempati urutan kedua
setelah cinta kasih terhadap allah.
4.Lingkungan pendidikan
Ibn Miskawaih berpendapat bahwa usaha mencapai
kebahagiaan (as-sa’adah) tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi harus
bersaha atas dasar saling menolong dan saling melengkapi, kondisi demikian akan
tercipta apabila manusia saling mencintai, setiap pribadi merasa bahwa
kesempurnaan dirinya akan terwujud karma kesempurnaan yang lain.
Untuk mencapai keadaan lingkungan yang demikian itu,
menurut ibn Miskawaih terkait dengan politik pemerintahan. Kepala Negara
berikut aparatnya mempunyai kewajiban untuk menciptakannya, karena itu, ibn Miskawaih
berpendapat bahwa Agama dan Negara ibarat dua saudara yang saling melengkapi.
Satu dengan yang lainnya saling menyempurnakan. Cinta kasih kepala Negara
terhadap rakyatnya semisal cinta kasih orang tua terhadap anak-anaknya,
terhadap pemimpin demikian, rakyat juga wajib mencintainya semisal cinta anak
terhadap orang tua.
5.Metodologi Pendidikan
Metodologi pendidikan dapat dapat diartikan sebagai
cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
ditetapkan, yaitu perubahan-perubahan kepada keadaan yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan demikian metode ini terkait dengan perubahan atau perbaikan.
Jika sasarannya adalah perbaikan akhlaq maka metode pendidikan disini berkaitan
dengan metode pendidikan akhlaq. dalam kaitan ini ibn Miskawaih berpendirian
bahwa masalah perbaikan akhlaq bukanlah merupakan bawaan atau warisan, karena
jika demikian keadaannya tidak diperlukan adanya pendidikan. Ibn miskawaih
berpendirian bahwa akhlaq seseorang dapat diusahakan atau menerima perubahan
yang diusahakan. Jika demikian halnya maka usaha-usaha untuk mengubahnya diperlukan
adanya cara-cara yang efektif yang selanjutnya dikenal dengan istilah Metodologi.
Terdapat beberapa metode yang diajukan ibn Miskawaih dalam
mencapai akhlaq yang baik. Pertama, adanya kemauan yang sungguh-sungguh
untuk berlatih terus menerus dan menahan diri (al-adat wa al-jihad)
untuk memperoleh keutamaan dan kesopanan yang sebenarnya sesuai dengan
keutamaan jiwa, latihan ini terutama diarahkan agar manusia tidak
memperturutkan kemauannya jiwa al-syahwaniyat dan alghadabiyyat.
Karena kedua jiwa ini sangat terkait dengan alat tubuh, maka wujud latihan dan
menahan diri dapat dilakukan antara lain dengan tidak makan dengan tidak minum
yang membawa kerusakan tubuh, atau dengan melakukan puasa, apabila kemalasan
muncul maka latihan yang patut dilakukan antara lain adalah bekerja yang
didalamnya mengandung unsur yang berat; seperti mengerjakan sholat lima waktu,
atau melakukan sebagian pekerjaan baik yang
didalamnya mengandung unsur yang melelahkan. Latihan yang sungguh sungguh
semacam ini diumpamakan oleh ibn Miskawaih seperti kesiapan raja sebelum
berhadapan dengan musuh. Kesiapan dimaksud mengandung pengertian harus
dilakukan secara dini, terus menerus dan tidak menunggu waktu, metode semacam
ini ditemukan pula dalam karya etika para filosof lain seperti halnya yang
dilakukan imam al-Ghazali,ibn Arabi, ibn Sina. Metode semacam ini termasuk
metode yang paling efektif untuk
memperoleh keutamaan jiwa.
Kedua, dengan menjadikan semua pengetahuan dan
pengalaman orang lain sebagai cermin bagi dirinya, adapun pengetahuan dan
pengalaman yang dimaksud dalam pernyataan ini adalah pengetahuan dan pengalaman
yang berkenaan dengan hukum-hukum akhlaq yang berlaku bagi sebab munculnya
kebaikan dan keburukan bagi manusia. Dengan cara ini seseorang tidak akan
hanyut kedalam perbuatan yang tidak baik, karena ia bercermin pada perbuatan
buruk dan akibatnya yang di alami orang lain.manakala ia mengukur kejelekan
atau keburukan orang lain, ia kemudian mencurigai dirinya, bahwa dirinya juga
sedikit banyak memiliki kekurangan seperti orang tersebut, lalu menyelidiki
dirinya. Dengan demikian, maka setiap malam dan siang ia akan selalu meninjau
kembali semua perbuatannya, sehingga tidak satupun perbuatannya terhindar dari
perhatiaannya
BAB III
KESIMPULAN
Ada beberapa prediksi yang dilekatkan pada ibnu
Miskawaih, yaitu ahli bahasa dan sastra, penyair, intelektual profsional,
seorang hakim yang bijak, sejarawan, filosof etika dan sastra, dan sufi
Ibn Miskawaih dikenal sebagai filosof etika dalam
Islam. Karenanya, karya-karya yang dihasilkan adalah kebanyakan bercerita
masalah pendidikan, pengajaran, etika yang utama.
Terdapat sejumlah pemikiran yang mendasari konsep ibn
miskawaih dalam bidang pendidikan. Konsep Manusia Menurutnya dalam diri manusia
ada tiga daya yaitu: daya bernafsu sebagai daya terendah, daya berani sebagai
daya pertengahan daya berfikir sebagai daya tertinggi. Konsep akhlaq yang
ditawarkan beradasar pada doktrin jalan tengah
Secara global ibnu miskawaih membagi materi pendidikan
akhlaq sebagai berikut: a. hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh manusia, b.
hal-hal yang wajib bagi jiwa, dan c. hal-hal yang wajib bagi hubungannya dengan
sesama manusia.
metode yang diajukan ibn Miskawaih dalam mencapai
akhlaq yang baik. Pertama, adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk
berlatih terus menerus dan menahan diri (al-adat wa al-jihad) untuk
memperoleh keutamaan dan kesopanan yang sebenarnya sesuai dengan keutamaan
jiwa. Kedua, dengan menjadikan semua pengetahuan dan pengalaman orang
lain sebagai cermin bagi dirinya, adapun pengetahuan dan pengalaman yang
dimaksud dalam pernyataan ini adalah pengetahuan dan pengalaman yang berkenaan
dengan hukum-hukum akhlaq yang berlaku bagi sebab munculnya kebaikan dan
keburukan bagi manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Zar. Sirajudin.2009.Filsafat Islam Filosof Dan
Filsafatnya. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.
Tolkhah. Imam dan Barizi. Imam. 2004. Membuka
Jendela Pendidikan (Mengurai Akar Tradisi Dan Integrasi Keilmuan Pendidikan
Islam). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nata. Abudin.2003. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan
Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Majid,fahri.1986. Sejarah Filsafat Islam, Jakarta:
Pustaka Jaya.
Ahmad daudy, 1986. Kuliah Filsafat Islam,
Jakarta: Bulan Bintang
[1] Lihat
Nata, Abudin. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam hal 5-6
[2] Lihat
Tholhah.Imam “Membuka Jendela Pendidikan hal 240
[3] Lihat
Majid,fahri, sejarah filsafat islam,terj.mulyadi kartanegara,(Jakarta:pustaka
jaya,1989),hal 265
[4] lihat
Tholhah.Imam hal 240-241
[5] Lihat
Nata.Abudin. hal 6-7
[6]
Lihat Ahmad daudy,kuliah filsafat islam,
jakatra bulan bintang1986) hal 61
[7] Lihat
Nata.Abudin. hal 8
[8] Lihat
sirajudin Dar. Filsafat Islam Filosof Dan Filsafatnya. Hal 135
Tidak ada komentar:
Posting Komentar