NUWUN SEWU

Foto saya
banyuwangi, jawa timur, Indonesia
Kena cepet ning aja ndhisiki, kena pinter ning aja ngguroni,kena takon ning aja ngrusuhi

Rabu, 29 Februari 2012

kritik al gozali terhadap filosof


by: manshur musthofa
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
Penyebaran ilmu Filsafat yunani telah tersebar di zaman al-ghazali, dan dipandang telah menggoncang keimanan. Karena kekaguman mereka yang berlebihan terhadap filsafat yunani yang  dipandang telah atheis, mereka mengekor padanya sampai pada tingkat keingkaran dan kekufuran. Filsafat yunani begitu menarik bagi para cendikiawan muslim, sehingga mereka hanya mentransfer dan bertaqlid buta. Melihat kondisi ini al-ghazali bertekat mempelajari dan mendalami filsafat untuk dapat mengkritik secara bijaksana dan ilmiah
Al-ghazali adalah seorang ahli fikir islam yang dalam ilmunya, dan mempunyai nafas panjang dalam karangan-karangannya, puluhan buku telah ditulisnya yang meliputi berbagai lapangan ilmu antara lain teologi Islam, hukum islam, tasawuf tafsir, ahlaq dan adab kesopanan.
      Pengaruh al-ghazali di kalangan kaum mulimin sangat besar, sehingga menurut pandangan-pandangan orang-orang ahli ketimuran (orientalis), agama islam yang di gambarkan oleh kebanyakan kaum muslimin berpangkal pada konsepsi al-ghazali
      Al-ghazali Dalam kitabnya yang berjudul tahafut falasifah melukiskan suatu sisi yang bertentangan antara agama dan filsafat. Pertentangan ini, dalam islam telah muncul dalam berbagai wujud dan bentuk yang berbeda sejak filsafat memasuki kehidupan umat islam. Pada waktu islam lahir dan alqur’an diturunkan filsafat belum ada di sana, sehingga alquran dan hadist tidak perlu mendebatkannya.

  1. RUMUSAN MASALAH
  1. Bagaimana biografi al-ghazali?
  2. karya imam al-ghazali?
  3. bagaimanakah sikap al-ghazali terhadap para filosof ?




BAB II
PEMBAHASAN
  1. Riwayat Hidup Al-Ghozali

Beliau adalah abu hamid bin Muhammad bin ahmad al ghazali, lahir tahun 450 H di tus, suatu kota kecil di khurasan (iran). Kata kata ghazali terkadang diucapkan dengan dua z. dengan menduakalikan huruf z, kata al ghazzali di ambil dari kata ghazzal, artinya tukang pemintal benang wol, sedang al-ghazali dengan satu z, diambil dari kata ghazalah, nama kampong kelahiran al-ghozali. Sebutan terahir ini banyak dipakai.
Ayah al-ghazali, adalah seorang tasawuf yang sholeh dan meninggal dunia ketika al-ghazali beserta saudaranya masih kecil. Akan tetapi sebelum wafatnya beliau telah menitipkan kedua anaknya tersebut kepada seorang tasawuf pula untuk mendapatkan bimbingan dan pemeliharaan dalam hidupnya.
Al-ghazali pertama kali belajar belajar agama di kota tus, kemudian meneruskan di jurjan, dan ahirnya di naisabur pada imam juwaini, sampai yang terakhir ini wafat tahun 478H/1085M. kemudian beliau berkunjung kepada nidham al-Mulk di kota mu’askar, dan dari padanya mendapatkan kehormatan dan penghargaan yang besar, sehingga ia tinggal di kota itu enam tahun lamanya. Pada tahun 483H/1090M, ia diangkat menjadi guru disekolah nizhamah bagdad, dan pekerjaannya dilaksanakan dengan sangat berhasil. Selama di bagdad selain mengajar, juga mengadakan bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan-golongan batiniyah, isma’iliah, golongan filsafat dan lain-lain.
Ketika itu, kehidupannya goncang, karena keraguan yang meliputi dirinya, “apakah jalan yang ditempuh sudah benar atau tidak?” perasaan ini timbul dalam dirinya setelah mempelajari ilmu kalam (teologi) yang diperoleh  dari al juaini. Teologi membahas berbagai aliran yang antara satu sama lain terhadap kontradiksi. Al ghazali ragu, mana diantara aliran-aliran itu yang betul-betul benar. Bukunya yang berjudul al munqiz min ad-dalal menjelaskan tentang keadaan ini. Dalam bukunya ini tergambar keinginan untuk mencari kebenaran yang sebenarnya. Alghzali mulai tidak percaya pada ilmu pengetahuan yan diperolehnya melalui panca indra, sebab panca indra sering kali salah atau berdusta. Ia kemudian meletakkan kepercayaan kepada akal, tetapi ternyata juga tidak memuaskan. Tasawuflah yang kemudian menghilangkan rasa syak dalam dirinya. Pengetahuan tasawuf yang diperolehnya melalui kalbu membuat al ghazali merasa yakin mendapat pengetahuan yang benar.[1]
kemudian ia pindah ke palestina dan disini pun ia tetap merenung, membaca dan menulis dengan mengambil tempat di masjid baitil maqdis, sesudah itu tergeraklah hatinya untuk menjalankan ibadah haji, dan setelah selesai ia pulang ke negeri kelahirannya sendiri, yaitu kota tus dan disana ia tetap seperti biasanya, berkhalwat dan beribadah, keadaan tersebut berlangsung 10 tahun lamanya sejak kepindahannya ke damsyik dan dalam masa ini ia menuliskan buku-bukunya yang terkenal antara lain ihya’ulumudiin[2]
pada tahun 499 H, atas desakan para penguasa ia diminta mengajar di nizamiyah, akan tetapi hanya sampai dua tahun ia kembali ke daerah asalnya (Tus). Di sini ia mendirikan sekolah untuk para fuqoha dan juga membangun tempat berkhalwat para mutasawifin. Pada tahun 505 H/1111 M. ia mendapat gelar “hujjatul Islam” karena ia dapat mengadakan pembelaan yang berhasil dan memuaskan terhadap anasir yang dapat membahayakan kepercayaan dan akidah umat islam dan dapat pula meluruskan tasawuf yang merusak amal (Syari’at )umat islam.[3]
  1. Karya Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali dikenal sebagai penulis produktif. Sejumlah karyanya kini tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Bidang Ushuluddin dan Akidah
1. Arba’in Fi Ushuliddin merupakan juz kedua dari kitabnya, Jawahir Alquran.
2. Qawa’id al-’Aqa`id yang disatukan dengan Ihya` Ulumuddin pada jilid pertama.
3. Al Iqtishad Fil I’tiqad.
4. Tahafut Al Falasifah berisi bantahan Al-Ghazali terhadap pendapat dan pemikiran para filsuf, dengan menggunakan kaidah mazhab Asy’ariyah.
5. Faishal At-Tafriqah Bayn al-Islam Wa Zanadiqah.
Bidang Usul Fikih, Fikih, Filsafat, dan Tasawuf
1. Al-Mustashfa Min Ilmi al-Ushul
2. Mahakun Nadzar
3. Mi’yar al’Ilmi
4. Ma’arif al-`Aqliyah
5. Misykat al-Anwar
6. Al-Maqshad Al-Asna Fi Syarhi Asma Allah Al-Husna
7. Mizan al-Amal
8. Al-Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi
9. Al-Ajwibah Al-Ghazaliyah Fi al-Masa1il Ukhrawiyah
10. Ma’arij al-Qudsi fi Madariji Ma’rifati An-Nafsi
11. Qanun At-Ta’wil
12. Fadhaih Al-Bathiniyah
13. Al-Qisthas Al-Mustaqim
14. Iljam al-Awam ‘An ‘Ilmi al-Kalam
15. Raudhah ath-Thalibin Wa Umdah al-Salikin
16. Ar-Risalah Al-Laduniyah
17. Ihya` Ulum al-din
18. Al-Munqidzu Min adl-Dlalal
19.Al-Wasith
20. Al-Basith
21. Al-Wajiz
22. Al-Khulashah
23. Minhaj al-’Abidin
Masih banyak lagi karya Imam Al-Ghazali. Begitu banyak karya yang dihasilkan, menunjukkan keluasan ilmu yang dimiliki oleh Al-Ghazali. Ia merupakan pakar dan ahli dalam bidang fikih, namun menguasai juga tasawuf, filsafat, dan ilmu kalam. Sejumlah pihak memberikan gelar padanya sebagai seorang Hujjah al-Islam.
Karya Imam Al-Ghazali yang sangat terkenal di dunia adalah kitab Ihya` Ulum al-din. Kitab ini merupakan magnum opus atau masterpiece Al-Ghazali. Bahkan, kitab ini telah menjadi rujukan umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia dalam mempelajari ilmu tasawuf. Di dalamnya, dijelaskan tentang jalan seorang hamba untuk menuju ke hadirat Allah.
      C . Kritik Al-Ghazali Terhadap Para Filosof
Filsafat yunani betul betul telah tersebar di zaman al-ghazali, sampai hampir menggoncang iman. Para cendikiawan menerimanya tanpa menyeleksi, mana yang bermanfaat dan mana yang membahayakan. Karena kekaguman mereka yang berlebihan terhadap filsafat yunani yang atheis itu, mereka mengekor padanya sampai pada tingkat keingkaran dan kekufuran. Filsafat yunani begitu menarik bagi para cendikiawan muslim, sehingga mereka hanya mentransfer dan bertaqlid buta. Melihat kondisi ini al-ghazali bertekat mempelajari dan mendalami filsafat untuk dapat mengkritik secara bijaksana dan ilmiah[4]
Diantara kitab-kitab yang sangat popular dalam dunia filsafat islam, bahkan dalam lingkungan filsafat Kristen di zaman pertengahan adalah Tahafut Falasifah. Dari segi logat, tahafut berarti keguguran dan kelemahan. Yang dimaksudkan ialah bahwa para filosof telah jatuh mati akibat tikaman maut yang diarahkan oleh al-ghazali terhadap pemikiran mereka. Pada hakikatnya, tikaman itu memang mematikan, mengenai inti masalah, sehingga ilmu filsafat tidak lagi muncul sesudah itu (di dunia Islam), walau ada upaya mati-matian dari ibnu rusdy untuk mempertahankannya.[5]
Al-Ghazali adalah orang pertama-tama mendalami filsafat dan yang sanggup mengeritiknya pula. Hasil peninjauan terhadap filsafat dibukukannya dalam bukunya maqasid al-falasifah  dan tahafut al-falasifah.
Buku maqasid al falasifah berisi tiga persoalan filsafat, yaitu logika, ketuhanan dan fisika yang diuraikanya dengan sejujurnya, seolah-olah dia seorang filosof yang menulis tentang kefilsafatan. Sesudah itu, ia menulis buku berikutnya, yaitu tahafut al falasifah dimana ia bertindak bukan sebagai filosof, melainkan sebagai seorang tokoh Islam yang hendak mengeritik filsafat dan menunjukkan kelemahan-kelemahan serta kejanggalan-kejanggalannya, yaitu dalam hal yang berlawanan dengan agama.
Menurut al-ghazali, lapangan filsafat ada enam, yaitu :matematika,logika,fisika, metafisika (ketuhanan), politik, dan etika. Hubungan lapangan-lapangan tersebut terhadap agama tidak sama; ada yang tidak berlawanan sama sekali dengan agama, dan ada pula yang sangat berlawanan dengan agama.
Menurut  al-ghazali, agama tidak melarang atau memerintahkan ilmu matematika (ilmu pasti), karena ilmu ini adalah hasil pembuktian pikiran yang tidak bisa diingkari sesedah dipahami dan diketahui. Tetapi ilmu tersebut menimbulkan dua keberatan, pertama, karena kebenaran dan ketelitian ilmu matematika, maka boleh jadi ada orang yang mengira bahwa semua lapangan filsafat demikian pula keadaannya bahkan sampai pada lapangan ketuhanan. Kedua, sikap yang timbul dari pemeluk islam yang bodoh, yaitu menduga bahwa un tuk menegakkan agama harus mengingkari semua ilmu yang berasal dari filosof-filosof, dan mengatakan bahwa mereka bodoh semua, sehingga pendapat-pendapat mereka tentang gerhana juga harus diingkari dan dianggap berlawanan dengan syara’
      Lapangan logika menurut al-ghazali juga tidak ada sangkut pautnya dengan agama, atau dengan perkataan lain, agama tidak memerintahkan atau melarang logika. Logika berisi penyelidikan tentang dalil-dalil( alasan-alasan) pembuktian, kias-kias (syllogisme), syarat-syarat pembuktian (burhan) definisi-definisi dan sebagainya. Semua persoalan ini tidak perlu diingkari, sebab masih sejenis dengan yang dipakai oleh ulama-ulama theology islam, meskipun kadang-kadang berbeda istilah dan kata-katanya. Bahaya yang di timbulkan oleh logika dan filosof-filosof, ialah karena syarat-syarat pembuktian bisa menimbulkan keyakinan, maka syarat-syarat pembuktian tersebut juga mendahului dalam soal-soal ketuhanan (metafisika), sedangkan sebenarnya tidak demikian.
      Ilmu fisika, menurut al-ghazali membicarakan tentang planet-planet, unsur-unsur (benda-benda)) tunggal, seperti air, hawa, tanah dan api; kemudian benda-benda tersusun seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, logam sebab-sebab perubahannya dan pelarutannya. Pembahasan tersebut sejenis dengan pembahasan lapangan kedokteran,  yaitu  menyelidiki tubuh orang, anggota-anggota badannya dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalamnya. Sebagaimana untuk agama tidak disyaratkan tidak mengingkari ilmu kedokteran, maka demikian pula ilmu fisika juga tidak perlu diingkari, kecuali dalam beberapa hal yang disebutkan dalam buku tahafut al falasifah, yang dapat disimpulkan bahwa alam semesta ini di kuasai (tunduk)  kepada tuhan, tidak bekerja dengan diinya sendiri, tetapi bekerja karena tuhan,Zat penciptanya.
      Lapangan ketuhanan (metafisika) menurut al-ghazali, banyak sekali berisi kesalahan filosof-filosof. Mereka tidak bisa mengadakan ketelitian dalam lapangan ketuhanan, sebagaimana yang telah diadakan oleh mereka dalam lapanganlogika, dan oleh karena itu perbedaan pendapat mereka dalam lapangan tersebut banyak sekali. Diantara tokoh yunani yang mendekati filosof-filosof islam, seperti yang dinukil oleh al-farabi dan ibnu sina ialah aristoteles. Kesalahan kesalahan mereka dalam lapangan tersebut ada 20 soal; dan dalam 17 diantaranya mereka harus dinyatakan sebagai orang bidat, sedang dalam tiga soal selebihnya, mereka dinyatakan sebagai ateis (kafir), karena fikiran-fikiran mereka dalam tiga soal tersebut berlawanan dengan pendirian semua kaum muslimin.
      Dalam lapangan politik, menurut al-ghazali, semua kata-kata para filosof berkisar pada suatu soal saja, yaitu hikmat kebijaksanaan yang bertalian dengan soal-soal dan kekuasaan duniawi.
      Dalam segi moral (akhlak) perkataan mereka berkisar pada sifat jiwa, macam macamnya dan cara menghadapinya.[6]
            masalah dua puluh macam tersebut dapat di bagi sebagai berikut:
  1. hubungan allah dengan alam. Hal ini meliputi empat masalah yang pertama:
a)      kadimnya alam,
b)      keabadian alam dan zaman
c)      allah pencipta dan pembuat alam, dan
d)     ketidak mampuan membuktikan adanya pembuat alam
  1. keesaan dan ketidak mampuan membuktikannya (masalah kelima)
  2. sifat sifat ilahi (masalah ke enam sampai dengan dua belas)
  3. mengetahui hal-hal kecil “juz iyah” (masalah ke tigabelas)
  4. masalah falaq dan alam (masalah keempat belas sampai keenam belas)
  5. sebab akibat (masalah ketujuh belas)
  6. jiwa manusia (masalah kedelapan belas dan sembilan belas)
  7. kebangkitan jasad pada hari akhirat ( masalah kedua puluh)[7]
Tiga pikiran filsafat metafisika yang menurut al-ghazali sangat berlawanan dengan islam, dan oleh karenanya para filosof harus dinyatakan sebagai orang atheis ialah: qadimnya alam, tidak mengetahuinya tuhan terhadap soal-soal peristiwa kecil, dan pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani.
a.      Qadimnya alam
Filosof mengatakan bahwa alam ini qadim. Qadimnya tuhan atas alam sama dengan qadimnya illat atas ma’lulnya (sebab atas akibatnya) yaitu dari segi zat dan tingkatan, bukan dari segi zaman. Alasannya adalah tidak mungkin wujud yang hadis (baru), yaitu alam, keluar dari qadim (tuhan), karena dengan demikian berarti kita bisa membayangkan bahwa yang qadim tersebut sudah ada sedang alam belum lagi ada.
Tentang mengapa alam belum wujud, maka hal ini disebabkan pada waktu itu hal hal yang menyebabkan wujudnya belum ada. Jadi pada waktu tersebut ala mini baru merupakan suatu kemungkinan murni artinya bisa wujud bisa tidak.
Sesudah wahyu itu datang, maka ala mini menjadi wujud, dan wujud ini disebabkan karena factor-faktor yang menyebabkan wujudnya. Tetapi timbul pertanyaan mengapa factor-faktor tersebut baru timbul pada waktu ini dan tidak timbul sebelumnya. Kalau dikatakan tuha mula-mula tidak berkuasa mengadakan alam, kemudian menjadi kuasa untuk mengadakannya, maka timbul pula pertanyaan, mengapa kekuasaan ini baru timbul pada masa tersebut bukan pada masa sebelumnya. Atau kalau dikatakan tuhan sebelumnya tidak mempunyai tujuan  bagi wujudnya alam, kemudian maksud ini timbul, maka pertanyaan yang muncul juga sama, yaitu mengapa tujuan itu timbul. Atau kalau dikatakan tuhan mula-mula tidak menghendaki adanya, maka timbul pertanyaan mengapa kehendak tersebut timbul dan dimana pula timbulnya,apakah pada zatnya atau pada selain zatnya .
Jawaban al-ghazali: apa keberatannya kalau dikatakan bahwa iradat (kehendak tuhan) yang qadim itu menghendaki wujud alam pada waktu diwujudkannya.
Boleh jadi timbul pertanyaan, kalau yang dimaksud dengan iradah yang qadim itu seperti niat kita untuk mengadakan suatu perbuatan, maka perbuatan tersebut tidak mungkin terlambat, kecuali karena ada halangan, sedangkan bagi tuhan sebagai zat yang mengadakan pembuatan, sudah lengkap syarat-syaratnya dan tidak ada hal yang perlu dinantikan lagi,tetapi perbuatannya terlambat juga.
Jawab al-ghazali ialah, bahwa perkataan tersebut tidak lebih kuat dari pada perkataan mereka yang mempercayai kebaruan alam karena kehendak yang qadim.
Timbul pula pertanyaan lain yaitu bahwa nilai semua waktu dalam pertaliannya dengan kehendak adalah sama, tetapi mengapa satu waktu dipilih untuk mewujudkan alam, dan waktu yang sebelumnya atau sesudahnya tidak dipilih?
Jawab alghazali ialah, bahwa arti kehendak ialah yang memungkinkan untuk membedakan sesuatu dari lainnya. Kehendak tuhan adalah mutlaq, artinya bisa memilih suatu waktu tertentu, bukan waktu lainnya, tanpa ditanya sebabnya, karena sebab tersebut adalah kehendak-Nya itu sendiri. Kalau masih ditanya sebabnya, maka artinya kehendak tuhan itu terbatas tidak lagi bebas; sedangkan kehendak itu bersifat bebas dan mutlaq[8].
b.      Ilmu Tuhan Terhadap  Hal-Hal/Peristiwa Kecil
Golongan filosof berpendirian bahwa tuhan tidak mengetahui hal-hal kecil, kecuali dengan cara yang umum. Alasannya mereka adalah bahwa yang baru ini dengan segala peristiwanya selalu berubah, sedangkan ilmu selalu mengikuti kepada yang diketahui atau dengan perkataan lain, perubahan perkara yang diketahui menyebabkan perubahan ilmu. Kalau ilmu ini berubah, yaitu dari tahu menjadi tidak tahu, atau sebaliknya, berarti tuhan mengalami perubahan, sedangkan perubahan zat tuhan tidak mungkin terjadi.
Menurut al-Ghazali: ilmu adalah suatu tambahan atau pertalian dengan zat, artinya lain dari pada zatnya. Pendapat ini berbeda dengan pendapat para filosof yang mengatakan bahwa sifat-sifat tuhan adalah juga zat-Nya, yang berarti tidak ada pemisahan antara keduanya, atau mereka tidak mengenal istilah tambahan seperti yang dikenalkan oleh al-ghazali.
Menurut alghazali  Kalau terjadi perubahan pada tambahan tersebut, maka zat tuhan tetap pada keadaan yang biasa, sebagaimana halnya kalau ada orang berdiri di sebelah kanan kita, kemudian ia berpindah ke sebelah kiri kita, maka yang berubah sebenarnya dia, bukan kita.
Lagi pula kalau perubahan ilmu bisa menimbulkan sesuatu perubahan pada zat yang mengetahui, sebagai mana yang di pegangi oleh golongan filosof, maka apakah mereka akan mengatakan bahwa berbilangnya ilmu juga menimbulkan bilangan pada zat tuhan[9].
c.       Kebangkitan Jasmani
Menurut tinjauan filosof-filosof dari segi pikiran, alam akhirat adalah alam kerohanian, bukan alam materiil (alam kebendaan), karena perkara kerohanian itu lebih tinggi nilainya. Karena itu menurut mereka, pikiran tidak mengharuskan adanya kebangkitan jasmani, kelezatan atau siksaan jasmani, surga atau neraka serta segala isinya. Kesemuanya itu memang disebut dalam alquran, tetapi dengan maksud untuk memudahkan pemahaman terhadap alam kerohanian bagi orang-orang biasa. Keunggulan alam kerohanian sebenarnya juga berlaku dalam dunia ini, yang didasarkan pada kekuatan berfikir dan kelezatan mendapatkan obyek-obyek pikiran. Tetapi hal itu tidak bisa dicapai disebabkan karena kesibukan-kesibukan benda, dan baru dicpai di akhirat nanti, dimana kesibukan-kesibukan benda ini tidak lagi menjadi penghalangnya.
Agar sesuai dengan suasana kerohanian, maka kebangkitan di akhirat nanti bersifat rohani pula. Jadi kebangkitan jasmani yang berarti badan kita akan dikembalikan lagi tidak perlu terjadi.
Jawaban al-ghazali mengatakan bahwa jiwa manusia tetap wujud sesudah mati (berpisah dengan badan), karena ia merupakan substansi yang berdiri sendiri. Pendirian trsebut tidak berlawanan dengan syara’ bahkan di tunjukkan seperti yang disebutkan dalam alquran surat Ali Imran “ janganlah engkau kira bahwa mereka yang terbunuh pada jalan allah itu mati, bahkan mereka itu hidup disisi tuhannya mendapat rizki dan gembira
Kemudian adanya nash-nash lain yang menyatakan adanya kebangkitan, yaitu kebangkitan badan. Kebangkitan ini adalah suatu hal yang mungkin yaitu dengan jalan mengembalikan jiwa kepada badan, badan apapun juga,baik dari bahan badan yang pertama atau bahan lainnya, atau bahan badan yang baru dijadikan sama sekali. Karena manusia disebut manusia karena jiwanya, bukan karena badannya. Bagian-bagian badan manusia dapat berganti-ganti  dari kecil menjadi besar, karena kurus atau gemuk, atau karena pergantian makanan namun ia tetap manusia juga.
Tuhan telah dapat membuat dari sperma yang ada di rahim wanita, anggota-anggota badan yang bermacam-macam,berupa daging,urat syaraf,tulang,mata, lidah, gigi dan sebagainya yang semuanya ini berbeda  keadaan sifat dan fungsinya, meskipun saling berdekatan dan berhubungan satu sama lain. Apakah tuhan yang demikian kekuasaan-Nya tidak sanggup membuat manusia yang sempurna dari tulang belulang yang sudah rusak.[10]





BAB III
KESIMPULAN
Menurut al-ghazali, lapangan filsafat ada enam, yaitu :matematika,logika,fisika, metafisika (ketuhanan), politik, dan etika. Hubungan lapangan-lapangan tersebut terhadap agama tidak sama; ada yang tidak berlawanan sama sekali dengan agama, dan ada pula yang sangat berlawanan dengan agama.
Menurut  al-ghazali, agama tidak melarang atau memerintahkan ilmu matematika (ilmu pasti), karena ilmu ini adalah hasil pembuktian pikiran yang tidak bisa diingkari sesedah dipahami dan diketahui. Tetapi ilmu tersebut menimbulkan dua keberatan, pertama, karena kebenaran dan ketelitian ilmu matematika, maka boleh jadi ada orang yang mengira bahwa semua lapangan filsafat demikian pula keadaannya bahkan sampai pada lapangan ketuhanan. Kedua, sikap yang timbul dari pemeluk islam yang bodoh, yaitu menduga bahwa untuk menegakkan agama harus mengingkari semua ilmu yang berasal dari filosof-filosof, dan mengatakan bahwa mereka bodoh semua, sehingga pendapat-pendapat mereka tentang gerhana juga harus diingkari dan dianggap berlawanan dengan syara
      Isi pokok mengenai kecaman al ghazali terhadap tiga persoalan itu adalah sebagai berikut pertama tentang qadimnya alam, menurut al ghazali pendapat ini membwa kepada keyakinan akan adanya yang qadim selain tuhan, atau berarti mbanyak yang qadim, sedang dalam islam yang qadim hanya satu yaitu tuhan. Kedua tuhan tidak mengetahui perincian yang etrjadi di alam, menurut al ghazali pendapat ini akan menyesatkan umat islam karena paham ini membawa kepada pengingkaran sifat kemahatahuan tuhan. Ketiga tentang tidak adanya pembangkitan jasmani, yang abadi hanya ruh, sedangkan jasmani akan hancur dan tida kekal, alghazali berpendapat bahwa dalam alquran banyak ayat-ayat yang menyebutkan soal pembangkitan jasmanidengan gambaran yang bersifat materiil, sehingga meyakini tidak adanya pembangkitan jasmani berarti menolak ayat ayat yang menyatakan adanya pembangkitan jasmani.




DAFTAR PUSTAKA

Asmuni.Yusron.1996, Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Busthami.M.Said, 1992. Pembaharu Dan Pembaharuan Dalam Islam. Ponorogo: Pusat Studi Ilmu dan Amal (PSIA)
Tim penyusun, 1994. Ensiklopedi Islam. Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Houve
Hanafi, Ahmad.1990. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: PT Bulan Bintang 
Daudy, Ahmad,1984. Segi-Segi Pemikiran Falsafi Dalam Islam.Jakarta: Bulan Bintang


[1] Lihat tim penyusun, 1994,ensiklopedi islam hal 26
[2] Lihat   hanafi, ahmad.1990. pengantar filsafat islam. Hal 135
[3] Lihat asmuni.yusron.1996,dirasah islamiyah II hal 134
[4] Lihat busthami.M.Said, 1992. pembaharu dan pembaharuan dalam islam hal 78-79
[5] Lihat daudy, ahmad,1984.segi-segi pemikiran falsafi dalam islam.hal 57

[6] Lihat hanafi, ahmad hal 143-144
[7] Lihat Daudy, ahmad hal 66
[8] Lihat hanafi, ahmad hal 144-146
[9] Ibid hal 148-149
[10] Ibid hal. 150-152

Tidak ada komentar:

Posting Komentar