NUWUN SEWU

Foto saya
banyuwangi, jawa timur, Indonesia
Kena cepet ning aja ndhisiki, kena pinter ning aja ngguroni,kena takon ning aja ngrusuhi

Rabu, 29 Februari 2012

TEORI DASAR STUDY ISLAM


BY: MANSHUR MUSTHOFA
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Ibarat spektrum cahaya, Islam itu terpancar menjadi beragam dimensi. Semua dimensi itu pada hakikatnya adalah satu yaitu Islam. Tidak semua muslim mampu menangkap seluruh dimensi yang dipancarkan oleh islam. Setiap muslim hanya mampu menangkap dimensi dimensi tertentu, sesuai dengan kemampuan  daya tangkap dan visinya masing-masing.
Studi Islam bukanlah tumbuh dan berkembang dari realitas historis yang hampa, ia hadir secara kronoligis dalam konteks ruang dan waktu yang jelas, hal ini terjadi sebagai respon sejarah atas sejumlah persoalan keagamaan yang dialami umat Islam.
Selanjutnya studi Islam juga merupakan bagian dari sebuah kajian keislaman dengan wilayah telaah materi ajaran agama dan fenomena kehidupan beragama. Pendekatan yang dilakukan biasanya melalui berbagai disiplin keilmuan, baik yang bersifat dokrinal-normative maupun histories–empiris. Secara metodologis kedua pendekatan tersebut merupakan elemen yang sangat penting dalam kajian keislaman semisal pendekatan tentang Islam dalam konteks normative keagamaan yang harus dijangkau oleh kaum muslimin dengan pendekatan tentang Islam yang merupakan lapangan kajian.
  1. Pokok Masalah
Dari latar belakang di atas maka dalam makalah ini akan disajikan beberapa pokok permasalahan yang perlu diketahui dalam konteks kajian  studi Islam, adapun pokok masalahnya adalah sebagai berikut:
1.          Definisi studi Islam.
2.          Pokok-pokok ajaran Islam sebagai dasar studi  Islam.
3.          Urgensi dan Signifikansi studi Islam

A.    Islam Sebagai Pengertian Yang Sebenarnya
Islam adalah agama yang ajaran-ajaranya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia, sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil aspek itu adalah Al-Qur’an dan hadits (Harun Nasution, 1985: 24).
Ajaran yang terpenting dari Islam adalah Tauhid yakni pengakuan tentang adanya Tuhan Yang Maha  Esa. Hal ini juga menjadi dasar kerasulan, wahyu, soal musyrik dan kafir, hubungan makhluk, surga neraka dan sebagainya yang mana kesemuanya ini dibahas dalam ilmu tauhid atau dalam istilah baratnya disebut Teologi. Aspek Teologi merupakan aspek yang paling penting sebagai dasar bagi Islam.
Salah satu ajaran dasar lain dalam agama Islam adalah bahwa manusia yang tersusun dari badan dan roh itu berasal dari Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tuhan adalah suci dan roh yang datang dari Tuhan juga suci kalau ia menjadi kotor dengan masuknya ia ke dalam tubuh manusia yang bersifat materi, ia tidak akan dapat kembali ke tempat asalnya. Oleh karena itu harus diusahakan supaya roh tetap suci dan manusia menjadi baik.
1.    Pengertian Studi Islam
Secara etimologi studi Islam merupakan terjemahan dari bahasa arab Dirasah Islamiyah sedangkan dalam kajian Islam di barat di sebut Islamic studies yang mempunyai arti kajian tentang hal-hal yang berkaitan dengan keislaman, sedangkan pengertian studi Islam secara terminologis adalah kajian secara sistematis dan terpadu untuk memahami dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam baik yang menyangkut sumber-sumber ajaran Islam, pokok ajaran Islam, sejarah Islam maupun realitas pelaksanaanya dalam kehidupan (IAIN Press, 2002: 1).
Sedangkan menurut Abudin Nata yang dimaksud dengan studi Islam adalah pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan manusia (2009: 152).
Selanjutnya Masdar Hilmy didalam bukunya Studi Islam juga menerangkan bahwa studi Islam (Islamologi) merupakan sebuah kajian yang mempelajari Islam hanya sebatas Islam sebagai ilmu pengetahuan. Dalam kaitan ini, Islam dikaji bukan untuk dipraktikkan dalam tataran normativitas melainkan hanya didorong oleh tuntutan profesionalisme kajian keislaman. (Masdar Hilmy,2005: 28).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa studi Islam merupakan sebuah kajian keislaman yang dirumuskan berdasarkan sumber ajaran Islam dan pokok ajaran Islam dalam tataran historisitas-empiris dan dipraktekkan dalam kehidupan manusia. Maka dari itu konsep dasar studi Islam mengacu pada pokok-pokok ajaran Islam dalam benteng sumber ajaran Islam.

B. Pokok-Pokok Ajaran Islam Sebagai Dasar Studi Islam
1. Akidah Sebagai Dasar Studi Islam
Akidah berasal dari bahasa Arab “aqada-ya’qidu-‘aqdan” yang artinya mengikat. Secara etimologi akidah bisa diartikan sebagai keimanan atau keyakinan, sedangkan secara terminologi akidah adalah ikatan hati seseorang kepada sesuatu yang diyakini dan diimaninya dan ikatan tersebut tidak boleh dilepaskan selama hidupnya (IAIN Press, 2002: 71).
Dengan demikian akidah merupakan sisi teoritis yang pertama kali harus diimani atau diyakini dengan keyakinan yang mantap tanpa keraguan sedikitpun. Terlebih hal ini dibuktikan dengan banyaknya nash-nash Al-Qur’an maupun hadits mutawatir yang secara eksplisit menjelaskan persoalan ini (enam rukun iman), disamping adanya dakwah-dakwah para ulama’ sejak pertama kali ajaran Islam di dakwahkan oleh Rasulullah. Dan perkara itulah yang menjadi inti ajaran Allah kepada para rasul sebelumnya.
Dalam hakikat dan maknanya, tauhid atau akidah berdiri diatas tiga kriteria yang talazum (simbiosis mutualisme), satu sama lain tak terpisahkan.terjadinya kesenjangan pada salah satu sendi diatas akan mengakibatkan kefatalan pada bagian yg lain, ketiga kriteria tersebut adalah (1) tauhid rububiyah, (2) tauhid uluhiyah, dan (3) tauhid hakimiyah. (daud rasyid, 1998:18)
Tauhid rububiyah adalah melekatnya semua sifat sifat ta’tsir(yang mengandung unsur dominasi atau pengaruh) pada allah SWT, umpamanya sifat pencipta, pemberi rizki,pengatur alam, yang menghidupkan, yang mematian,pemberi petunjuk dan sebagainya. Dari sini dapat diketahui bahwa makna rububiyah beserta segala konsekwensinya, tidak mungkin dimiliki secara sempurna dan hakiki oleh siapa pun, selain dari Allah SWT. dariNYA bersumber wujud (keberadaan) dan segala sifat sifat yang sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk.
Tauhid uluhiyah adalah bahwa hanya allah semata-mata yang berhak diperlakukan sebagai tempat khudhu’(tunduk merendah)oleh hambanya dalam beribadah dan taat. Dengan kata lain, tak ada yang berhak dipatuhi  secara mutlaq selain allah SWT. Semua manusia adalah hamba allah, hamba yang betul betul berlaku dan berpenampilan sebagai hamba. Bukan hamba yang berlagak sebagai raja. Manusia tidak berhak meperbudak manusia lainnya dengan alasan apapun
Tauhid al-hakimiyah yang mengandung arti hanya allah lah yang berhak membuat ketentuan,peraturan, dan hukum. Setiap muslim berkeharusan menaati perintah dan larangan allah.(daud rasyid,1998:17-22)  
2.    Syari’ah Sebagai Dasar Studi Islam
Kata syari’ah berarti jalan tempat keluarnya air untuk minum, kemudian bangsa Arab pada waktu itu menggunakan kata ini untuk konotasi jalan lurus. Sehingga ketika dipakai dalam pembahasan hukum maka syari’ah ini mempunyai makna segala sesuatu yang di syari’atkan Allah kepada hamba-hambanya sebagai jalan yang lurus untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. (IAIN Press, 2002: 101).
Selanjutnya Mahmud Shaltout memberikan pengertian yang jelas mengenai syari’ah yakni ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah atau hasil pemahaman atas dasar ketentuan tersebut untuk dijadikan pegangan oleh umat manusia baik hubungan dengan Tuhan, dengan manusia lain, dengan alam dan dalam menata kehidupan yang lain.
Aspek hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan di sebut ibadah, Aspek hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam dan lingkungan disebut muamalah. Selanjutnya disiplin ilmu yang membahas masalah syari’ah adalah Fiqh.( IAIN Press, 2002:102).

3.      Akhlak Sebagai Dasar Studi Islam
Secara etimologi kata akhlak mempunyai arti budi pekerti, peringai, tingkah laku atau tabiat. Sedangkan secara terminologi banyak pakar yang mencoba mendefinisikan akhlak salah satunya adalah Al-Ghazali. Akhlah menurut Al-Ghazali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. (IAIN Press, 2002: 103).
Dengan demikian akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa manusia dan ia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu serta tidak memerlukan adanya dorongan dari luar dirinya.
Dari ketiga pokok ajaran Islam di atas baik itu akidah, syari’ah dan akhlak merupakan dasar bagi pemikiran studi Islam yang melakukan kajian Ilmiah terhadap Islam. Pada umumnya Apabila konteks ajaran itu bersifat doktrinal normative maka ajaran itu dibangun, diramu, dibakukan, dan ditelaah lewat pendekatan doctrinal-teologis, sedang Apabila konteks ajaran itu bersifat historis-empiris maka studi Islam mempunyai peran untuk mengkaji konteks ajaran Islam ini secara paripurna, ditelaah lewat berbagai sudut pendekatan keilmuan social-keagamaan yang bersifat multi dan interdisipliner, baik lewat pendekatan histories, filosofis, psikologis, sosiologis, cultural maupun antropologis dengan mempertemukan dengan nilai agama yang bersumber pada wahyu maupun hadits.
Dengan demikian studi Islam dapat mempertegas dan memperjelas wilayah agama yang tidak bisa dianalisis dengan kajian empiris yang kebenaraanya bersifat relatif maupun sebaliknya terus melakukan kajian studi keislaman dalam tataran historisitas dengan tujuan menjadikan Islam sebagai agama yang menjadi sasaran studi, baik itu dalam segi doktrinal, sosial dan budaya demi mendapatkan kajian keislaman yang aktual.
Sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela.sebagaimana karakteristik keseluruhan ajaran islam, maka sumber islam adalah alquran dan hadist dan bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral.

C.Maksud Dan Tujuan Studi Islam
Merujuk pada sejarah Peradaban Islam untuk dapat menjelaskan motif-motif kesejarahan dalam normativitas Islam yakni dengan mengadakan studi terhadap Islam maka dinamika histories yang menjadi perwujudan dari ide – ide Islam mulai dari permulaan diturunkannya Islam hingga masa akhir akhir ini baik diwilayah yang menjadi tempat turunnya Islam maupun di wilayah-wilayah lain di berbagai belahan dunia menjadi sangat penting untuk dikaji baik itu dalam lingkungan majlis Ta’lim maupun lingkungan civitas akademika.
Studi ini bisa dilakukan melalui perangkat historis-kultural Yang mana dalam konteks ini menemukan signifikasinya sebagaimana dijelaskan melalui beberapa hal, pertama, pentingnya studi dilakukan sebagai bentuk pemenuhan terhadap motivasi imperative agama untuk meneladani rosul. Kedua, signifikansi dilakukannya studi Islam sebagai alat untuk menafsirkan dan memahami maksud teks-teks suci Al-qur’an . Hal ini karena memahami maksud teks tersebut harus lebih dulu memahami latar belakang sejarah turunnya, atau dalam bahasa teknis agama disebut dengan asbab al-nuzul. Ketiga, studi tersebut penting untuk mengetahui proses dialogis antara normativitas Islam dengan nilai nilai historisitas yang melingkupinya dalam praktis Islam di tengah tengah masyarakat. Hal ini karena pada tataran  historis-empiris, agama ternyata juga sarat dengan berbagai “kepentingan” social kemasyarakatan yang rumit untuk dipisahkan. Keempat, signifikansi dilakukannya kajian histories ini agar nilai perkembangan historis dapat dipergunakan sebagai pertimbangan untuk merekonsruksi disiplin disiplin studi Islam bagi kepentingan masa depan.
Dengan demikian, nilai positif dari kajian studi Islam ini implikasinya sangat jauh, meliputi kerangka teoritis maupun praktis sehingga kemudian menjadikan keterbukaan terhadap kajian keislaman  dan mampu melahirkan berbagai disiplin Ilmu baik itu sosiologi, antropologi, filsafat, sejarah, ilmu bahasa dan sebagainya.

  1. Urgensi Dan Signifikansi Studi Islam
Agama adalah ibarat manusia untuk mengetahui perihal manusia yang lain dan bisa dilakukan dengan dua cara : pertama, membaca ide dan pemikiran yang bersangkutan yang tertuang dalam berbagai karangan, pernyataan dan pekerjaannya, serta kedua, mempelajari biografi kehidupannya. Untuk mengenal agama, harus dilakukan dengan cara mempelajari ide-idenya serta membaca biografinya. Menurut Mukti Ali yang dikutip masdar Hilmy (2005: 20) ide-ide agama terpusat pada kitab sucinya, sedangkan biografi agama dapat ditemukan melalui sejarah yang dialaminya.
Dalam konteks Islam, untuk memahami agama bisa dilakukan penelitian atau studi dengan menggunakan 2 metode pertama mempelajari teks-teks suci Al-Qur’an yang merupakan himpunan dari ide dan out put ilmiah serta literature yang dikenal dalam Islam, kedua mempelajari dinamika histories yang menjadi perwujudan dari ide-ide Islam, mulai dari permulaaan diturunkannya misi Islam terutama masa Nabi Muhammad SAW  hingga masa akhir ini.
Islam yang telah mengalami proses dialogis  dengan masyarkat tidak bisa dihindarkan dari munculnya beragam wajah sebagai gambarannya. Keberagaman itu timbul karena persoalan ruang dan waktu. Perbedaaan ruang dan waktu itu melahirkan perbedaan pemahaman oleh masyarakat  bersangkutan sesuai dengan setting yang mereka hadapi, baik berupa tuntutan maupun tantangan salah satu contoh Islam yang ada di Indonesia berbeda dengan di timur tengah baik pada tataran kognitif maupun praktis social.
Atas dasar permasalahan diatas maka sangat urgen diperolehnya pemahaman Islam secara utuh dan tidak distortif. Argumentasinya adalah bahwa realitas perbedaan diatas bila tidak didekati secara tepat akan menimbulkan pemahaman yang pincang tehadap Islam karena Islam sebagai agama mempunyai dimensi normatif dan histories. Oleh karena itu dalam kaitan ini, memahmi ide-ide Islam yang ada dalam Al-Qur’an urgen sekali dilakukan. Hal ini tampak dari argumentasi bahwa ide-ide dalam kitab suci tersebut merupakan dasar normative dan pondasi dari ajaran-ajaran Islam yang ditawarkan kepada manusia. Al-Qur’an memegang landasan moral bagi gagasan-gagasan dalam praktek seperti ekonomi, politik dan social di tengah-tengah kehidupan manusia. Meski Al-Qur’an meliputi ide-ide normative Islam, teks-teksnya di turunkan kepada Nabi Muhammad saw tidak hanya dalam bentuk idenya semata, melainkan juga disampaikan secara verbal.
Pentingnya dilakukan studi terhadap ide-ide normatif Islam yang terhimpun dalam Al-Qur’an ini agar diperoleh pemahaman normative doctrinal yang cukup terhadap sumber dari teks suci Islam untuk menunjang pemahaman yang  kontekstual – histories sehingga didapatkan pandangan yang relative utuh terhadap Islam dengan berbagai atributnya. Hal yang demikian ini untuk menghindari terjadinya proses distorsi dan reduksi terhadap makna substantif Islam dan sekaligus kesalahan dalam mengambil kesimpulan tentangnya.
Kesalahan dan kegagalan para Ilmuwan Barat dalam mamahami masyarakat Muslim bukan terletak pada “Perspektif tentang kebenaran”  yang berbeda, melainkan  karena ketidaktahuan dan ketidak akuratan dalam memahami masyarakat Muslim. Itulah salah satu diantara penyebab ketidakakuratan adalah kurang diperankanya teks-teks normative Islam dalam kajian masing-masing sebagai landasan normative untuk melihat historisitas Islam.
 Untuk dapat menjelaskan motif-motif kesejarahan dalam normativitas Islam perlu dilakukan studi terhadap dinamika histories yang menjadi perwujudan dari ide – ide Islam, mulai dari permulaan diturunkannya Islam hingga masa akhir akhir ini baik diwilayah yang menjadi tempat turunnya Islam maupun di wilayah wilayah lain di berbagai belahan dunia.
Untuk menggambarkan  secara numerik dalam kerangka besar urgensi dan signifikansi studi Islam seperti tersebut diatas, maka menurut masdar Hilmy (2005: 24-27) dapat diuraikan sebagai berikut :
a.               Studi Islam diarahkan sebagai instrument untuk memahami dan mengetahui  proses sentrifugal dan sentripetal dari Islam dan masyarakat. Di dalam jantung tradisi studi tadi, terdapat al-Qur’an yang dalam proses legalisasinya memiliki kapasitas dan daya gerak keluar ( sentrifugal), merasuki dan berdialog dengan berbagai  asuhan budaya baru berusaha mendapatkan legalisasi dan legitimasi.
b.              Sebagai konsekuensi poin pertama, studi Islam secara metodologis memiliki urgensi dan signifikansi dalam konteks untuk memahami cara mendekati Islam, baik pada tataran realitas – empiric maupun normative doktrinal secara utuh dan tuntas. Hal demikian agar pemahaman terhadap Islam tidak pincang. Selama ini, beberapa ahli ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya  para orientalis, mendekati Islam dengan metode Ilmiah saja. Akibatnya, penelitian mereka  tidak bisa menjelaskan secara utuh obyek yang diteliti karena yang mereka hasilkan melalui penelitian itu hanyalah eksternalitas dari Islam semata.
c.               Studi Islam begerak dengan mengusung kepentingan untuk memperoleh pemahaman yang signifikan terhadap persoalan hubungan antara normativitas dan historisitas dalam rangka menangkap atau memahami esensi atau substansi dari ajaran yang nota bene sudah terlembagakan dalam bentuk aliran-aliran pemikiran (schools of thought).
d.              Studi Islam diselenggarakan untuk menghindari pemahaman yang bersifat campur aduk, tidak dapat menunjukkan distingsi antara wilayah agama dan wilayah tradisi atau budaya. Pencampuradukan itu pada urutannya akan dapat memunculkan pemahaman yang distortif terhadap konsep kebenaran, antara yang absolute dan relative.
BAB IV
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Islam adalah agama yang ajaran-ajaranya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia, sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil aspek itu adalah Al-Qur’an dan hadits.
Pembagian studi tentang Islam memang harus dilakukan karena untuk mengetahui informasi tentang kajian Islam yang harus dijangkau oleh kaum muslimin dengan data dan informasi tentang Islam yang merupakan lapangan kajian atau studi Islam yang dalam bahasan lain disebut Islamologi.
Islamologi mempelajari dan mengkaji Islam hanya sebatas Islam sebagai ilmu pengetahuan.Dalam kaitan ini, Islam dikaji bukan untuk dipraktikkan dalam tataran normativitas melainkan hanya didorong oleh tuntutan profesionalisme kajian keislaman.
Dengan demikian, nilai positif dari kajian studi Islam atau Islamologi ini implikasinya sangat jauh, meliputi kerangka teoritis maupun praktis sehingga kemudian menjadikan keterbukaan terhadap kajian keislaman  dan mampu melahirkan berbagai disiplin Ilmu baik itu sosiologi, antropologi, filsafat, sejarah, ilmu bahasa, ilmu hukum  dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Bandung : Diponegoro
Hilmy, Masdar, MA, Muzakki, Akh, M.Ag, 2005,  Studi Islam, Surabaya: Arkola
IAIN, Sunan Ampel. 2002. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Press.
Mudzhar Attho’ H, M, Dr. 2004. Pendekatan Studi Islam (dalam teori dan praktek). Jakarta : Pustaka Pelajar
Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai aspek. Jakarta: UI-Press
Nata, Abudin, Prof, Dr, 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rasyid,Daud,DR,MA,1998.Islam Dalam Berbagai Dimensi:Gema Insani Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar